Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PUSPIK) Universitas Islam Indonesia dan Yayasan Generasi Cerdas Iklim (GCI) bersama dengan dukungan pendanaan Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dari PT. Arthaasia Finance (AAF), menyelenggarakan kegiatan Pendampingan Program Kampung Iklim (PROKLIM) di Kalurahan Banguntapan, Bantul pada Jum’at dan Sabtu (19-20/09). Kegiatan ini melibatkan partisipasi aktif dari perangkat desa, tokoh masyarakat, kader lingkungan, serta kelompok ibu-ibu PKK dari sebelas padukuhan yang ada di Banguntapan.
Dalam sambutannya, Lurah Banguntapan, Basirudin, menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah berkolaborasi dalam kegiatan ini. Baginya, PROKLIM bukan sekadar program nasional, melainkan sarana nyata bagi desa kami untuk belajar, memperkuat kelembagaan, dan menghidupkan semangat warga agar peduli terhadap lingkungan.
“Kami sangat mengapresiasi kehadiran tim CSR dari PT. Arthaasia Finance bersama Yayasan Generasi Cerdas Iklim dan PUSPIK UII. Kehadiran kegiatan ini menjadi motivasi bagi kami untuk semakin berbenah dan berproses. Kami berharap langkah kecil ini menjadi awal dari perjalanan panjang menuju Banguntapan sebagai PROKLIM Lestari,” harap Basirudin.
Ikrom Mustofa, Koordinator tim pendamping sekaligus Pendiri Yayasan Generasi Cerdas Iklim dan Dosen Jurusan Teknik Lingkungan UII, menekankan pentingnya menjadikan pendampingan PROKLIM ini sebagai program berkelanjutan.
“Kegiatan ini tidak berhenti hanya pada dua hari pelaksanaan. Program Pendampingan PROKLIM yang kami lakukan bersama mitra akan menjadi bagian dari pengabdian masyarakat yang berkesinambungan. Akademisi, praktisi, dan komunitas harus terus hadir dalam mengawal masyarakat agar tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mampu menerapkan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di lingkungannya sendiri. Kami percaya, kolaborasi lintas pihak ini akan memperkuat kapasitas desa-desa dalam menghadapi tantangan perubahan iklim,” jelas Ikrom.
Sementara itu, Tiro Nugroho, General Manager PT. Arthaasia Finance, mengungkapkan kegembiraannya melihat partisipasi warga dan keberhasilan kegiatan yang berlangsung selama dua hari. Menurutnya, CSR perusahaan tidak hanya sebatas bantuan finansial, melainkan juga komitmen untuk membangun masa depan yang lebih baik.
“Kami merasa sangat bangga dapat menjadi bagian dari perjalanan Kalurahan Banguntapan menuju PROKLIM Lestari. Melalui CSR ini, kami ingin menunjukkan bahwa sektor swasta bisa berkontribusi nyata dalam aksi iklim di tingkat komunitas. Melihat antusiasme bapak-ibu dukuh, kader lingkungan, serta ibu-ibu PKK, kami semakin yakin bahwa program ini akan memberikan dampak jangka panjang. Semoga kerjasama ini menjadi titik awal kolaborasi yang berkesinambungan dengan masyarakat dan dunia akademik,” jelasnya.
Dewi Wulandari, Direktur PUSPIK UII, menambahkan bahwa kolaborasi ini sejalan dengan misi perguruan tinggi untuk terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Ia menyatakan, kehadiran tim yang ia pimpin bukan hanya untuk memberikan pengetahuan, tetapi juga untuk belajar dari kearifan lokal yang sudah ada di masyarakat Banguntapan.

“PUSPIK UII melihat bahwa kolaborasi antara dunia akademik, masyarakat, dan korporasi menjadi model penting dalam menjawab tantangan perubahan iklim. Kami berterima kasih kepada PT. Arthaasia Finance dan Yayasan Generasi Cerdas Iklim yang telah membuka ruang kolaborasi ini. Semoga apa yang kita lakukan hari ini akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat Banguntapan,” tutur Dewi.
Lebih jauh, Ibnu Darmawan, tim pendamping yang juga Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UII, menyoroti metode partisipatif yang diterapkan dalam kegiatan ini. Menurutnya, pendekatan yang dilakukan oleh tim PUSPIK UII bukan satu arah, tetapi berbasis partisipasi.
“Para dukuh dan kader yang hadir tidak hanya mendengar paparan, melainkan juga aktif terlibat dalam diskusi kelompok, melakukan self-assessment, dan menyusun ide-ide prioritas mereka sendiri. Dengan cara ini, masyarakat merasa memiliki program PROKLIM, bukan sekadar menjadi objek kegiatan. Proses bersama inilah yang akan membuat hasilnya lebih kuat dan berkelanjutan.”
Sebagai bentuk dukungan nyata, tim juga memberikan bantuan instrumen teknis kepada padukuhan berupa biopori dan komposter ke sebelas padukuhan yang ada di Banguntapan.
“Alat-alat ini sederhana tetapi berdampak besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim, terutama dalam pengelolaan sampah organik dan perbaikan kualitas tanah. Kami ingin agar warga bisa langsung mempraktikkan apa yang sudah dipelajari dalam workshop, sehingga hasilnya lebih terasa dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Diah Ayu Prawitasari selaku Ketua Divisi Teknis kegiatan sekaligus Dosen Teknik Lingkungan UII.
Selain dari tim internal, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber eksternal yaitu Sri Wahyuningsih, pendiri Komunitas Banyu Bening yang membagikan pengalaman dan inspirasi tentang pemanenan air hujan sebagai strategi adaptasi.
“Air adalah sumber kehidupan. Melalui pemanenan air hujan, kita tidak hanya menghemat sumber daya, tetapi juga mengajarkan kepada generasi berikutnya pentingnya hidup selaras dengan alam. Saya berharap warga Banguntapan bisa menjadikan pemanenan air hujan sebagai kebiasaan, bukan sekadar proyek. Jika hal ini dilakukan secara konsisten, kita akan memiliki ketahanan air yang kuat di masa depan,” harapnya.
Tidak hanya di lapangan, kegiatan ini juga diperkuat dengan agenda strategis di kampus. Di sela acara, dilakukan kunjungan ke Universitas Islam Indonesia untuk menandatangani implementation agreement (IA) antara PT. Arthaasia Finance, Yayasan GCI, dan PUSPIK UII. Penandatanganan ini menjadi tonggak penting yang mempertegas komitmen semua pihak dalam melanjutkan kerja sama CSR di bidang lingkungan dan iklim.

Awaluddin Nurmiyanto, Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, menyampaikan bahwa kerja sama ini adalah contoh nyata kolaborasi yang efektif. Ia menegaskan dengan program ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tidak serta merta hanya soal bantuan dana, tetapi juga bagaimana membangun program yang adaptif, partisipatif, dan berkelanjutan.
“Saya sangat mengapresiasi langkah yang diambil PT. Arthaasia Finance bersama Yayasan Generasi Cerdas Iklim dan PUSPIK UII. Dengan melibatkan akademisi, masyarakat, dan pemerintah lokal, kita tidak hanya menguatkan PROKLIM Banguntapan, tetapi juga memberi contoh model kolaborasi yang bisa direplikasi di daerah lain,” ungkapnya
Kegiatan pendampingan PROKLIM Banguntapan ini menghasilkan sejumlah capaian penting: baseline kesiapan PROKLIM di sebelas padukuhan, Buku Panduan PROKLIM tingkat padukuhan, serta rencana prioritas kegiatan untuk beberapa tahun ke depan. Dengan dukungan alat mitigasi berupa biopori dan komposter, warga diharapkan segera dapat menerapkan praktik adaptasi dan mitigasi yang dipelajari.
Penutupan kegiatan ditandai dengan optimisme bersama bahwa Banguntapan dapat segera naik kelas dari PROKLIM Utama menuju PROKLIM Lestari dan memotivasi padukuhan lainnya untuk mendaftarkan wilayahnya ke sistem PROKLIM. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi triple-helix yaitu korporasi, akademisi, dan komunitas mampu mendorong terciptanya aksi nyata menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. (IM/AHR/RS)
UII Gelar 5th ISSTEC 2025
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengadakan seminar internasional The 2025 Fifth International Seminar on Science and Technology (5th ISSTEC 2025). Seminar internasional ini digelar pada Selasa (23/09) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII dengan format hybrid yaitu tatap muka dan daring melalui kanal zoom meeting.
Mengusung tema Recent Breakthroughs in Science, Technology, & Data Analysis, ISSTEC 2025 menghadirkan forum ilmiah internasional yang menyoroti terobosan terbaru di bidang sains, teknologi, dan analisis data. Ruang lingkup ISSTEC 2025 mencakup berbagai disiplin ilmu, mulai dari fisika teoritis dan eksperimental, kimia fisik, ilmu lingkungan, nanoteknologi, farmasi, statistika terapan, sains data, dan bidang terkait lainnya. Dengan perkembangan sains dan teknologi yang pesat, ISSTEC 2025 hadir sebagai ruang untuk mendorong diskusi, berbagi gagasan inovatif, serta membangun kolaborasi yang dapat menjawab tantangan global maupun lokal.
ISSTEC merupakan konferensi akademik dua tahunan yang telah diadakan sejak tahun 2009 dan berlanjut pada 2019, 2021, dan 2023. Selama 16 tahun penyelenggaraannya, ISSTEC sukses menjadi forum ilmiah yang memberi dampak global dan menarik perhatian para peneliti dan akademisi dunia. Tahun ini, partisipan yang mengikuti sebanyak 634 orang yang berasal dari berbagai negara, di antaranya Taiwan, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Brazil, dan Malaysia yang berprofesi sebagai peneliti, akademisi, praktisi, serta mahasiswa sarjana maupun pascasarjana.
Pada tahun ini, ISSTEC 2025 menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka dari berbagai negara. Pada sesi keynote speech, hadir Prof. Teruna Jaya Siahaan dari School of Pharmacy, University of Kansas, Amerika Serikat yang menyampaikan materinya secara daring, serta tiga pembicara lainnya yang hadir secara langsung, yaitu Prof. Hiroyuki Nakamura dari Institute of Science, Tokyo, Jepang, Assoc. Prof. Mullika Traidej Chomnawang dari Mahidol University, Thailand, dan Prof. Daniel Wei-Chung Miao dari National Taiwan University of Science and Technology, Taiwan.
Selain itu, ISSTEC 2025 juga menghadirkan plenary speakers yang memperkaya diskusi akademik, di antaranya Assoc. Prof. ChM. Dr. Normah Binti Awang dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Dari internal Universitas Islam Indonesia, turut menjadi pembicara yakni Dr. Sci. Dhina Fitriastuti, S.Si., M.Sc., Dr. Raden Bagus Fajriya Hakim, S.Si., M.Si., Ayundyah Kesumawati, S.Si., M.Si., Dr. apt. Oktavia Indrati, S.Farm., M.Sc., dan Dr. apt. Aris Perdana Kusuma, S.Farm., M.Sc.
Sejalan dengan tema ISSTEC, Rektor UII, Fathul Wahid memberikan pengingat penting dalam sambutannya. Fathul Wahid mengutip survei dari Ipsos Global Trust Trustworthiness Index 2024 terhadap 23.500 responden dari 32 negara bahwa ilmuwan menempati peringkat kedua sebagai profesi yang paling dipercaya di dunia dengan 56% responden menyatakan percaya pada ilmuwan. Menurutnya, hasil survei ini menjadi pengakuan yang luar biasa sekaligus tanggung jawab yang serius bagi para ilmuwan.
“Ini berarti masyarakat mengharapkan kita tidak hanya menghasilkan pengetahuan yang dapat diandalkan, tetapi juga mengomunikasikan temuan kita dengan jelas, berinteraksi dengan pembuat kebijakan, dan membagikan ilmu pengetahuan secara terbuka kepada publik. Kita harus menjaga kepercayaan ini melalui integritas, transparansi, dan relevansi dalam pekerjaan kita, sehingga ilmu pengetahuan terus menjadi panduan dalam mencari solusi terhadap tantangan zaman,” ungkap Fathul Wahid.
Lebih lanjut, Dekan FMIPA UII, Prof. Riyanto, S.Pd., M.Si., Ph.D., menyampaikan harapan agar seminar ini tidak hanya menjadi ajang akademik yang produktif, tetapi juga mampu memperkaya wawasan, memperluas jejaring profesional, serta memantik kolaborasi baru yang dapat berkontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik di Indonesia maupun di tingkat global. Beliau juga berharap seluruh rangkaian kegiatan ISSTEC 2025 dapat berjalan dengan lancar, memberikan pengalaman berharga, serta meninggalkan kesan mendalam bagi seluruh peserta. (VA/AHR/RS)
UII Gelar Diskusi dan Peluncuran Buku Kajian Prof. Mitsuo Nakamura
Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Diskusi dan Peluncuran Buku Mengamati Islam di Indonesia 1971-2023 pada Selasa (23/09) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Buku ini merekam kajian antropologi budaya Islam Indonesia selama 52 tahun.
Prof. Emeritus Mitsuo Nakamura dikenal sebagai antropolog asal Jepang yang menaruh perhatian besar pada perkembangan Islam di Indonesia sejak awal 1971. Ia melakukan penelitian mendalam, terutama terkait gerakan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan dinamika Islam kultural yang menjadikannya salah satu rujukan penting bagi kajian Islam di tanah air.
Buku ini merangkum perjalanan panjang riset Prof. Nakamura selama lebih dari lima dekade yang menyoroti tidak hanya perkembangan Islam di Indonesia, tetapi juga menelaah interaksi umat muslim Indonesia dengan tradisi, modernitas, dan perubahan sosial-politik.
“Buku ini bukan sekadar kumpulan esai, melainkan sebuah lensa panjang yang memungkinkan kita menengok perubahan sosial, kultural, dan keagamaan bangsa ini selama lima dekade terakhir. Menariknya, meskipun tulisan pertama dalam buku ini ditulis pada tahun 1971, cakupannya jauh melampaui rentang waktu tersebut,” ungkap Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya.
Menariknya dalam buku ini, lanjut Fathul Wahid memiliki makna istimewa untuk UII yang dituliskan dalam salah satu esai yang mengulas Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Rektor pertama UII dan tokoh gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Melalui tulisan ini, pembaca dapat melihat gagasan dan perjuangan beliau, baik dalam pendidikan maupun dakwah yang menjadi bagian dari arus besar transformasi Islam Indonesia.
“Irisan ini mengingatkan kita bahwa perjalanan UII bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari ekosistem keilmuan dan gerakan sosial-keagamaan yang turut membentuk wajah bangsa,” ungkap Fathul Wahid.
Fathul Wahid menegaskan bahwa peluncuran buku ini bukan hanya dimaksudkan untuk mengenang perjalanan, tetapi juga untuk melihat trajektori Islam Indonesia ke depan. Menurutnya, buku tersebut penting dalam menjaga warisan keterbukaan, moderasi, dan peran sosial-keagamaan yang telah lama menjadi ciri khas Islam di Indonesia. Ia menilai, karya Prof. Nakamura ini dapat membantu mendesain masa depan dengan memahami akar-akar yang membentuk kondisi saat ini.
Sementara itu, Prof. Mitsuo Nakamura yang hadir langsung dalam acara diskusi dan peluncuran menyampaikan keyakinan akademisnya secara jujur dan obyektif tentang gerakan Islam di Indonesia. Ia ingin memberikan pengetahuan yang cukup kepada pembaca tentang gerakan Islam di Indonesia.
“Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian saya ini. Jadi ini dituliskan sama saya sebagai tanda terima kasih untuk orang-orang yang sudah membantu saya. Menurut keyakinan akademis saya sebagai antropolog, kalau hasil penelitian dituliskan hasilnya diberikan kepada orang-orang yang telah membantu, itu etika menurut saya,” ungkap Prof. Nakamura.
Acara ini dilanjutkan dengan diskusi dengan menghadirkan beberapa narasumber dari berbagai kalangan diantaranya Achmad Charris Zubair (budayawan), Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag (profesor hukum perdata Islam UII), Dr. Muhammad Najib Azca (dosen Sosiologi UGM), dan Prof. Dr. Phil. Al Makin, M.A (Guru Besr Filsafat UIN Sunan Kalijaga), bertindak sebagai moderator Dr. Trias Setiawati (Kepala Pusat Studi Gender UII). (AHR/RS)
UII Teguhkan Strategi Mutu dalam RTM SPMU 2025
Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Rapat Tinjauan Manajemen Sistem Penjaminan Mutu Universitas (RTM SPMU) pada Senin (22/09) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Audit Mutu Internal (AMI) Tahun 2025 dengan rangkaian visitasi telah dilaksanakan pada 28 Agustus hingga 16 September 2025 melibatkan seluruh unit di UII. RTM sebagai tahapan berjenjang dilaksanakan di lingkup fakultas (RTM-SPMF) pada 15-18 September 2025. Dengan demikian, seluruh hasil audit dan evaluasi dari unit-unit di fakultas dihimpun, dibahas, dan dirumuskan dalam forum tingkat universitas.
RTM-SPMU merupakan forum refleksi bersama atas hasil audit mutu internal sekaligus sebagai ruang untuk menetapkan strategi perbaikan dan peningkatan. RTM SPMU tahun ini memiliki makna khusus karena menjadi RTM terakhir bagi jajaran pimpinan universitas periode 2022-2026. Agenda yang dibahas dalam RTM yaitu hasil audit mutu internal, evaluasi umpan balik pelanggan, dan evaluasi kinerja unit (pencapaian sasaran, rencana, dan standar mutu). Selain itu, juga dibahas penanganan tindakan pencegahan dan koreksi, tindak lanjut RTM periode sebelumnya, perubahan yang dapat memengaruhi SPM, dan rekomendasi untuk peningkatan standar.
Acara dipandu oleh dosen Fakultas Hukum (FH) UII, Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H. dan hasil Audit Mutu Internal (AMI) disampaikan langsung oleh Rektor UII, Fathul Wahid. Laporan mencakup seluruh unit di UII, mulai dari dekanat, jurusan, program studi di semua jenjang, badan, direktorat, pusat studi universitas, laboratorium ISO 17025, hingga jajaran rektorat. Dalam pemaparannya, Fathul menyoroti empat poin penting evaluasi. Pertama, mengenai persentase jumlah pendaftar, khususnya pada program sarjana yang masih menjadi indikator utama dalam sejumlah akreditasi.
Kedua, tingkat kelulusan mahasiswa tepat waktu sesuai masa tempuh kurikulum yang dalam instrumen penilaian dikenal sebagai persentase mahasiswa angkatan TS-4 yang sudah lulus. Ketiga, ketepatan waktu penyerahan nilai oleh dosen. Keempat, tingkat kehadiran dosen yang juga menjadi aspek penting dalam menjaga mutu pembelajaran. Selain itu, laporan AMI 2025 juga memotret capaian riset, publikasi, dan pengabdian kepada Masyarakat yang perlu diperkuat untuk mendukung pencapaian Sasaran Mutu, Rencana Strategis UII, dan standar akreditasi nasional maupun internasional.
Usai penyampaian hasil AMI rapat dilanjutkan dengan sesi diskusi untuk membahas berbagai rekomendasi tindak perbaikan. Dalam sesi ini, peserta rapat menyampaikan umpan balik dan saran perbaikan yang relevan dengan unit masing-masing. Hasil diskusi tersebut nantinya akan dirumuskan dalam Surat Keputusan (SK) Rektor yang bersifat mengikat. SK ini akan menjadi acuan tindak lanjut pada periode kepemimpinan berikut serta akan diintegrasikan ke dalam Rapat Kerja (Rakorja) universitas dan fakultas.
Dengan semangat rahmatan lil-‘alamin, RTM-SPMU 2025 semakin menegaskan komitmen UII untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, memperkuat tata kelola, serta menyiapkan transisi kepemimpinan yang berkelanjutan. (RM/MKLW/AHR/RS)
PPK Ormawa Jafana UII Latih Petani Produksi Nitrobacter untuk Efisiensi Pupuk
PPK Ormawa Jafana UII Gelar Workshop Pembuatan IMO-1 untuk Penguatan Ketahanan Pangan
Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) Jafana Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan workshop pembuatan IMO-1 (Indigenous Microorganism) yang dilaksanakan pada Senin (22/09) di Lahan Ketahanan Pangan BUMKal Sambirejo. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan mengaplikasikan teknologi mikroorganisme lokal sebagai pembenah tanah, dimana IMO-1 merupakan tahap awal dari rangkaian proses IMO 1-5 yang berfungsi meningkatkan kandungan dan komposisi tanah untuk mendukung ketahanan pangan berkelanjutan. Workshop diikuti oleh Komunitas Sri Binangun dengan menghadirkan Rais dari BPTPH (Balai Proteksi Tanaman Pertanian Hortikultura) sebagai narasumber.
Kegiatan dilaksanakan dengan metode pelatihan praktik langsung pembuatan IMO-1 , dimana peserta diberikan pembekalan teori tentang konsep IMO dan praktik pengumpulan mikroorganisme lokal dari lingkungan sekitar untuk dijadikan starter kultur. Workshop berhasil dilaksanakan dengan antusiasme tinggi dari seluruh peserta, dimana peserta mampu memahami konsep IMO-1 dan berhasil membuat IMO-1 sebagai starter untuk proses selanjutnya. Material IMO-1 yang dihasilkan siap untuk dikembangkan menjadi IMO 2-5 dalam tahapan berikutnya, dan diharapkan peserta dapat melanjutkan pembelajaran dengan workshop IMO tahap 2-5 secara berkelanjutan agar dapat mengaplikasikan teknologi ini secara optimal di lahan pertanian mereka untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian. (SAA/AHR/RS)
PUSPIK UII Lakukan Pendampingan PROKLIM di Banguntapan
Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PUSPIK) Universitas Islam Indonesia dan Yayasan Generasi Cerdas Iklim (GCI) bersama dengan dukungan pendanaan Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dari PT. Arthaasia Finance (AAF), menyelenggarakan kegiatan Pendampingan Program Kampung Iklim (PROKLIM) di Kalurahan Banguntapan, Bantul pada Jum’at dan Sabtu (19-20/09). Kegiatan ini melibatkan partisipasi aktif dari perangkat desa, tokoh masyarakat, kader lingkungan, serta kelompok ibu-ibu PKK dari sebelas padukuhan yang ada di Banguntapan.
Dalam sambutannya, Lurah Banguntapan, Basirudin, menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah berkolaborasi dalam kegiatan ini. Baginya, PROKLIM bukan sekadar program nasional, melainkan sarana nyata bagi desa kami untuk belajar, memperkuat kelembagaan, dan menghidupkan semangat warga agar peduli terhadap lingkungan.
“Kami sangat mengapresiasi kehadiran tim CSR dari PT. Arthaasia Finance bersama Yayasan Generasi Cerdas Iklim dan PUSPIK UII. Kehadiran kegiatan ini menjadi motivasi bagi kami untuk semakin berbenah dan berproses. Kami berharap langkah kecil ini menjadi awal dari perjalanan panjang menuju Banguntapan sebagai PROKLIM Lestari,” harap Basirudin.
Ikrom Mustofa, Koordinator tim pendamping sekaligus Pendiri Yayasan Generasi Cerdas Iklim dan Dosen Jurusan Teknik Lingkungan UII, menekankan pentingnya menjadikan pendampingan PROKLIM ini sebagai program berkelanjutan.
“Kegiatan ini tidak berhenti hanya pada dua hari pelaksanaan. Program Pendampingan PROKLIM yang kami lakukan bersama mitra akan menjadi bagian dari pengabdian masyarakat yang berkesinambungan. Akademisi, praktisi, dan komunitas harus terus hadir dalam mengawal masyarakat agar tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mampu menerapkan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di lingkungannya sendiri. Kami percaya, kolaborasi lintas pihak ini akan memperkuat kapasitas desa-desa dalam menghadapi tantangan perubahan iklim,” jelas Ikrom.
Sementara itu, Tiro Nugroho, General Manager PT. Arthaasia Finance, mengungkapkan kegembiraannya melihat partisipasi warga dan keberhasilan kegiatan yang berlangsung selama dua hari. Menurutnya, CSR perusahaan tidak hanya sebatas bantuan finansial, melainkan juga komitmen untuk membangun masa depan yang lebih baik.
“Kami merasa sangat bangga dapat menjadi bagian dari perjalanan Kalurahan Banguntapan menuju PROKLIM Lestari. Melalui CSR ini, kami ingin menunjukkan bahwa sektor swasta bisa berkontribusi nyata dalam aksi iklim di tingkat komunitas. Melihat antusiasme bapak-ibu dukuh, kader lingkungan, serta ibu-ibu PKK, kami semakin yakin bahwa program ini akan memberikan dampak jangka panjang. Semoga kerjasama ini menjadi titik awal kolaborasi yang berkesinambungan dengan masyarakat dan dunia akademik,” jelasnya.
Dewi Wulandari, Direktur PUSPIK UII, menambahkan bahwa kolaborasi ini sejalan dengan misi perguruan tinggi untuk terlibat dalam pembangunan berkelanjutan. Ia menyatakan, kehadiran tim yang ia pimpin bukan hanya untuk memberikan pengetahuan, tetapi juga untuk belajar dari kearifan lokal yang sudah ada di masyarakat Banguntapan.
“PUSPIK UII melihat bahwa kolaborasi antara dunia akademik, masyarakat, dan korporasi menjadi model penting dalam menjawab tantangan perubahan iklim. Kami berterima kasih kepada PT. Arthaasia Finance dan Yayasan Generasi Cerdas Iklim yang telah membuka ruang kolaborasi ini. Semoga apa yang kita lakukan hari ini akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat Banguntapan,” tutur Dewi.
Lebih jauh, Ibnu Darmawan, tim pendamping yang juga Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UII, menyoroti metode partisipatif yang diterapkan dalam kegiatan ini. Menurutnya, pendekatan yang dilakukan oleh tim PUSPIK UII bukan satu arah, tetapi berbasis partisipasi.
“Para dukuh dan kader yang hadir tidak hanya mendengar paparan, melainkan juga aktif terlibat dalam diskusi kelompok, melakukan self-assessment, dan menyusun ide-ide prioritas mereka sendiri. Dengan cara ini, masyarakat merasa memiliki program PROKLIM, bukan sekadar menjadi objek kegiatan. Proses bersama inilah yang akan membuat hasilnya lebih kuat dan berkelanjutan.”
Sebagai bentuk dukungan nyata, tim juga memberikan bantuan instrumen teknis kepada padukuhan berupa biopori dan komposter ke sebelas padukuhan yang ada di Banguntapan.
“Alat-alat ini sederhana tetapi berdampak besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim, terutama dalam pengelolaan sampah organik dan perbaikan kualitas tanah. Kami ingin agar warga bisa langsung mempraktikkan apa yang sudah dipelajari dalam workshop, sehingga hasilnya lebih terasa dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Diah Ayu Prawitasari selaku Ketua Divisi Teknis kegiatan sekaligus Dosen Teknik Lingkungan UII.
Selain dari tim internal, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber eksternal yaitu Sri Wahyuningsih, pendiri Komunitas Banyu Bening yang membagikan pengalaman dan inspirasi tentang pemanenan air hujan sebagai strategi adaptasi.
“Air adalah sumber kehidupan. Melalui pemanenan air hujan, kita tidak hanya menghemat sumber daya, tetapi juga mengajarkan kepada generasi berikutnya pentingnya hidup selaras dengan alam. Saya berharap warga Banguntapan bisa menjadikan pemanenan air hujan sebagai kebiasaan, bukan sekadar proyek. Jika hal ini dilakukan secara konsisten, kita akan memiliki ketahanan air yang kuat di masa depan,” harapnya.
Tidak hanya di lapangan, kegiatan ini juga diperkuat dengan agenda strategis di kampus. Di sela acara, dilakukan kunjungan ke Universitas Islam Indonesia untuk menandatangani implementation agreement (IA) antara PT. Arthaasia Finance, Yayasan GCI, dan PUSPIK UII. Penandatanganan ini menjadi tonggak penting yang mempertegas komitmen semua pihak dalam melanjutkan kerja sama CSR di bidang lingkungan dan iklim.
Awaluddin Nurmiyanto, Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, menyampaikan bahwa kerja sama ini adalah contoh nyata kolaborasi yang efektif. Ia menegaskan dengan program ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tidak serta merta hanya soal bantuan dana, tetapi juga bagaimana membangun program yang adaptif, partisipatif, dan berkelanjutan.
“Saya sangat mengapresiasi langkah yang diambil PT. Arthaasia Finance bersama Yayasan Generasi Cerdas Iklim dan PUSPIK UII. Dengan melibatkan akademisi, masyarakat, dan pemerintah lokal, kita tidak hanya menguatkan PROKLIM Banguntapan, tetapi juga memberi contoh model kolaborasi yang bisa direplikasi di daerah lain,” ungkapnya
Kegiatan pendampingan PROKLIM Banguntapan ini menghasilkan sejumlah capaian penting: baseline kesiapan PROKLIM di sebelas padukuhan, Buku Panduan PROKLIM tingkat padukuhan, serta rencana prioritas kegiatan untuk beberapa tahun ke depan. Dengan dukungan alat mitigasi berupa biopori dan komposter, warga diharapkan segera dapat menerapkan praktik adaptasi dan mitigasi yang dipelajari.
Penutupan kegiatan ditandai dengan optimisme bersama bahwa Banguntapan dapat segera naik kelas dari PROKLIM Utama menuju PROKLIM Lestari dan memotivasi padukuhan lainnya untuk mendaftarkan wilayahnya ke sistem PROKLIM. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi triple-helix yaitu korporasi, akademisi, dan komunitas mampu mendorong terciptanya aksi nyata menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. (IM/AHR/RS)
Mahasiswa Kedokteran UII Ikuti International Camp di Kenya
Mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali meraih kesempatan tampil di ajang internasional. Tiga mahasiswa, yakni Satria Akbar Putra Asmara (2023), Muhammad Yahya Ayyash (2023), dan Ulil Albab Habibah (2019), mengikuti 23rd International Camp for Medical Students 2025 di Mombasa, Kenya, pada 2–6 Agustus 2025.
Ajang internasional tahunan ini dihelat oleh Federation of Islamic Medical Associations (FIMA) sebagai ruang kolaborasi dan silaturahmi dokter muslim dari seluruh dunia. Mengangkat tema Medicine through Time: An Islamic Perspective, kegiatan ini mencakup kuliah umum yang membawakan berbagai topik hingga bakti sosial ke Distrik Kisauni. Acara ini juga dihadiri oleh 110 delegasi dari berbagai negara meliputi Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Arab Saudi, Suriah, Palestina, Turki, Kenya, Unganda, Kongo, dan Afrika Selatan.
Satria, salah satu delegasi FK UII, saat diwawancarai menceritakan kegiatan mereka di Distrik Kisauni. Bersama teman sejawatnya, ia terlibat dalam penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan, termasuk pengukuran antropometri, pengecekan gula darah, serta sosialisasi resusitasi jantung paru (RJP) untuk kondisi darurat.
“Selain itu, ada sesi bertukar budaya dengan menceritakan kebudayaan, keadaan, dan perkembangan organisasi kedokteran muslim di negara masing-masing. Tak lupa, ada medical conference yang menghadirkan salah satu narasumber yaitu dr. Syarif Gazali, seorang ahli bedah plastik dari Inggris. Ia membahas integrasi antara ajaran Islam dengan kedokteran modern serta menyoroti ilmuwan-ilmuwan muslim yang berperan dalam kedokteran modern,” ungkap Satria
Satria juga mengungkapkan pengalaman berkesan selama bakti sosial di Distrik Kisauni, sebuah wilayah kumuh di Mombasa. Pemandangan sumber air yang keruh dan kotor menjadi kenyataan pahit bagi warga disana yang ia dan teman sejawatnya saksikan langsung.
“Kita bener-bener ngelihat kondisi disana, seperti yang digambarkan oleh WHO. Terlepas dari hal itu, kemampuan berbahasa inggris warga disana itu jago banget karena bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa dalam pendidikan sedangkan untuk bahasa sehari-hari baru menggunakan bahasa lokal, Swahili, tapi mereka juga tetap menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya dalam beraktivitas,” ujar Satria.
Di tengah kegiatan, Satria dan teman-teman sejawatnya pun tak lepas dari tantangan mulai dari kondisi keamanan negara Kenya yang rawan pencurian hingga tindakan rasisme terutama untuk orang berkulit putih.
“Selain itu, tantangannya adalah bahasa inggris dimana kalo di Indonesia kita tidak terlalu terbiasa untuk menggunakan bahasa inggris untuk daily conversation. Tapi di benua Afrika itu menggunakan bahasa inggris khususnya untuk pendidikan. Sebenarnya ini menjadi insight yang unik juga bahwa negara-negara di Afrika itu tidak seburuk yang kita bayangkan. Mereka juga tetap menghormati dan mendengarkan kita saat berbicara agak lambat dalam bahasa Inggris,” jelas Satria.
Terlepas dari tantangan yang dihadapi, Satria dan teman sejawatnya mendapat pelajaran berharga, terutama tentang rasa syukur.
“Pelajaran penting bagi kami adalah banyak bersyukur saat melihat kondisi kawasan kumuh di sana. Di Indonesia kita sering mengeluh, tapi di Kenya, kebutuhan dasar seperti air bersih sangat terbatas dan lingkungannya kumuh. Bahkan hanya Nairobi yang terbilang rapi,” kata Satria.
Tak lupa, Satria juga berpesan kepada teman-teman sejawat mahasiswa kedokteran untuk sesekali terjun ke daerah kumuh karena pengalaman tersebut mampu menambah rasa bersyukur dan menumbuhkan kepedulian kepada sesama manusia. (AHR/RS)
130 Mahasiswa Akuntansi UII Lulus Sertifikasi Auditor Forensik
Program Studi Akuntansi Program Sarjana Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meluluskan 130 mahasiswanya dalam sertifikasi Pencegahan dan Pendeteksian Fraud. Kelulusan secara resmi ditandai dengan penyerahan sertifikat auditor forensik yang digelar pada Kamis (18/9) di Gedung Prof. Dr. Ace Partadiredja, Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UII.
Selain prosesi penyerahan sertifikat, acara juga diisi dengan kuliah pakar yang menghadirkan Wakil Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Sleman, M. Yudhika Elrifi, M.Sc., Ak., CA., BPKP., CPA., CFrA., CFI, sebagai narasumber. Turut hadir dalam acara Dekan Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII, Prof. Johan Arifin, S.E., M.Si., Ph.D. dan Ketua Pusat Studi Auditor Forensik UII, Hendi Yogi Prabowo, S.E., M.For.Accy., Ph.D.
Hendi Yogi Prabowo mengemukakan, untuk membangun nilai – nilai anti-korupsi di Indonesia, Program Studi Akuntansi Program Sarjana UII berkomitmen menjadikan anti-korupsi sebagai salah satu komponen wajib dalam pembelajaran akuntansi di kalangan mahasiswa program sarjana. Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah adanya program Certified Forensic Auditor (CFrA) Klaster 1 yang melekat pada pembelajaran Audit Forensik untuk mahasiwa program sarjana akuntansi.
Dijelaskan Hendi Yogi Prabowo, program sertifikasi yang diakui secara nasional ini bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSP- AF) dan merupakan satu – satunya program CFrA Klaster 1 di Indonesia yang dapat diikuti oleh mahasiwa program sarjana akuntansi. Mahasiswa yang telah lulus program ini akan mendapatkan status sebagai Ahli Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan (fraud) yang diakui secara nasional.
Lebih lanjut Hendi Yogi Prabowo menjelaskan, sebagai sebuah penyakit sosial yang serius, korupsi berdampak pada rusaknya kepercayaan publik, penurunan kualitas layanan masyarakat, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu diberikan perhatian khusus dalam pemberantasannya. Upaya penindakan tegas yang telah dilakukan selama bertahun – tahun terbukti belum cukup dalam menuntaskan permasalahan korupsi di Indonesia. Pembangunan budaya integritas melalui pendidikan, terutama pendidikan anti-korupsi, adalah salah satu solusi terbaik untuk menutup keran korupsi dari hulu.
Menurut Hendi Yogi Prabowo, pentingnya pendidikan anti-korupsi terkait dengan perannya dalam membangun cara pandang yang baik terhadap lingkungan serta pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan semangat anti-korupsi di Indonesia. Adanya cara pandang yang baik terhadap lingkungan akan menghasilkan generasi muda yang tidak hanya tahu bahwa korupsi adalah perbuatan yang salah namun juga memahami pentingnya untuk tidak menormalisasi korupsi meskipun berhadapan dengan tekanan sosial atau kepentingan – kepentingan tertentu.
Di sisi lain, lanjut Hendi Yogi Prabowo, tanpa pengetahuan mencukupi tentang mekanisme yang benar terkait dengan proses-proses organisasi yang ada di lingkungan kita, maka akan sulit bagi kita untuk mengenali pola-pola penyimpangan yang dapat mengarah kepada tindak pidana korupsi. Dengan pengetahuan dan kapasitas yang mencukupi untuk mencegah dan mendeteksi korupsi maka akan diharapakan untuk terjadinya perbaikan sistemik yang nyata.
“Pendidikan anti-korupsi yang menyatukan nilai, pengetahuan, dan praktik akan melahirkan generasi penerus bangsa yang bukan hanya menolak, melainkan juga mampu mencegah dan mengungkap korupsi secara proaktif dan efektif,” tandas Hendi Yogi Prabowo.
Hendi Yogi Prabowo menegaskan, dalam upaya pemberantasan korupsi, generasi muda menempati posisi yang sangat strategis. Generasi muda Indonesia saat ini tumbuh sebagai warga digital yang sangat akrab dengan data dan teknologi dan mampu mengolah informasi dengan cepat serta membangun jejaring yang luas. Potensi ini tidak boleh hanya dibiarkan menjadi potensi laten dan perlu diarahkan dengan kurikulum pendidikan yang kontekstual sesuai dengan kebutuhan Masyarakat. Lembaga pendidikan tinggi seperti universitas memiliki peran strategis dalam membentuk sumber daya manusia yang akan memimpin Indonesia di masa depan.
Pada titik inilah menurut Hendi Yogi Prabowo, pendidikan antikorupsi harus bergerak dari ruang seminar insidental ke jalur utama kurikulum. Pendidikan anti-korupsi semestinya bukan hanya sebagai pelengkap kurikulum, melainkan sebagai salah satu fondasi masa depan bangsa. Bila ruang – ruang kuliah dapat menjadi ladang penanaman nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang relevan terkait anti-korupsi, maka di masa yang akan datang lingkungan organisasi dan profesi pun akan dipenuhi oleh SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi.
“Dengan kurikulum pendidikan akuntansi yang memberikan ruang yang lebih luas pada pendidikan anti-korupsi, Prodi Sarjana Akuntansi UII berkomitmen untuk menghasilkan generasi akuntan profesional yang tidak hanya berintegritas tinggi namun juga mempunyai kompetensi anti-korupsi berstandar tinggi. Dengan komitmen ini UII akan selalu menjadi bagian dari gerakan perubahan menuju Indonesia yang maju dan bebas korupsi,” tutur Hendi Yogi Prabowo.
UII dan TII Komitmen Perjuangkan Kebebasan Akademik
Universitas Islam Indonesia.(UII) berkolaborasi dengan The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) mengadakan kegiatan Diseminasi Hasil Riset dengan tajuk, “Menjaga Kebebasan Akademik, Merawat Demokrasi Bangsa” pada Kamis (18/09) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya dan komitmen akademik dalam menanggapi beragam isu tantangan kebebasan akademik dan menyuarakan kepentingan kaum marjinal agar dapat didengar dan diperhitungkan oleh elit politik.
Kegiatan diawali dengan sambutan oleh Rektor UII, Fathul Wahid. Dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa akhir-akhir ini kebebasan akademik menghadapi beragam tantangan dalam beberapa dekade terakhir. Salah satunya adalah pergeseran relasi antara negara dengan perguruan tinggi dari kontrol langsung menjadi pengendalian jarak jauh oleh negara. “Ada beragam studi yang bisa kita kutip disini misalnya, bahwa saat ini sebetulnya perguruan tinggi sering dibingkai sebagai barang publik tetapi dalam praktiknya seringkali diberlakukan seperti komoditas,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan beberapa negara di dunia terjadi pergeseran budaya politik yang sering dibingkai dengan istilah pemerintahan yang populisme. Pergeseran budaya politik ini berpengaruh bagi kebebasan akademik. “Bentuknya bisa bermacam-macam, pembatasan topik-topik yang sifatnya kritis dan bahkan pelemahan institusi yang seharusnya menjaga kebebasan akademik. Pertanyaanya, bagaimana di Indonesia?” ujarnya sekaligus memantik sesi diskusi.
Direktur Eksekutif TII, Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D dalam penyampaian hasil risetnya menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki banyak permasalahan mengenai kebebasan akademik. Menurutnya, indikator menurunnya integritas perguruan tinggi serta ekspresi akademik dan budaya adalah semakin sempitnya ruang aman untuk berpikir kritis dan menyuarakan pandangan alternatif di lingkungan perguruan tinggi.
TII dalam penelitiannya menganalisis kebebasan akademik di Indonesia menggunakan dua konsep. “Yang pertama untuk mengevaluasi kebijakan terkait perlindungan kebebasan akademik, terkait proses kebijakan tersebut, dan kami menggunakan konsep lain terkait sistem hukum.” Meski Adinda menyatakan secara normatif kebijakan kebebasan akademik sudah cukup lengkap, dalam praktiknya, Indonesia masih lemah dalam budaya hukum. “Jadi, literasi kita dalam budaya hukum mengenai kebebasan akademik juga masih rendah, atau ketika kita menyatakan kebebasan akademik itu penting tapi belum menjadi prioritas. Makanya, tidak heran kalau hari ini kita masih menyaksikan masih maraknya pelanggaran kebebasan akademik termasuk ketika ada teman-teman mahasiswa yang ditangkap, ada yang hilang, dan bentuk-bentuk represi dan pelanggaran lainnya,” ungkapnya. Dalam pemaparan materi TII mencatat 86 kasus pelanggaran kebebasan akademik dalam rentang tahun 2019 hingga Juli 2025 dengan mahasiswa sebagai kelompok paling terdampak dengan jumlah 44 kasus.
Sementara itu, Eko Riyadi, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum UII dan Direktur Pusat Studi HAM UII dan Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB) dan Direktur Pusat Studi Agama & Demokrasi UII menambahkan sesi diskusi untuk membahas bagaimana menempatkan kebebasan akademik dalam kebebasan berekspresi dan dalam konteks akademik itu sendiri. “Kebebasan akademik dalam kerangka hak asasi manusia diletakkan menjadi bagian dari hak sipil yang sangat dekat dengan kebebasan berekspresi.” ujar Eko.
Ia juga menambahkan bahwa kritis dalam berpikir sangat penting bagi seorang pembelajar atau mahasiswa. Jika, ada stratifikasi antara mahasiswa dengan dosen terlebih lagi pemerintah maka akan semakin sulit membangun kritisisme dalam lingkungan perguruan tinggi dan juga negara. Prof. Masduki juga menegaskan bahwa tujuan akhir dari kebebasan akademik adalah pemenuhan hak atas pendidikan bagi semua orang.
TII dalam penyampaian materinya memberikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan seperti pembentukan Peraturan Khusus Perlindungan Kebebasan Akademik yang melibatkan Kemendikbudristek dan Komnas HAM untuk merumuskan regulasi khusus atau amandemen Permendiktisaintek tentang Kebebasan Akademik dan Penyusunan SOP dan Protokol Perlindungan di Perguruan Tinggi.
Forum diseminasi ditutup secara simbolis dengan penandatangan Pernyataan Komitmen Bersama “Menjaga & Memperjuangkan Kebebasan Akademik” oleh Rektor UII , Fathul Wahid dan Direktur Eksekutif TII, Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D. Terakhir Adinda menegaskan bahwa kebebasan akademik adalah tanggung jawab bersama. “Kebebasan itu bukan sesuaitu yang cuma-cuma, kebebasan itu harus diperjjuangkan bersama karena itu bagian dari hak asasi kita, dan kita sebagai akademisi yang berpikiran maju, bermanfaat, dan relevan untuk sekitar kita maka itu perlu diperjuangkan bersama-sama,” pungkasnya. (AAO/AHR/RS)
Islam, Etika, dan Keadilan Jadi Jawaban untuk Negeri yang Terluka
Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta memadati Ruang Teatrikal Gedung Kuliah Umum, Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), pada Rabu (17/9). Mereka menghadiri Kajian Mahasiswa Muslim Jilid IV yang digelar Takmir Masjid Al Barkah LLDIKTI Wilayah V bekerja sama dengan UII dengan tema Islam, Etika, dan Keadilan: Solusi Islam untuk Negeri yang Terluka.
Acara ini diikuti oleh lebih dari 180 mahasiswa delegasi dari 92 perguruan tinggi yang berada di bawah koordinasi LLDIKTI Wilayah V. Dalam sambutannya, Prof. Setyabudi menegaskan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga kuat dalam hal akhlak dan moral. Ia menyoroti kondisi sosial mahasiswa di Yogyakarta yang belakangan ini memunculkan keprihatinan. Menurutnya, berbagai persoalan perilaku menyimpang membuat sebagian orang tua merasa khawatir menyekolahkan anak-anaknya di kota pelajar ini.
“Kondisi ini tentu memprihatinkan. Bahkan ada orang tua yang sampai takut menyekolahkan anaknya di Yogyakarta. Harapan kami, melalui kajian ini akan lahir secercah cahaya terang yang bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa untuk kembali meneguhkan nilai-nilai Islam, etika, dan keadilan,” ujar Prof. Setyabudi.
Puncak kegiatan diisi dengan kajian utama yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Sadzali, Lc., M.H. Dalam paparannya, Ia menekankan bahwa Islam menawarkan solusi menyeluruh bagi berbagai permasalahan bangsa. Menurutnya, keadilan dan etika adalah fondasi penting yang harus ditegakkan agar masyarakat dapat keluar dari krisis moral dan sosial.
Ustadz Sadzali juga menyoroti fenomena “matinya kepakaran” di era digital. Ia mengungkapkan keprihatinannya karena masyarakat saat ini cenderung lebih mempercayai pendapat influencer di media sosial dibandingkan para pakar yang memiliki kredibilitas keilmuan. “Ini fenomena yang miris. Popularitas seringkali lebih didengar daripada kompetensi. Jika hal ini terus dibiarkan, maka kebenaran bisa terkaburkan oleh opini yang dangkal dan menyesatkan,” tegasnya.
Menurutnya, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk tidak ikut terjebak dalam arus informasi yang menyesatkan. Ia mengajak generasi muda kampus untuk menghidupkan kembali budaya menghormati ilmu pengetahuan dan menjadikan para ahli sebagai rujukan utama dalam mencari kebenaran.
Antusiasme peserta terlihat sepanjang acara, banyak mahasiswa menilai topik yang diangkat sangat relevan dengan kondisi bangsa saat ini, terutama di tengah maraknya krisis keadilan sosial, degradasi moral, serta derasnya arus informasi yang tidak terverifikasi.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya memandang Islam sebatas ajaran spiritual, tetapi juga sebagai panduan etika yang mampu memberikan solusi nyata bagi berbagai problematika bangsa. Dengan demikian, generasi muda dapat berperan aktif mewujudkan negeri yang lebih adil, beradab, dan bermartabat. (ELKN/AHR/RS)