Jalan Pintas Publikasi Ilmiah

Tidak mengada-ada! Nurani akademik saya terusik ketika melihat beberapa poster undangan menulis beberapa jurnal ilmiah di Indonesia di linimasa media sosial. Poster tersebut menuliskan secara eksplisit, bahwa pengelola jurnal dapat melayani penomoran mundur untuk keperluan pengisian beban kinerja dosen (BKD) yang wajib diisi oleh dosen setiap semester.

Poster lain memuat hitung-hitungan. Meski harus membayar dalam jumlah tertentu, tetapi dosen penulis masih untung karena nominal biayanya lebih rendah dibandingkan akumulasi tunjangan sertifikasi dosen yang diterima. Ada analisis laba-rugi di sana. Elok nian!

Sekilas tidak ada yang salah. Pun tidak ada yang berpendapat miring, baik dalam kolom komentar maupun grup media media. Sialnya, saya pun tidak punya keberanian untuk mengomentari secara langsung, karena pertimbangan mudarat-maslahat. Saya berharap, saya tidak sendirian terbenam dalam kegalauan, ketika menemukan fenomena ini. Bisa jadi, sebagian dosen langsung berseloroh ini masih wilayah ‘abu-abu’.

 

Alasan pembenar

Dalam diskusi informal terbatas, isu tersebut kadang dibahas. Beberapa alasan pembenar pun bermunculan. Termasuk di antaranya adalah beban dosen yang terlalu tinggi, sehingga tidak mungkin melakukan riset dengan baik. Secara satiris, alasan ini diilustrasikan sebagai Doctor Strange, tokoh rekaan Marvel, dengan tangan banyak yang setiapnya menyimbolkan tugas dosen.

Alasan lain ikut menimpali, terkait penghasilan dosen yang rendah, sehingga sebagian harus mencari cara yang menyita waktu dan energi untuk menjamin keberlangsungan hidup. Betul, di sebagian perguruan tinggi, dosen terperhatikan dengan baik dan mendapatkan penghasilan yang mencukupi. Tetapi, tidak demikian halnya di banyak perguruan tinggi lain. Survei terkait kesejahteraan dosen di Indonesia ikut menguatkan klaim ini.

Meskipun alasan-alasan di atas merupakan fakta sosial yang tidak mudah ditampik, apakah itu dapat menjadi pembenar penggadaian integritas akademik?

Integritas akademik seharusnya berada di atas formalitas yang terlihat. Ada nilai-nilai luhur yang berhak dijaga dengan baik oleh kalangan dosen, termasuk kejujuran dan tanggung jawab.

 

Integritas akademik

Banyak aspek yang dapat didaftarkan di sini. Yang paling awal adalah motivasi atau niat dalam publikasi ilmiah. Tentu, kita sepakat, niat bersifat personal. Selain itu, juga tak ada seorang pun di muka bumi uang berhak memaksakan niat kepada orang lain. Riset menemukan bahwa dosen tidak selalu merespons baik terhadap stimulus eksternal. Motivasi intrinsiknya lebih kuat. Karenanya, di sini, kesadaran etis personal dosen menjadi sangat penting.

Beragam motivasi mulia publikasi ilmiah, dapat ditulis di sini, termasuk kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, peningkatan manfaat hasil riset, dan edukasi khalayak yang lebih luas.

Apakah tidak boleh menggunakan motivasi lain? Tidak ada yang berhak melarang. Di sana ada beragam niat. Di antaranya untuk mendapatkan insentif, mendukung karier akademik, dan meningkatkan profil personal.

Apapun motivasinya, pertanyannya sama: apakah layak menjadi alasan pelanggaran integritas akademik?

 

Godaan jalan pintas

Saya berharap, jawaban jujur atas pertanyaan di atas cenderung ‘tidak’. Meski di lapangan teriakan ‘tidak’ tersebut masih terdengar sayup-sayup. Poster yang diungkap di atas merupakan sebagian buktinya. Sikap diam yang ada pun bisa jadi juga indikasi persetujuan atau toleransi.

Kehadiran jalan pintas pun akhirnya menggoda para dosen melanggar integritas akademik.  Hal ini bisa mewujud dalam beragam trik, termasuk menjadi ‘penumpang gelap’ (free rider) dengan mengklaim kepengarangan tanpa kontribusi yang jelas dan pemilihan kanal publikasi yang tidak terjamin mutunya karena tanpa melalui proses penelaahan sejawat (peer review) yang memadai. Termasuk dalam kelompok terakhir adalah sengaja melakukan publikasi pada jurnal yang terindikasi pemangsa (predatory journals), yang biasanya mengharuskan penulis untuk membayar sejumlah uang. Meski harus dicatat, tidak semua jurnal yang mengenakan biasa, masuk ke dalam katogori ini.

Modus pelanggaran integritas akademik masih banyak, termasuk dengan fabrikasi dan falsifikasi data serta plagiarisme. Fabrikasi data dilakukan dengan memproduksi data yang sebetulnya tidak pernah ada atau dikumpulkan. Falsifikasi dilakukan dengan menambah, mengurangi, atau mengubah data supaya sesuai dengan keinginan penulis, termasuk untuk membuktikan hipotesis.

Plagiarisme atau penjiplakan sering kali dipahami sebagai isu teknis, selama tidak ketahuan oleh mesin pengecek, dianggap tidak bermasalah. Mesin pengecek plagiarisme dapat dikecoh dengan strategi tertentu.

Plagiarisme adalah isu etika. Yang paling tahu, apakah sebuah tulisan mengandung praktik plagiarisme adalah penulisnya. Proses penulisan menentukan ini semua. Yang dibutuhkan hanya kejujuran dan keberanian mengakuinya.

Menolak godaan jalan pintas tidak selalu mudah, tetapi tidak ada pilihan lain, jika kita ingin menjaga integritas akademik. Jika tidak, masihkah kita ingat pepatah: guru kencing berdiri, murid kencing berlari? Saya tidak punya keberanian untuk membayangkan.

Tulisan ini sudah tayang di Kolom Analisis Harian Kedaulatan Rakyat edisi 7 September 2023.