Kampanyekan Resusitasi Jantung Paru, Mahasiswa FK UII Raih Juara Nasional

Tim Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) berhasil meraih Juara 3 Nasional Poster Publik Andalas Scientific Fair (ASF Avicena) yang diadakan oleh Universitas Andalas pada Minggu (13/11) di Kota Padang, Sumatera Barat. Tim yang terdiri dari Zavia Putri Salsabila, Zulfania Rahmah, dan Nisrina Salsabila tampil menggiatkan penanganan pertama pada kasus henti jantung.

Zavia menjelaskan bahwa henti jantung mendadak terjadi akibat gangguan pada listrik sehingga jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya dapat menyebabkan kerusakan otak permanen sampai kematian. Penderita perlu diberikan pertolongan pertama yang tepat dan cepat guna menyelamatkan nyawa korban. “Kemampuan pertolongan masyarakat Indonesia terkait kasus henti jantung masih minim,” jelas Zavia.

Dia juga mengingatkan kasus yang baru-baru ini terjadi di Indonesia tragedi Kanjuruhan maupun tragedi Itaewon di Korea Selatan yang mengakibatkan kesulitan bernapas sehingga terjadi kasus henti jantung. 

Selain itu, risiko henti jantung memang tinggi pada penderita penyakit tertentu, misalnya penyakit jantung koroner, hipertensi, kolesterol tinggi, obesitas, diabetes, dan gagal ginjal kronis. Kebiasaan buruk merokok, jarang berolahraga, dan penggunaan NAPZA turut meningkatkan risiko terkena henti jantung mendadak.

Lalu bagaimana ciri-ciri orang yang terkena henti jantung?. Fania menjelaskan bahwa orang yang terkena henti jantung mudahnya akan mengalami gejala tidak ada nadi, tidak bernapas, dan atau pingsan. “Jika kita menemukan seseorang tanpa nadi dan napas maka segera lakukan pertolongan pertama,” jelasnya.

Lanjutnya pertolongan pertama dimulai dengan memanggil ambulance dengan alat AED (automated external defibrillator), lalu langsung lakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan menekan dada korban 30 kali dilanjutkan pemberian napas buatan 2x terus menerus sampai bantuan datang.

Nabila menekankan bahwa seorang penolong harus tanggap dan cekatan. Kasus henti jantung membutuhkan pertolongan yang cepat. Terlambat lebih dari 10 menit bisa menyebabkan kematian. Namun, jangan sampai penolong panik sehingga tidak bisa melakukan pertolongan secara maksimal. 

Pastikan penekanan dada kurang lebih 5cm. Jangan takut membuat tulang rusuk patah karena terlalu dalam. Meskipun patah tulang, RJP masih harus dilanjutkan sampai nadi korban kembali. Hal tersebut karena henti jantung merupakan keadaan gawat darurat yang artinya membutuhkan pertolongan segera dan pertama.

Menurut Nabila penting kemampuan melakukan pertolongan pertama henti jantung bagi yang memiliki anggota keluarga dengan risiko yang sudah disebutkan di atas. RJP merupakan basic life skill yang sangat berguna untuk orang lain karena kita sendiri tidak akan pernah tau kapan dan dimana kita nanti menemukan orang yang tiba tiba tidak sadar dengan tidak ada nadi dan napas. “Apalagi dengan maraknya kasus crush crowded, masyarakat harus meningkatkan kesadaran untuk belajar RJP,” pungkas Nabila. (UAH/ESP)