Kriminalitas di Tengah Covid-19 Mewabah

Peran Pemuda

Maraknya kasus kriminalitas akhir-akhir ini seperti pencurian dan pembegalan, acap kali dikaitkan dengan kebijakan pembebasan bersyarat narapidana dalam rangka mengurangi potensi penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan. Hal ini menuai tanggapan beragam, di antaranya dari Kriminolog yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H.

Menurutnya, pandangan tersebut masih perlu dikaji ulang. “Terkait dengan itu, belum ada survey khusus mengenai hubungan antara angka peningkatan kriminalitas dengan latar belakang pelaku. Baik yang baru dibebaskan atau pendatang baru,” tuturnya saat diwawancara Humas UII baru-baru ini.

Disampaikan Aroma, belum ada penyebab pasti terkait dinamika angka kriminalitas di Indonesia saat ini. “Belum ada data yang menunjukkan terjadinya peningkatan atau bahkan penurunan angka kriminalitas,” tandasnya.

Adanya kebijakan dari pemerintah terkait pembebasan tahanan secara massal beberapa waktu lalu sebenarnya perlu ditinjau ulang. Aroma berpendapat perlu dilakukan studi kelayakan terlebih dahulu.

“Jika ditinjau dari kebijakan kriminal seharusnya perlu dilakukan studi kelayakan oleh pemerintah. Dalam mengambil tindakan pelepasan tahanan secara massal, meskipun belum ada data yang menunjukkan peningkatan atau penurunan kriminalitas, kebijakan ini terkesan kurang ada pertimbangan yang matang,” terangnya

Menyikapi kebijakan pembebasan tahanan yang telah dilakukan, menutut Aroma perlunya dilakukan pemantauan. Selain juga perlu adanya sebuah terobosan berupa pidana kerja sosial untuk para tahanan.

“Meskipun sudah dikeluarkan dari tahanan, harusnya tetap dilakukan pemantauan. Di Indonesia, pidana kerja sosial belum diberlakukan. Seharusnya jika ingin melakukan terobosan, dapat melalui pidana kerja sosial. Misalnya ikut terlibat dalam partisipasi pembuatan APD, hand sanitizer atau pembuatan disinfektan,” paparnya.

Lebih lanjut dikemukakan Aroma, saat ini beredar desas desus terkait pembayaran oleh tahanan yang ingin dibebaskan. Menurutnya hal tersebut hanya sebatas spekulasi.

Dalam hal pembebasan tahanan untuk mencegah penyebaran wabah pandemi, Aroma menerangkan bahwa hal tersebut memiliki sisi negatif. Namun tidak menutup adanya sisi positif dari pembebasan tahanan ini.

“Ada negative impact, tetapi sebenarnya ada juga positive impact. Tepat bila ada upaya pencegahan penularan covid-19, mengingat Lapas banyak yang overload. Negatif bila ternyata tidak diimbangi oleh kesiapan pemerintah untuk memantau masing-masing narapidana , mengingat baru menjalani 2/3 dari keseluruhan pidana,” terangnya

Dikatakan Aroma, jika dilihat dari kuantitas napi yang dilepas, pasti akan memberikan beban yang berat bagi kepolisian untuk memantau masing-masing orang yang dilepas dari lembaga pemasyarakatan. Mengingat jumlah personel kepolisian terbatas.

Sebagai upaya penanganan ditengah pembatasan sosial, Aroma berpendapat perlunya peran masyarakat. Dengan tetap selalu waspada, dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai.

“Masyarakat harus tetap waspada, berhati-hati dengan tetap menjaga keamanan siskamling sekitar tempat tinggal tanpa meninggalkan nilai-nilai religius dan ketimuran. Contohnya seperti waspada namun jangan mudah main hakim sendiri, ataupun mudah tersulut emosi,” ujarnya. (FSP/RS)