Lincah dalam Strategi, Setia pada Misi

Tema peringatan milad ke-79 Universitas Islam Indonesia (UII) diambil dengan kesadaran penuh atas hasil pemindaian lingkungan internal dan eksternal. Salah satunya adalah beragam praktik manajemen perguruan tinggi (PT) di Indonesia, dan bahkan dunia, yang berideologi neoliberal. Jebakan mutakhir neoliberalisme tampaknya memang sulit dihindari. Ideologi ini seakan menjadi semacam simbol modernitas dalam manajemen PT.

Sebetulnya, fenomena ini dapat dengan mudah dijelaskan menggunakan lensa teori institusional. Salah satu cara untuk mendapatkan legitimasi adalah dengan mengikuti lingkungan tanpa refleksi mendalam, yang oleh DiMaggio dan Powell (1983) disebut dengan mimetik (mimetic) atau bersifat koersif (coercive) karena dikekang oleh otoritas di atasnya.

 

Jebakan neoliberalisme
Jebakan ini akan membawa kepada dua perubahan (Rosser, 2022). Pertama, PT akan mengejar menjadi universitas kelas dunia, terutama dalam konteks ukuran metrik yang yang digunakan oleh pemeringkatan universitas global dan produksi tenaga terampil untuk mengisi pasar tanaga kerja. Kedua, PT berlomba-lomba menransformasikan manajemen internal untuk menghasilkan efisiensi dan meningkatkan efektivitas dengan pendekatan korporat. Secara ringkas, ini adalah upaya korporatisasi dan pengamalan manajerialisme (managerialism) yang berpotensi menjauhkan dari misi utama (Beaton, 2021; Leithwood & Hallinger, 2012).

Jebakan ini, tanpa disadari akan mengubah pola pikir secara drastis. PT dilihat sebagai korporat yang memberi layanan riset dan pengajaran dan bukan sebagai lembaga yang fokus pada ikhtiar ilmiah pendidikan tinggi. Dalam konteks ini, staf administratif dan akademik dipandang sebagai pekerja/buruh dan bukan sebagai kolega atau intelektual/cendekiawan. Selain itu, mahasiswa dianggap sebagai konsumen yang harus dipuaskan dan bukan aspiran yang haus didikan. Rektor dan pemegang amanah lain difungsikan sebagai manajer korporat dan bukan pemimpin intelektual (Rosser, 2022; Fleming, 2021).

Aspirasi menjadi PT kelas dunia yang ditandai dengan beragam pemeringkatan juga tidak kalis dari jebakan neoliberalisme. Jika ingin menjaga idealismenya, UII sudah seharusnya tidak menempatkan pemeringkatan PT sebagai tujuan, tetapi hanya sebagai dampak samping karena kita mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. UII seharusnya berfokus pada pertumbuhan substantif yang sejalan dengan misinya, dan tidak justru disilaukan oleh pembangunan citra (Lynch, 2015).

 

Pilihan sikap
Rekognisi nasional atau internasional perlu dirayakan seperlunya dan tidak perlu diglorifikasi secara berlebihan, apalagi dengan jemawa dan merendahkan PT lain.
Ini adalah upaya melepaskan diri dari neoliberalisme yang, di antaranya, memberi ruang sempit kepada aksi kolektif-kolegial (yang digantikan dengan aksi elitis) dan norma kultural (yang ditimpa dengan insentif ekonomi) (Rodrik, 2017).

Di satu sisi, beragam strategi pertumbuhan yang diambil UII, sudah seharusnya diikhtiarkan untuk tetap lincah, terutama di masa menantang seperti ketika pandemi Covid-19. Namun di sini lain, misi utama UII haruslah dijaga dengan penuh kesadaran supaya tidak terjebak pada narasi publik yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai yang diyakini UII.

Menemukan kombinasi ideal kedua sisi ini tidaklah selalu mudah. Diperlukan pemikiran mendalam dan juga konsensus beragam aktor. Pilihan ini pun bukan tanpa risiko, ketika pendulum narasi publik menuju kepada arah yang lain.

Beragam pemikiran kritis seperti yang diusung oleh Fleming (2021) seringkali hanya seksi untuk waktu terbatas, dan pudar bersama merambatnya waktu. Ide-ide relevan menjadi tidak laku ketika berbeda dengan selera pasar. Meski demikian, pemikiran Fleming (2021) harus tetap dikaji secara kritis.

Peringatan milad kali ini dapat menjadi momentum penegasan kesadaran kolektif semua warga UII untuk tetap menjaga nilai-nilai abadi yang ditanamkan oleh para pendiri, 79 tahun yang lalu.

 

Referensi
Beaton, E. E. (2021). Institutional leadership: Maintaining mission integrity in the era of managerialism. Nonprofit Management and Leadership, 32(1), 55-77.
Clark, B. R. (1996). Substantive growth and innovative organization: New categories for higher education research. Higher Education, 32(4), 417-430.
DiMaggio, P. J., & Powell, W. W. (1983). The iron cage revisited: Institutional isomorphism and collective rationality in organizational fields. American Sociological Review, 48, 147-160.
Fleming, P. (2021). Dark Academia How Universities Die. London: Pluto Press.
Lašáková, A., Bajzíková, Ľ., & Dedze, I. (2017). Barriers and drivers of innovation in higher education: Case study-based evidence across ten European universities. International Journal of Educational Development, 55, 69-79.
Leithwood, K. A., & Hallinger, P. (ed.). (2012). Second International Handbook of Educational Leadership and Administration (Vol. 8). Springer Science & Business Media.
Lynch, K. (2015). Control by numbers: New managerialism and ranking in higher education. Critical Studies in Education, 56(2), 190-207.
Rodrik, D. (2017). The fatal flaw of neoliberalism: it’s bad economics. The Guardian. 14 November. Tersedia daring di https://www.theguardian.com/ news/2017/nov/14/the-fatal-flaw-of-neoliberalism-its-bad-economics
Rosser, A. (2022). Higher education in Indonesia: The political economy of institution-level governance. Journal of Contemporary Asia, 52(1), 1-26.

Elaborasi ringan dari bagian Laporan Perkembangan Universitas Islam Indonesia 2021 yang disampaikan pada Rapat Terbuka Senat dalam rangka Milad ke-79 Universitas Islam Indonesia, 1 Maret 2022.