Mahasiswa Jangan Minder Jadi Legislator Muda

Departemen Politik dan Jaringan LEM FH UII menyelenggarakan webinar edukasi politik bertemakan “Membangun Peran Mahasiswa Sebagai Legislator Muda yang Berintegritas dan Berintelektual Sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila”. Webinar pada Senin (6/2) ini mengundang narasumber yaitu Dr. Jamaludin Ghafur, S.H., M.H. (Dosen HTN FH UII), Maulana Bimasakti, S.H. (Sekretaris Jenderal DPM UII 2019/2020), dan Yuniar Riza Hakiki, S.H., M.H. (Peneliti PSHK FH UII).

Jamaludin Ghafur mengawali materinya dengan memperkenalkan tentang good governance and representative legislator di perguruan tinggi. Mahasiswa menurutnya telah berperan dalam legislasi sejak era pra kemerdekaan hingga saat ini. Perguruan tinggi memiliki lembaga mahasiswa yang bertujuan menyalurkan gagasan dan perwakilan mahasiswa dalam tata kelola perguruan tinggi. Lembaga mahasiswa itu dapat berupa organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus sebagai perwakilan dari mahasiswa.

Sementara Maulana Bimasakti menjelaskan implementasi good governance dan representative legislator di perguruan tinggi. Good university governance menjunjung prinsip transparansi, akuntabilitas kepada seseorang yang memiliki kepentingan, bertanggung jawab, independensi dalam pengambilan keputusan, adil, penjaminan mutu dan relevansi, efektifitas dan efisiensi serta nirlaba.

Ia menyebut bahwa pendidikan itu merupakan pembebasan yang berupaya mereformasi perilaku negatif seseorang ke arah yang lebih baik. Sebagai upaya penyadaran yang melekat dan proses inti dalam keseluruhan proses pendidikan.

Sedangkan Yuniar Riza Hakiki memberikan pemahaman dasar legislative drafting dan advokasi perundang-undangan bagi mahasiswa fakultas hukum. Pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Pembentukan tersebut tidak boleh dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi dan keinginan sepihak dari penyusun.

Namun harus diperhatikan aspek filosofis, aspek yuridis, dan aspek sosiologis. Tujuannya supaya peraturan perundang-undangan yang dibentuk tidak hanya memiliki daya laku tetapi juga memiliki daya guna di masyarakat. Di legislatif dilakukan tahapan pembahasan, pengesahan dan pengundangan. Setelah legislasi peraturan perundang-undangan akan dilakukan tahapan penyebarluasan.

Advokasi permasalahan pada peraturan perundang-undangan, terdapat 4 (empat) permasalahan yang diikuti solusi dalam menanganinya yakni (1) masalah pada proses pembuatan aturannya, solusinya dengan menyesuaikan pada UU pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksananya, (2) menginterpretasi masalah, solusinya dengan mencegah dan menghindari ketentuan yang multitafsir, melakukan pemahaman terhadap metode penafsiran dan advokasi yudisial, (3) mengimplementasikan masalah, solusinya dengan memilih kebijakan yang diberlakukan efektif dan (4) melihat kapasitas permasalahannya, solusinya harus giat pada pelatihan dan pendidikan serta melakukan kolaborasi & sosialisasi.

Advokasi menginterpretasi masalah dengan melakukan audiensi bersama pembentuk peraturan, melakukan mediasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, melakukan pengujian di Mahkamah Agung dan melakukan pengujian di Mahkamah Konstitusi. Advokasi dalam mengimplementasi masalah berupa laporan ombudsman, gugatan perdata perbuatan melawan hukum dan gugatan tata usaha negara perbuatan melanggar hukum. (FHC/ESP)