,

Mahasiswa UII Asah Budaya Sebelum Mengajar di Australia

Indonesia negeri yang kaya budaya. Keragaman budaya tersebut, menjadi aset yang bisa dipertunjukkan ketika membawa nama Indonesia ke luar negeri. Seperti ditunjukkan mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Islam Indonesia (UII) yang akan berangkat mengajar ke Australia. Seleksi keterampilan budaya menjadi komponen wajib sebelum mereka menginjakkan kakinya di negeri kangguru. Seleksi art performance yang dibawakan 10 peserta terpilih PBI UII pada Kamis (22/08) di ruang 1.13 Gedung Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FSPB).

Tidak hanya dihadiri audiens dan peserta, seleksi art performance juga dihadiri Sekretaris Jurusan/Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Rizki Farani, S.Pd., M.Pd. Dalam kata sambutanya, Rizki menyampaikan tujuan dan perubahan mekanisme pelaksanaan PPL Australia. Selain dari perpanjangan nota kesepahaman, Rizki mengungkapkan bahwa desain kurikulum Ulil Albab juga setidaknya memberikan dampak pada program ini. “Tujuan program ini adalah untuk membagikan pengalaman multikultral. Kami harap kalian (peserta) dapat pengalaman global, pengalaman mengajar, dan kepemimpinan,” ungkap Rizki.

Menyoal mekanisme pelaksanaan PPL Australia, Taufik dan Hanif yang juga peserta yang ikut seleksi tahun lalu juga mengamini ungkapan Rizki. “Dari segi pendaftaran lebih ringkas dan mudah dibandingkan dari tahun lalu,” ungkap Taufik. “Tetap menantang dan seru, walaupun tidak sesemarak tahun lalu karena diadakan di hari kuliah,” jelas Hanif.

Meskipun begitu, baik Hanif maupun Taufik setuju bahwa PPL Australia tetap menjadi program yang menjanjikan. Khususnya dari segi pengalaman global, ia melihat bahwa selain mendorong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), pemerintah juga mendorong masyarakat Indonesia untuk memulai revolusi 4.0, terutama dalam ranah pendidikan. Dengan adanya seleksi art performance yang diselenggarakan, perbedaan budaya satu sama lain semakin kental terlihat. “Sudah bukan saatnya berperilaku tak acuh pada budaya yang lain, justru perbedaan inilah yang menjadi “jembatan” akan persatuan. Perbedaan budaya adalah memang satu hal, tetapi menyikapi serta memaknai perbedaan budaya dengan semarak dan suka cita adalah hal lain”, pungkasnya.

Kesepuluh peserta yang menampilkan pertunjukan seni itu antara lain Mehrunnisa Ani Mufti (PBI 2018) yang membawakan tarian Manuk Dadali, Herbi Mulyadi (PBI 2018) memperkenalkan instrumen Karinding Sunda, Lu’luatul Awaliyah (PBI 2017) dengan tarian Bedana dari Lampung, Sonia Handini Lubis (PBI 2017) menampilkan tarian Likok Pulo dari Aceh, Nindy Fachuli Jannah (PBI 2017) yang menampilkan tarian Sajojo dari Papua, Unsa Izza Amalia (PBI 2017) menampilkan tarian Perahu Layar, Muh. Taufik Ramdhani (PBI 2017) membawakan permainan tradisional gasing, Viviane Rizqi Fauzi (PBI 2017) dengan tarian Manipuri, Miftah Haniful Ammar (PBI 2016) membawakan tarian Cokek dari Betawi, dan Rahmad Saputra (PBI 2016) dengan tarian Mandau dari Kalimantan Tengah. (IG/ESP)