Mempertanyakan Kemapanan

Kecakapan dan pengalaman yang sudah Saudara kumpulkan selama studi, insyaallah sudah cukup untuk membuka beragam pintu berkiprah. Pilihannya beragam, mulai bekerja di perusahaan atau lembaga yang sudah ada, membuka usaha, atau melanjutkan perjalanan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Apa pun pilihan Saudara, setiapnya mempunyai tantangannya masing-masing. Namun ada satu tantangan yang sama, yaitu bahwa apa yang sudah Saudara kuasai saat ini, sangat mungkin jadi menjadi kedaluwarsa di masa mendatang. Karenanya, Saudara harus terus mengasah diri. Selalu pastikan keberadaan Saudara relevan untuk konteks waktu dan tempat berkarya. Hanya dengan demikian, kontribusi terbaik dapat diberikan.

Ilmu pengetahuan yang terus berkembang tak jarang menawarkan banyak perspektif baru. Sebagai mengganti yang lama, sisanya melengkapinya. Keterbukaan dan penguasaan beragam perspektif ini menjadi penting di masa yang berubah sangat cepat untuk menjadikan Saudara semakin adaptif.

Di kesempatan yang singkat ini, mari kita ungkap beberapa perspektif yang mungkin belum masuk radar. Perspektif lama bisa jadi sudah kedaluwarsa atau perlu dilengkapi dengan yang baru. Perspektif baru ini hadir karena selalu mempertanyakan kemapanan, sesuatu yang sudah sering dianggap final.

Mari kita diskusikan dengan ringkas dan awali dengan pertanyaan.

 

Tidak harus rapi

Pertanyaan pertama: apakah segala sesuatu harus teratur dan rapi? Pemahaman tradisional akan menjawab: “ya”. Tetapi, studi mutakhir memberikan jawaban lain. Ada manfaat tersembunyi dari kondisi yang berantakan atau kesemrawutan sampai tingkat tertentu.

Banyak tindakan paradoks yang menjadikan kita tidak produktif. Pernah membayangkan seorang gadis yang akan keluar jalan-jalan dengan tampilan kasual harus menghabiskan waktu satu jam di depan cermin? Atau, orang tua yang setiap kali sibuk membereskan mainan anaknya yang terserak, tetapi tidak pernah bisa meluangkan waktu bermain dengan anaknya. Atau, apa yang terjadi jika seorang pustakawan datang ke rumah dan membantu Saudara mengatur kembali buku-buku dalam perpustakaan pribadi yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan? Saya jamin, Saudara akan kesulitan mencari kembali buku, dibandingkan jika dalam posisi semula yang telah Saudara hafal.

Apa pesan moralnya? Ternyata, untuk menjadi yang terbaik atau optimum, tidak semuanya harus teratur, tertata rapi. Namun, dalam tingkatan tertentu ketidakteraturan atau kesemrawutan harus ditoleransi atau bahkan dibuat.

Tentu, ini bukan alasan untuk menjadikan segala sesuatunya berantakan. Tetapi, ini adalah lensa yang dapat kita gunakan untuk menoleransi kesemrawutan ketika biaya yang dikeluarkan untuk merapikannya tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan atau risiko yang dapat dimitigasi.

Jika tertarik mendalami topik ini, Saudara dapat membaca buku berjudul A Perfect Mess: The Hidden Benefits of Disorder karya Abrahamson dan Freedman (2013).

 

Jangan remehkan yang kecil

Pertanyaan kedua: apakah yang kecil bisa mengalahkan yang besar? Banyak dari kita mungkin mengatakan: “ya, tetapi sulit”. Studi mutakhir menemukan bahwa yang kecil dapat mengalahkan yang besar dalam banyak konteks yang pas. Kecil di sini merangkum beragam kondisi termasuk tidak diunggulkan dan tidak cocok.

Banyak kisah bisa diberikan di sini: tim yang tidak diunggulkan menggalahkan juara bertahan, pelari dengan tubuh kecil mengungguli pelari dengan kaki yang lebih jangkung, orang dengan prestasi akademik yang tidak terlalu menonjol dapat menjadi pemimpin di perusahaan besar, atau orang yang tidak lulus kuliah berhasil menjadi orang sukses. Dapat dipastikan di belakang setiap peristiwa itu terdapat cerita yang luar bisa, terkait dengan tekad, usaha tak lelah, dan kecakapan tinggi.

Sebagai orang beriman, kita menambahkan dalam daftar ini: izin Allah. Tetapi, kita harus ingat, bahwa Allah itu Maha Adil dan di setiap kejadian ada sunatullah yang bisa menjelaskan. Pemalas tidak akan sukses, misalnya, adalah merupakan sunatullah.

Kisah yang kecil mengalahkan yang besar ibarat Daud melawan Jalut (atau David melawat Goliath). Kisah ini bukan mitologi tetapi terdokumentasikan dalam Kitab Suci. Bagaimana Daud yang berperawakan kecil dapat mengalahkan Jalut? Apa sunatullah yang berada di baliknya?

Pada pertarungan satu lawan satu tersebut Daud menggunakan katapel dan bahkan tanpa mengenakan baju zirah untuk perang. Di sisi lain, Jalut menggunakan baju zirah dan senjata lengkap. Jalut yang berperawakan besar ternyata mengidap penyakit akromegali yang diikuti dengan padangan yang kabur. Karenanya pertarungan harus dilaksanakan pada jarak dekat.

Inilah yang dimanfaatkan oleh Daud dengan cerdas. Simulasi laboratorium menunjukkan bahwa batu yang dilontarkan dengan kecepatan 45 meter per detik sanggup untuk melubangi tulang tengkorak. Batu inilah yang mengenai dahi Jalut karena tidak tertutup baju zirah. Penelitian mutakhir juga menemukan bahwa batu dari tempat pertempuran, Lembah Elah, mempunyai karakteristik khusus yang lebih keras.

Tertarik dengan kisah ini dan pelajaran yang bisa diambil? Saudara dapat membaca buku berjudul David and Goliath: Underdogs, Misfits, and the Art of Battling Giants karya Malcolm Gladwell (2013).

 

Perubahan tanpa drama

Pertanyaan ketiga: apakah perubahan harus dilakukan dengan kebijakan besar? Mari kita simak fakta berikut. Setiap hari, kita membuat 200 keputusan terkait dengan makanan. Sebagian keputusan dilakukan dengan sengaja dan hati-hati, tetapi sebagian besar ditentukan dengan kesadaran pendek, otomatis, dan melihat kepraktisan.

Faktanya, 45% perilaku harian kita di luar kebiasaan, dan cenderung diulang dalam konteks yang serupa. Kebiasaan adalah jalan pintas yang tidak menjamin pengambilan keputusan terbaik, tetapi cukup untuk merespons dengan cepat, terlepas itu menjadi kebiasaan baik atau buruk. Namun, pilihan-pilihan cepat ini mempunyai konsekuensi dan mempengaruhi keputusan lanjutan yang diulang dari waktu ke waktu.

Apa contohnya? Penempatan makanan di kantin sekolah atau pabrik, bisa mengubah pola makan menjadi lebih sehat, ketika makanan yang sehat tidak terlihat mata dengan mudah. Potensi ketidakpuasan konsumen karena antri dapat diminimalkan dengan memasang monitor dengan tontonan yang menarik.

Perubahan kecil atau gocekan (nudge) karenanya dapat mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan. Gocekan tidak memerlukan pembuatan peraturan atau pemaksaan, dan karenanya terjadi tanpa drama.

Tertarik kajian lebih mendalam? Sila cari buku berjudul Nudge karya Thaler dan Sunstein (2009).

Tampaknya, jawaban atas beberapa pertanyaan sudah cukup untuk sambutan kali ini. Tentu, ini hanya contoh bahwa perspektif dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

 

Pertanyaan lain

Masih banyak pertanyaan lain yang bisa menjadi bahan refleksi masing-masing kita. Kita bisa sebutkan beberapa di antaranya: (a) Apakah manusia selalu rasional?; (b) Apakah untuk menilai kualitas seseorang atau sesuatu harus dilakukan dengan masa yang lama?; (c) Apakah orang pendiam yang introvert tidak dapat menjadi pemimpin sukses?.

Kita juga bisa menanyakan: (d) Apakah humor merupakan praktik yang tidak serius?; atau (d) Apakah ide yang dihasilkan banyak kepala lebih baik dari satu kepala?; atau (e) Apakah perencanaan harus dilakukan dengan detail dan kejadian yang tidak direncanakan selalu buruk?

Tentu daftar pertanyaan ini masih dapat diperpanjang. Kita bisa bahas jawaban pertanyaan ini dalam kesempatan yang lain, termasuk ketika Saudara diwisuda lagi di sini untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Jika Saudara penasaran, sebagian jawaban pertanyaan di atas dapat ditemukan dalam buku berjudul (a) Predictably Irrational: The Hidden Forces that Shape Our Decision karya Dan Ariely (2009); (b) Blink: The Power of Thinking without Thinking karya Malcolm Gladwell (2006); (c) Quiet: The Power of Introverts in a World that Can’t Stop Talking karya Susan Cain (2012);

Jawaban lain dapat juga ditemukan pada buku: (d) The Wisdom of Crowds: Why the Many Are Smarter Than the Few karya James Surowiecki (2009); dan (e) The Black Swan: The Impact of the Highly Improbable karya Nassim Nicholas Taleb (2007).

Teruslah pertanyakan banyak hal, tantang asumsi yang sudah mapan, dan cari jawaban ilmiah.

 

Referensi

Abrahamson, E., & Freedman, D. H. (2013). A perfect mess: The hidden benefits of disorder. Hachette UK.

Ariely, D. (2009). Predictably irrational: The hidden forces that shape our decision. Harper.

Cain, S. (2012).Quiet: The power of introverts in a world that can’t stop talking. Crown.

Gladwell, M. (2006). Blink: The power of thinking without thinking. Penguin.

Gladwell, M. (2013). David and Goliath: Underdogs, misfits, and the art of battling giants. Little, Brown.

Surowiecki, J. (2009). The wisdom of crowds: why the many are smarter than the few. Abacus.

Taleb, N. N. (2007). The black swan: The impact of the highly improbable. Random House.

Thaler, R., & Sunstein, C. (2009). Nudge, Penguin.

Sambutan acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 9 Maret 2024.