Menerima Akan Takdir Yang Ditetapkan

Peristiwa yang paling niscaya untuk diingkari adalah kematian. Meski demikian, kenyataannya kematian menjadi salah satu bentuk kiamat kecil yang nantinya akan dialami oleh setiap makhluk hidup. Topik ini diangkat oleh Takmir Masjid Ulil Albab dalam kajian rutin aqidah bersama Ustadz Amir As-Soronji, Senin (13/10). Kematian bukanlah soal siapa yang lebih dahulu, melainkan bagaimana kita lapang akan takdir yang telah ditetapkan-Nya.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 28 yang artinya, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” Dari ayat tersebut menjadi bukti bahwa setiap orang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ustadz Amir menyatakan bahwa merenungkan kematian merupakan sebaik-baik nasehat. Ia menyebut bahwa kematian menjadi makhluk ciptaan Allah. “Kematian dapat diserupakan seperti domba yang disembelih yang nanti setelah kiamat tidak akan ada kematian,” jelasnya.

Menurut Ustadz Amir, merenungkan kematian akan menambah pengetahuan terutama mengenai pemahaman misteri kehidupan. Merenungkan makhluk-Nya berarti juga memikirkan kekuasaan Allah yang telah menghidupkan lalu mematikan makhluknya.

Ustadz Amir menyebut dalam sebuah riwayat menceritakan ada seorang Arab Badui yang melakukan perjalanan dengan untanya. Namun di perjalanan, unta tersebut terjatuh lalu tersungkur dan mati. Orang Arab ini lalu turun dari unta dan mengelilingnya sambil berkata, ‘Kenapa kau tidak berdiri? Kenapa kau tidak bangkit? Anggota tubuhmu masih lengkap, kau dari rumah juga terlihat sehat. Ada apa denganmu? Apa yang bisa membuatmu agar bangkit lagi?’ Karena tidak ada reaksi dari unta, orang Arab Badui ini lalu pergi meninggalkannya sambil terheran dan berpikir apa yang dialami untanya.

Hal tersebut juga sering dialami oleh manusia ketika ada saudara atau temannya yang baru saja atau tidak lama berjumpa dengannya dengan keadaan badan yang sehat, untuh, ceria namun tiba-tiba ada kabar bahwa ia meninggal. “Ini menunjukan kekuasaan Allah, mati itu sudah ditetapkan. Jika sudah waktunya ya akan terjadi tanpa memandang usia atau keadaan orang itu,” ujar Ustadz Amir.

Ustadz Amir juga menuturkan bahwa orang sakit atau sehat akan mati, orang kuat mati, mahasiswa dan dosen mati, tentara dan polisi mati, semua makhluk akan mati. “Mati itu tiba-tiba, tidak ada yang tahu jadwal kapan seseorang akan mati,” jelasnya. Lalu pertanyaannya adalah apakah orang yang meninggal dalam keadaan tiba-tiba padahah dirinya sehat-sehat saja akan husnul khotimah?

Menjawab itu, Ustadz Amir menyampaikan para ulama bersepakat bahwa jika yang meninggal orang mukmin yang taat kepada Allah maka dapat dikatakan dirinya Husnul khotimah. Namun, jika ia kafir atau orang muslim namun mengingkari Allah maka ia su’ul khotimah atau kembali tanpa keimanan. “Kematian adalah keputusan atau ketetapan Allah. Tiap jiwa pasti akan merasakan kematian,” tegas Ustadz Amir.

Menurutnya yang harus menjadi pengingat kematian bagi seorang muslim bukanlah saat keadaan sakit, melainkan saat tubuh sehat. Bahkan ketika dalam keadaan sakit, seharusnya ia bersyukur karena diberi rasa sakit berarti Allah masih cinta kepadanya dengan menegur dirinya agar taat kepada Allah.

Jika seseorang merasa imannya turun, maka tips dari Ustadz Amir adalah agar ia segera menutup matanya lalu membayangkan siksa sakararul maut, alam kubur, alam barzah, dan hal lainnya mengenai kematian dan kekuasaan Allah.

Allah Mengingatkan Rasul akan Kematian

Selain manusia biasa, Allah juga telah mengingatkan Rasulullah dalam Q.S. Az-Zumar ayat 30 yang artinya, “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” Selain itu dalam sabda Rasulullah mengatakan, “Cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya!”

Setiap mukmin dibebaskan untuk mencintai siapa saja di antara semua makhluk, namun sesungguhnya mereka akan berpisah dengannya. Maka, jangan sampai seorang mukmin menyibukkan hatinya dengan kesenangan dunia yang fana berupa istri, anak, harta dan lainnya. “Ini pembahasan yang penting, agar kita tidak terlena. Karena sesungguhnya kemuliaan orang mukmin adalah amalnya. Dan kehormatan baginya adalah tidak meminta-minta,” kata Ustadz Amir.

Di akhir sesi, Ustadz Amir mengingatkan bahwa waktu kedatangan kematian adalah perkata gaib yang tidak diketahui orang kecuali Allah. Untuk itu, sangat dibutuhkan oleh setiap orang mengingat kematian agar dapat merubah mindset dengan menyusun ulang priotitas dan nilai agar tidak hanya duniawi saja yang dipikirkan. “Merenung kematian dapat memberikan pemahaman baru dan membangun sifat rendah hati, lembut hati, dan keberanian di dalam diri kita,” tutupnya. (SF/RS)