Meningkatkan Kualitas Interpersonal dengan Kerjasama Tim

Tim di sebuah unit kerja perusahaan dibentuk guna menyelesaikan tugas secara lebih efektif dan efisien. Bekerja dalam tim membutuhkan kemampuan manajerial dan kekompakan yang baik antar anggotanya. Hal inilah yang menginisiasi Direktorat Pengembangan Karir dan Alumni (DPKA) Universitas Islam Indonesia melangsungkan pelatihan pengembangan karir secara virtual pada Sabtu (17/4). Pelatihan bertajuk “Up Skill for New Career Intermediate Training” ini bertujuan meningkatkan kemampuan lulusan baru dalam menjalin kerja sama dan membentuk karakter pemimpin yang mampu membangun tim.

Hesty Yuliasari S.Psi., M.Psi., Psikolog., sebagai pembicara pada sesi pertama menjelaskan tentang success through diversity. “Tim yang sukses itu ketika mereka ada dalam berbagai perbedaan. Karena dengan karakter, watak, sifat maupun cara penyampaian yang berbeda antar anggota tim, di situlah akan ditemukan teamwork yang baik”, terang Hesty. Menurutnya perbedaan dalam sebuah tim adalah hal wajar yang seharusnya bisa dikelola oleh suatu tim agar menciptakan peluang dan tantangan dalam tim. 

Lebih lanjut, Hesty menjelaskan mengenai karakteristik tim yang sukses. Ia berpendapat tim yang sukses seharusnya bisa dirasakan oleh semua anggotanya dan bukan merupakan klaim sepihak dari pemimpin tim. Adapun beberapa karakteristik lain yang dapat dilihat dari tim yang sukses adalah suasana tim yang informal dan nyaman, anggota tim yang fokus dan paham pada tugas, hingga diskusi yang melibatkan banyak pihak dan saling mengapresiasi. 

Hesty pada kesempatan itu juga menjelaskan terkait tiga jenis peran dalam tim. Peran pertama adalah action oriented roles. Peran itu erat dengan tipe anggota tim yang senang untuk menggerakkan dirinya dan anggota lainnya untuk bergerak dan lebih aktif dalam menyelesaikan tugas. 

Kemudian ada juga tipe people oriented roles. Peran ini dimiliki oleh anggota yang suka dihadapkan ketika berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Terakhir adalah thought oriented roles, atau anggota tim yang gemar berpikir kritis dan pemikir. “Tiga peran ini dalam tim tidak bisa berdiri sendiri, ketika berdiri sendiri maka perannya justru pasif. Mereka harus bersinergi agar menjadi tim yang solid karena mereka paham perannya masing-masing”, pungkasnya. 

Sedangkan pemateri kedua, Salma Dias Saraswati S.Psi., M.Psi., Psikolog lebih berfokus pada bagaimana individu dapat memahami masalah yang ada dalam tim untuk dapat diselesaikan. Pada pemaparannya itu, Salma menyadur teori dari Edward de Bono tentang Six Thinking Hats. Menurutnya, teori tersebut dapat digunakan oleh pemimpin dalam membaca kemampuan anggota tim dalam menyelesaikan masalah. Pemimpin dalam tim pada kesempatan ini dapat memperluas gaya berpikir yang dinamis dalam menghadapi permasalahan tim.

“Kita punya pertimbangan yang matang dalam pengambilan keputusan dengan melihat efek dari berbagai perspektif. Jadi kita bisa mengimbangi sudut pandang mereka dengan lebih beragam dalam melihat masalah, karena ada banyak kepala dengan masing-masing ide dan perbedaan”, sebutnya. 

Berbicara mengenai perbedaan, maka akan tidak jauh bersinggungan dengan konflik. Salma menyarankan cara-cara yang dapat digunakan untuk meminimalisir tekanan atau stres berlebihan ketika menghadapi konflik. “Ada istilahnya take a brain break, yaitu kita istirahat sejenak dari konflik tersebut, bisa dengan merilekskan diri dengan mendengarkan musik, jalan-jalan dan sebagainya agar otak kita lebih santai. Hal ini bisa membuat kita lebih tenang dan punya jeda pada masalah kita”, sebutnya. 

Selain itu, ada hal lain yang bisa diaplikasikan seperti mengingat kembali tujuan dan alasan tim terbentuk dan mengidentifikasi dampak konflik agar deadline tugas dalam tim dapat diselesaikan lebih dini. (IAA/ESP)