,

Pendidikan Vokasi, Selaraskan Aspek Akademik dan Keahlian

Revolusi Industri 4.0 menjadi tren terbaru perkembangan teknologi dan berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor industri. Era ini merupakan era IoT (Internet of Thing), dimana peranserta manusia cenderung berkurang dan beberapa fungsinya digantikan oleh mesin. Pada era ini juga muncul internet sebagai partisipan baru yang perannya cenderung meningkat secara drastis.

Dalam menghadapi era tersebut, perlu adanya pengolahan potensi negara secara komprehensif salah satunya yakni melalui pengembangan Pendidikan Vokasi. Isu ini mengemuka pada penyelenggaraan Seminar Nasional Vokasi Indonesia (SNVI) 2018 dengan tema “Pengembangan Pendidikan Vokasi Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0”, di Hotel Grand Mercure Yogyakarta, Selasa (13/11).

Ketua Pengawas Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Se-Indonesia, Ir. Hotma Prawoto Sulistyadi, M.T., IP-Md., HAKI. yang hadir sebagai pembicara menyampaikan materi dengan topik “Strategi Pengembangan Sekolah Vokasi Berbasis Industri”. Ia menjelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan vokasi berbasis sertifikasi keahlian untuk melahirkan Sumber Daya Manusia terampil yang berilmu dan bersertifikat.

Menurut Hotma Pendidikan Vokasi bukan merupakan penggalan pendidikan akademik namun pendidikan keahlian yang utuh, komprehensif dan terstruktur. “Pendidikan vokasi juga bukan merupakan subordinasi pendidikan akademik, namun pendidikan yang mengkoordinasikan aspek akademik dan keahlian menjadi satu pendidikan mandiri yang utuh,” jelasnya dalam seminar yang diinisiasi Program Studi Diploma Analisis Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UII.

Hotma melanjutkan bahwa Pendidikan Vokasi harus diselenggarakan hingga jenjang magister terapan dan doktor terapan. Dengan keadaan teknologi yang amat canggih pada era revolusi industri 4.0, sumber daya manusia memiliki wawasan keilmuan di level yang tinggi dan komitmen dalam mengambil kebijakan untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual yang tinggi pula.

Hotma menutup sesi pertama SNVI 2018 dengan mengungkapkan keprihatinannya akan revolusi industri selanjutnya, yaitu Revolusi Industri 5.0, dimana akan menjadi titik awal kegagalan komunikasi antara manusia dengan teknologi ciptaannya. Menurutnya hal ini akan mengakibatkan teknologi yang seharusnya membantu kemanusiaan berubah menjadi mengkikis kemanusiaan.

Sementara pada sesi materi kedua, Kepala Sub-bidang Penerapan Standar Sukarela dan Penanganan Pada Pusat Sistem Penerapan, Banu Sinarmala, S.Si. memaparkan materi dengan topik “Peran Standarisasi dalam Menghadapi Revolusi Industri”. Ia menjelaskan bahwa peran standarisasi dalam menghadapi era Revolusi Indsutri 4.0 untuk memberikan kepastian bagi para konsumen. (NI/RS)