Pengajar TPA Hadir Menggerakkan Inspirasi Anak

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Kegiatan pelatihan bagi pengajar TPA (Taman Pengajaran Al-Qur’an) di Universitas Islam Indonesia (UII) telah menjadi agenda dari UII Ayo Mengajar. Di masa pandemi ini, kegiatan mengajar tetap dilaksanakan melalui virtual Google Meet pada Ahad (14/6).

Kegiatan kali ini diberi judul mengutip kalimat milik K.H. Maimum Zubair (Alm), “Yang paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik, dan rekresi yang paling indah”. Sandi Kurniawan selaku ketua umum UII Ayo Mengajar mengatakan bahwa kegiatan ini penting dilakukan tiap tahunnya, sehingga meskipun ada wabah tetap dilaksanakan. Tujuan dari kegiatan adalah bersilaturahmi serta belajar teknik mendongeng dan motivasi mengajar.

Bambang Bimo Suryono, MDI atau biasa disebut Kak Bimo, pendiri Asosiasi Pencerita Muslim Indonesia dan Pengkisah Nasional, mengatakan seorang guru atau pengajar yang tidak pandai bercerita diibaratkan orang yang hidup tanpa kepala. Sebagai pengajar tidak hanya menyumbangkan kemampuannya saja melainkan juga keterampilan dalam menasehati melalui bentuk dongeng atau cerita. “Padahal di kepala ada mata, hidung, telinga, pipi, dan indra lainnya yang penting, terlebih ada otak juga di situ,” katanya.

Menurutnya nasihat murni atau nasihat secara langsung terkesan menggurui dan kadang kurang diterima oleh anak-anak atau orang dewasa sekalipun. Agar pendengar lebih enjoy dan memiliki cita raa tersendiri, mendongeng dapat menjadi pilihan. Mendongeng adalah budaya lama yang sering dilakukan orangtua kepada anak-anaknya sebelum adanya gadget. Kenikmatan mendengarkan dongeng berbeda jauh dengan membaca cerita di buku atau internet. “Kita dapat bercerita sesuai dengan imajinasi asalkan tidak mengubah keyakinan dan iman orang,” tambahnya.

Kepada para pengajar, Kak Bimo mengajarkan berbagai macam cerita, baik fiksi dan non fiksi. Tips yang dapat dilakukan untuk memperkaya pembendaharaan imajinasi adalah dengan sering melihatnya di youtube, membaca buku, atau menonton aksi-aksi pendongeng lainnya. ia juga mengatakan bahwa penting bagi para pendongeng untuk belajar mengatur suara. “Suara besar untuk tokoh besar dan suara kecil untuk tokoh anak-anak atau hewan. Tekniknya memulainya aja dengan hal yang sederhana,” jelasnya.

Rochiem, MA., Character dan Parenting Nasional mengatakan bahwa anak adalah amanah. Hal ini sesuai dengan QS. An Nissa: 9 yang berbunyi, Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka dzurriyah yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik.

Seperti perkataan Ali bin Abi Thalib, didiklah anakmu untuk jaman yang bukan jaman kamu. Untuk mengajar TPA hal yang penting untuk dilakukan terlebih dahulu menurut Rochiem adalah fokus kepada diri sendiri. Fokus diibaratkan seperti belajar naik sepeda, yakni fokus pada proses berpikir bukan pada “problem on the table”. Fokus ini dapat dimulai dengan yakin bahwa diri sendiri bermanfaat dan berarti bagi orang lain.

“Seorang super CEO yang cemerlang, bertangan dingin saja kemudian besar belum cukup untuk menggerakkan perubahan. Kecuali ia seorang pemimpin yang datang membawa ‘kunci emas’, yaitu hadirnya jiwa leader yang tidak hanya mencerdaskan namun mampu menggerakkan jiwa anak,” ucapnya.

Menurut Rochiem, dunia berubah bukan dimulai dari banyak orang, tetapi dimulai dari sedikit orang-orang pilihan. Saat ini pengajar TPA harus menjadi climber, yakni penggerak dan pemula bukan pengikut atau penunggu. Re-code the leader terdiri dari empat, yakni: vision, skill, resources, action plans. “Tak hanya butuh metodologi yang kreatif dalam pengajaran, namun juga harus recode diri hadir dengan jiwa untuk menggerakkan inspirasi semesta,” jelasnya.

Di jaman serba digital sekarang, banyak anak kecil yang lebih asyik dengan smart phone nya daripada belajar atau berkumpul dengan orang lain. Mulanya mencari kebiasaan tetapi lambat laun dikuasai oleh kebiasaan. Jika tidak sadar akan kebiasaan yang dilakukan, maka kebiasaan akan membelenggu kepada diri sendiri. Hal itulah tantangan yang dihadapi oleh para pengajar.

Untuk menghadapinya dapat dilakukan dengan pola asuh anak jaman now, yakni dengan keteladanan dan komunikasi dengan gaya belajar siswa dengan karakternya maka akan menghasilkan anak saleh. “Setelah sukses merubah diri sendiri, bersiaplah merubah TPA Anda,” tutup Rochiem.(SF/RS)