,

Perang Rusia-Ukraina Tidak Terlalu Berdampak ke Negara Muslim

Invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina dinilai tidak akan memiliki dampak secara langsung kepada negara-negara Islam. Penilaian ini disampaikan oleh M. Wahid Supriyadi, Duta Besar Indonesia untuk Rusia merangkap Belarus tahun 2016-2020, dalam webinar NgalIR Live Talk dengan tema serangan Rusia ke Ukraina: Justifikasi Aksi Unilateral dan Dampak terhadap Dunia Islam, yang diadakan Prodi Hubungan Internasional UII pada Rabu (9/3).

Wahid menjelaskan bahwa memang terdapat beberapa hal yang dapat saat ini dinarasikan menarik umat Islam ke dalam pusaran konflik. Seperti contohnya Muslim dari Suriah yang bisa memanfaatkan momentum ini untuk menyerang Rusia yang meluluhlantakkan negeri mereka. Namun, menurutnya hal ini tidak akan mengarah ke sana. “Makanya kita harus hati-hati dengan berita. Karena masing-masing akan mencari berita untuk justifikasi tindakannya dan data-data yang akan membenarkan.” Ujar Wahid.

Ia menambahkan bahwa dunia Islam memang tidak akan merasakan dampak keamanan dari konflik kedua negara ini, namun sektor ekonomi akan memberikan dampak yang lebih besar. Hal ini tidak terlepas dari kenaikan harga minyak dan gas yang mulai dirasakan setelah sanksi ekonomi melanda Rusia. “Jangan menarik pertikaian kedua negara ini ke isu agama, dua-duanya baik.” Ujarnya.

Wahid menilai Rusia adalah negeri kaya yang memiliki ketahanan ekonomi yang kuat, persenjataan canggih, dan memiliki anggaran militer yang jauh lebih tinggi dari Amerika Serikat. Faktor itu membuat invasi Rusia bisa berjalan dengan lancar dan Amerika Serikat mulai berpikir ulang untuk melindungi Ukraina. “Zelensky juga salah perhitungan jika menganggap NATO akan membantu mereka karena dia bukan menjadi bagian dari NATO sehingga tidak ada kewajiban itu.” Ujarnya.

Terkait isu pemberian kewarganegaraan bagi pengungsi Ukraina oleh pemerintah Israel, juga disebutnya cukup riskan mengingat Rusia menjadi negara terbesar keempat dengan penduduk Yahudi di dunia. Ia berpendapat tindakan itu justru membahayakan bagi eksistensi orang-orang Yahudi di negara tersebut.

Rusia Banjir Boikot

Dalam bincang-bincang ini, hadir juga Radityo Dharmaputra, Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga sekaligus Junior Research Fellow in Political Science di University of Tartu. Radityo menambahkan bahwa saat ini Rusia tengah menghadapi boikot ekonomi yang menyasar masyarakat biasa. Mereka kesulitan untuk mengambil uang tunai di bank, dinaikkannya suku bunga serta ditutupnya pasar saham yang membuat aktivitas jual beli saham tidak bisa dilakukan.

Selain itu, masyarakat Rusia juga mulai mengalami sanksi sosial dengan penolakan terhadap mahasiswa baru di berbagai negara di Eropa dan pembatalan beasiswa bagi mahasiswa Rusia. Generasi muda yang anti Putin yang awalnya ingin belajar di luar negeri dan menghindari Putin, malah harus membatalkan keinginan mereka karena sanksi tersebut. Radityo menambahkan bahwa dampak sosial juga lumayan dirasakan oleh diaspora Rusia di luar negeri yang mulai kesulitan untuk menghubungi keluarga di Rusia.

Boikot juga merambah ke ranah olahraga dan hiburan seperti dikeluarkannya tim sepak bola Rusia dari kualifikasi Piala Dunia 2022. Rusia juga batal menjadi tuan rumah Eurovision dan didiskualifikasi dari ajang tersebut hingga pembalap F1 Rusia yang tidak bisa mengikuti ajang tersebut musim ini.

Ia menjelaskan bahwa boikot tersebut tidak akan memberikan pengaruh terhadap invasi Rusia mengingat Putin merupakan pribadi yang cukup acuh dari hal-hal tersebut. Ia juga menyebutkan bagaimana 68% warga Rusia setuju atas aksi penyerangan terhadap Ukraina dan 32% lainnya memilih untuk abstain yang membuat Putin memiliki legitimasi lebih untuk melanjutkan invasinya.

Terakhir, ia menyatakan konflik Rusia-Ukraina tidak berkaitan antara agama dengan bantuan terhadap pengungsi Ukraina. Ia justru mengatakan bahwa bantuan terhadap pengungsi Ukraina lebih banyak berlandaskan pada asas kemanusiaan yang ditunjukkan oleh negara-negara di Eropa Timur seperti Polandia, Lithuania, Latvia dan lain-lain. (AP/ESP)