Rusia dan Penegasan Netralitas Indonesia dalam Presidensi Forum G20

Indonesia berhadapan pada situati sulit terkait dengan posisi Indonesia sebagai presidensi dalam Forum G20 yang akan dilaksanakan di Bali tahun ini. Hal ini tercermin melalui pemaparan pemateri dalam webinar bertajuk Krisis Ukraina dan Dampak Presidensi Indonesia di G-20, Rabu (31/3). Acara ini terselenggara berkat kerjasama Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (PSHI UII) dengan Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana. Hadir dalam acara dosen HI UII, Enggar Furi Herdianto, S.I.P., M.A., dan dosen HI UKSW, Trisanto Romulo Simanjuntak, S.I.P., M.A., selaku pembiacara.

Posisi sulit yang dihadapi Indonesia tidak terlepas dari timbulnya koalisi Barat dan Timur di tubuh anggota G-20. Blok barat mengingatkan Indonesia untuk tidak mengundang Rusia dalam forum G-20. Sedangkan, negara-negara blok Timur mendukung kehadiran Putin, karena G-20 dianggap bukan merupakan forum yang mengangkat isu keamanan.

Meskipun dalam situasi yang cukup sulit, Enggar menyatakan bahwa Indonesia akan memposisikan diri negara yang netral sebagai bagian dari prosedur bagi negara yang memegang mandat presidensi untuk mengundang seluruh kepala negara anggota dalam forum G20. Alasan lain mengapa Indonesia tetap mengundang Rusia adalah upaya untuk menghindari G-20 dari isu politik keamanan yang bukan merupakan agenda utama forum ini. Indonesia juga menilai bahwa forum inii tidak memiliki agenda khusus yang berkaitan dengan konflik Rusia – Ukraina dalam forum G20.

Selain yang berhubungan dengan forum G-20, alasan Indonesia untuk tetap mengundang Rusia berhubungan dengan kepentingan nasional Indonesia seperti ketergantungan yang cukup besar terhadap kerjasama dengan Rusia, khususnya dalam aspek kerjasama ekonomi dan teknologi militer. Politik luar negeri bebas – aktif yang dianut Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 membuat Indonesia untuk bersikap senetral mungkin dan tetap menjaga posisinya agar tidak terikat dengan satu kelompok tertentu.

Enggar juga menegaskan bahwa pandangan netral Indonesia dalam konflik ini tidak hanya bisa dilihat melalui kehadiran Rusia dalam forum G20 namun juga dari pernyataan dan posisi Indonesia dalam beberapa forum internasional. Sebagai contoh, Indonesia memang menolak perang namun tidak memberikan pernyataan terkait pihak mana yang salah dalam konflik kedua negara ini.

Enggar juga menambahkan bahwa tuntutan untuk mengundang Ukraina ke dalam forum G20 cukup sulit dilakukan mengingat Ukraina bukan merupakan negara anggota forum G20. Selain itu, kedatangan Ukraina juga dipandang akan mengubah agenda G20 menjadi isu politik keamanan dari sedianya kerjasama ekonomi.

Trisanto menambahkan bahwa posisi netral Indonesia sudah berulang kali dinyatakan khususnya dalam pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto. Di dalam beberapa pernyataan, ia menyatakan bahwa pemerintah tidak ingin ada kaitan berlebih antara forum G-20 dengan isu Rusia – Ukraina yang menurutnya lebih baik diselesaikan lewat Dewan Keamanan PBB.

Trisanto menegaskan bahwa langkah Indonesia sudah cukup tepat dengan semangat bebas aktif untuk mengundang Rusia. Selain itu, Putin berulang kali menyampaikan keinginannya untuk menghadiri forum G20 melalui pernyataan Duta Besar Rusia untuk Indonesia.

“Tantangan Indonesia adalah memanfaatkan forum dan kunjungan kenegaraan untuk meyakinkan dunia bahwa langkah Indonesia untuk mengundang Rusia sudah tepat dan bisa direalisasikan.” Ujarnya. Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada perhatian dunia akan kehadiran seluruh negara anggota jika Rusia tidak diundang dalam forum ini. (AP/RS)