Terdapat 70 Persen Kandungan Peptida pada Pengembangan Obat

Jurusan Farmasi Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Kajian Islam Sains & Teknologi (KAIST) dan Kuliah Umum dengan tema “Peptidas as Targeted Drug Delivery System” pada Kamis (22/9) di Auditorium Lantai 4 Gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) pada Kamis (7/9). Kajian menghadirkan narasumber yakni, Prof. Teruna J. Siahaan selaku pengajar School Of Pharmacy, Kansas University, US.

Dalam Sambutannya, apt. Muhammad Hatta Prabowo, S.F., M.Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Farmasi Program Sarjana UII menyampaikan rasa syukur terima kasihnya karena acara ini dapat diselenggarakan dan berharap agar seluruh peserta mendapatkan insight dari narasumber terkait peptida sebagai obat.

“Kami memiliki harapan dari kami bahwa ini menjadi wadah yang positif untuk saling berkolaborasi dan sharing terkait pengetahuan lebih terkait keilmuan farmasi kepada peserta didik baru, untuk kemudian bersama-sama belajar dan memahami lebih dalam terkait riset, studi kasus dan insight baru pada keilmuan farmasi yang bersifat jangka panjang”, ucapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan agar dalam acara ini peningkatan kerja sama UII dalam pengembangan riset keilmuan farmasi dapat berkelanjutan. “Harapan saya ini merupakan peluang kerja sama yang berkelanjutan dan seluruh peserta diberi kesempatan untuk bertanya apapun dalam acara ini, beliau akan memberikan berbagai jawaban pertanyaan dan sharing pengalaman dengan bahasa yang mudah dimengerti,” lanjutnya.

Sementara Prof. Teruna J. Siahaan dalam paparannya mengatakan bahwa Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa penemuan revolusioner dalam dunia medis yaitu menjadikan peptida sebagai Terapi yang menjanjikan untuk pengobatan suatu penyakit. Penelitian di bidang farmasi terus berkembang untuk menemukan dan memproduksi berbagai sediaan farmasi dengan bahan aktif peptida.

“Pengembangan obat 70% memiliki kandungan peptida. Obat berbasis peptida juga dianggap lebih menguntungkan dikarenakan mendesain peptida menjadi obat yang ditargetkan secara spesifik pada T-cell yang dibutuhkan oleh tubuh seperti peptida sebagai penghantaran obat ataupun terapi hormon peptida. Peran peptida yang terlibat dalam aktivitas biologi tubuh membuat sangat berpotensi dijadikan obat sebagai terapi suatu penyakit”, paparnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan perbedaan dari pengobatan antibodi yang telah ada dengan pengobatan metode baru peptida. “Antibodi memiliki biaya produksi yang tinggi, ukuran molekul yang besar, kemampuan menembus jaringan tumor yang terbatas sehingga diharapkan menciptakan metode baru untuk merancang peptida yang meniru pengikatan antibodi,” ujarnya.

Prof. Teruna J. Siahaa menambahkan terkait kemajuan peptida sebagai metode baru pengobatan akan meningkatkan menjadikan obat peptida yang dinamis, berdasarkan upaya ratusan kelompok akademis dan pembentukan perusahaan terapi peptida. “sehingga peptida sebagai terapi obat akan didesain memiliki tingkat spesifisitas yang tinggi terhadap target yang diinginkan adalah faktor penting dalam pengembangan obat peptida yang aman dan efektif. Ini dapat dicapai dengan merancang peptida yang mengikat secara selektif ke target tertentu, seperti reseptor atau protein yang terlibat dalam proses penyakit,” tambahnya.

Terakhir Prof. Teruna J. Siahaan menambahkan bahwa passion dan opportunity merupakan salah satu motivasi dan kesempatan atau keberuntungan dalam menggapai dan melanjutkan pendidikan ke jenjang magister ataupun menjadi profesor keilmuan farmasi. “karena jika kita passion akan terus mengasah keinginan dalam diri untuk melakukan sesuatu dengan antusiasme dan ciptakan peluang tersebut dengan keluar dari zona nyaman, bereksperimen, mengambil risiko, dan mendorong diri belajar lebih banyak,” tutupnya. (PN/RS)