UII Dorong Upaya Penghapusan Kekerasan Seksual di Kampus

Merespon terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Universitas Islam Indonesia (UII) melakukan Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis (3/2) di Ruang Sidang Gedung Prof. Dr. Sardjito UII. Agenda ini menghadirkan beberapa narasumber dari berbagai latar belakang yang berbeda. Hadir melalui daring, Rektor UII Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D.

Fathul mengutarakan bahwa UII juga turut terlibat dalam beberapa pembahasan di lingkup perguruan tinggi swasta (PTS). Beberapa PTS sepakat untuk mengajukan judicial review. Khususnya terkait aspek Hak Asasi Manusia (HAM) yang perlu diperdalam. “Kalau saya membayangkan yang perlu dikawal dari peraturan ini adalah isu yang substansial,” ujar Fathul Selanjutnya, perlu strategi dan langkah yang detail untuk mengimplementasikan peraturan yang ada, “bagaimana kita mengemas berbagai fakta. Tidak asal sensasional tapi ada langkah yang dibutuhkan dan bisa dilakukan secara bersama-sama untuk menindak tindakan yang kita anggap melanggar,” tandasnya.

Langkah Serta Upaya

Eko Riyadi, S.H., M.H. selaku Kepala Pusat Studi HAM UII menilai Permendikbud Ristek hanya sebagai standar minimum. Ia menilai Peraturan Universitas (PU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Perbuatan Asusila dan Kekerasan Seksual perlu mendapat upaya tambahan. Penanganan korban menjadi perhatian penuh bagi dirinya. Langkah yang dapat dilakukan menurutnya adalah membuat Hotline. Hal itu menurutnya bagus dan dapat mempertegas sikap UII untuk dapat meminimalisir perilaku kekerasan seksual.

Pembuatan badan atau lembaga penanganan khusus juga perlu dipertimbangkan. Terkait pihak yang nantinya mengisi di lembaga, dorongan dari rekan-rekan psikologi bagi Eko sangat memegang peran krusial dalam hal itu. “Orang kemudian bisa berdiskusi dengan santai, tidak harus dalam rangka melakukan pembuktian. Maka nanti kalau lembaga ini bisa kita dorong, proses sangat penting adalah mendengarkan keluh kesah yang ada,” jelasnya.

Senada, Beni Suranto, S.T., M.Soft.Eng. sebagai Direktur Pembinaan Kemahasiswaan UII memandang pembentukan lembaga khusus sebagai untuk memitigasi hal yang tidak diinginkan.

Menurutnya pembuatan lembaga atau satuan tugas (satgas) bukanlah satu hal yang sulit untuk diimplementasikan. Ia menaruh harapan besar agar ke depannya UII dapat memberikan kontribusi pemikiran berdasarkan nilai dan perspektif Islam terkait permasalahan yang ada.

Respon dan Sikap Positif UII

Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni melihat UII punya semangat dan daya juang yang tinggi untuk menghapus kekerasan seksual di perguruan tinggi. “Itu menurut saya sudah sesuai visi misi tujuan pendidikan UII. Diksi mengenai kekerasan itu mengandung konotasi negatif dalam bentuk dan aktivitas apapun, apalagi terkait hal seksual,” tegas Rohidin.

Sementara itu, Ketua Panitia Syarif Nurhidayat, S.H., M.H. memaparkan hasil serta perumusan sikap UII. Terdapat lima poin yang berhasil didapatkan dari pertemuan hari ini. Pertama, UII merupakan institusi berasaskan Islam sesuai Al-Quran dan sunnah serta berpedoman pada Pancasila sebagai dasar NKRI dan UUD 1945. Kedua, UII mengapresiasi atas terbitnya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 karena merupakan bukti komitmen negara untuk mencegah adanya kekerasan seksual di lingkungan kampus. Ketiga, UII telah menerbitkan peraturan universitas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Perbuatan Asusila dan Kekerasan Seksual yang ditetapkan berdasarkan falsafah UII.

Lalu keempat, dari pertemuan ini didapatkan ada beberapa catatan atas Permendikbud Ristek yang ada. Dan kelima, “UII berkomitmen meningkatkan proses pencegahan dan juga layanan pemulihan dari berbagai aspek mulai dari psikologis, pengembangan kurikulum, dan aspek yang dibutuhkan terhadap pelaku,” pungkas Syarif. (KR/ESP)