Unifikasi Korea Dalam Perspektif Politik Internasional

Salah satu isu kontemporer yang sedang menjadi perbincangan khususnya dikalangan mahasiswa jurusan Hubungan Internasional ialah unifikasi yang dilakukan antara korea utara dan korea selatan. Untuk pertama kalinya sejak 70 tahun terpisah pemimpin korea selatan dan korea utara kembali bertemu.

Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengundang Enggar Furi Herdianto selaku Dosen Politik dan Pemerintahan Korea selatan sebagai pemateri pada kajian yang dilaksanakan pada selasa (15/5), di Hall Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB).

Penandatanganan Deklarasi Panmunjom untuk perdamaian merupakan langkah yang diambil pemerintahan kedua negara agar dapat mengusahakan perdamaian, mengakhiri perang korea dan tekad bekerjasama dibidang ekonomi dan budaya antar negara. Dalam materi yang disampaikan, Enggar Furi menyampaikan bahwa ada urgensi dari dunia internasional terkait upaya damai di korea selatan dan korea utara.

“Hal ini menjadi salah satu fokus dalam dunia internasional karena dengan berdamainya kedua negara tersebut maka dapat mengurangi ancaman nuklir dari Korea Utara yang dapat mengancam kestabilan kawasan seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan bahkan dunia,” ujarnya.

Namun, kemungkinan unifikasi korea selatan dan utara seperti masih jauh diambang mata mengingat ada banyak sekali perbedaan yang mencolok dari kedua negara yang dahulu merupakan satu kesatuan akan tetapi pecah menjadi korea selaran dan korea utara pada tahun 1953.

“Perang korea yang terjadi sejak tahun 1950 sebenarnya belum benar-benar selesai hingga saat ini. Di tahun 1953 korea sepakat untuk menyetujui gencatan senjata antar kedua Negara,” tambahnya,

Enggar juga menyampaikan bahwa inisiasi untuk melakukan unifikasi dengan Korea Utara juga menjadi salah satu fokus pemerintahan Korea Selatan sejak masa pemerintahan Kim Dae Jung yang disebut Sunshine Policy.

Sunshine policy yang dikeluarkan di masa Kim Dae Jung tidak mencapai keberhasilan yang berarti karena pada saat itu Korea Utara justru meminta Korea Selatan membayar sejumlah dana ke Korea Utara sehingga korea utara mau membuka diri dan bernegosiasi.

“Permintaan Korea Utara tersebut dipenuhi oleh Kim Dae-Jung dan disinyalir dana yang dilimpahkan pada saat itu digunakan menjadi modal korea utara untuk mengembangkan nuklirnya hingga saat ini,” tutur Enggar.

Antusiasme yang tinggi serta tanggapan dari mahasiswa yang hadir cukup beragam. Salah satu mahasiswa Hubungan Internasional 2017 Rayhan menyampaikan pendapatnya bahwa kemungkinan unifikasi korea masih jauh dari bayangan karena masih ada perbedaan yang mendasar antar kedua negara.

“Ideologi sebagai hal yang paling fundamental dalam suatu negara menjadi kendala yang utama terkait upaya unifikasi ini karena ideologi yang digunakan masing-masing negara sudah melekat dan sangat bertentangan dimana Korea Selatan menggunakan ideologi liberal sementara Korea Utara dengan ideologi komunisme,” ujarnya.

Tanggapan lain datang dari mahasiswa Hubungan Internasional 2016 Isnain yang merasa bahwa unifikasi ini dapat diusahakan dan perbedaan ideologi tidak menutup kemungkinan terjadinya unifikasi.

“Kita bisa melihat contoh penyatuan negara dengan perbedaan ideologi di jerman barat dan jerman timur saat itu. Segala kemungkinan bisa saja terjadi, atau saran yang mungkin relevan adalah korea menggunakan sistem negara federasi sehingga masing-masing negara tetap memiliki otoritas negaranya,” ungkap Isnain.

Skenario yang terjadi antar kedua negara tersebut masih belum terlihat jelas, yang menjadi kekhawatiran dunia internasional ialah apabila momen seperti ini dimanfaatkan oleh Korea Utara sebagai langkah untuk memperbaiki citra di dunia internasional dengan menjalin hubungan dengan Korea Selatan.

Selain itu, hambatan dalam bidang ekonomi dimana terjadi kesenjangan yang tinggi antar kedua negara juga menjadi tantangan. Hasil yang dapat ditarik dari kajian ini ialah inisiasi unifikasi korea menjadi angin segar dalam panasnya perpolitikan di dunia internasional. Akan tetapi melihat masih banyaknya tantangan yang akan dihadapi maka realisasi unifkasi korea dimungkinkan masih akan memakan waktu yang cukup lama. (RR/RS)