,

Wanita Bercadar: Benarkah Tanda Radikalisme?

Di Indonesia saat ini, jumlah wanita yang menggunakan jilbab bercadar masih menjadi minoritas. Karena banyak masyarakat awam, khususnya wanita yang belum mengenakan cadar menganggap bahwa cadar hanyalah sebuah tuntutan budaya timur. Namun bagi wanita yang sudah mengenakan cadar, mereka menganggap bahwa cadar merupakan sebuah cara agar mereka lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan lebih meningkatkan keimanannya.

Fenomena kontroversi penggunaan cadar bagi wanita, saat ini menjadi topik pembicaraan yang hangat di masyarakat. Melihat fenomena ini, Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) Mengadakan Kajian Rutin dengan tema “Wanita Bercadar: Benarkah Tanda Radikalisme?”. Kajian yang digelar pada Kamis (15/3) di Gedung FPSB UII ini menghadirkan Sus Budiharto S.Psi., M.Si., Psi. sebagai pemateri.

Pada Kajian tersebut, Sus Budiharto menjelaskan bahwa Kata Radikalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) itu adalah paham atau aliran yang menginginkan sebuah perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan, dan juga bisa diartikan sebagai sikap ekstrim dalam aliran politik. Sedangkan jika dilihat asal katanya, yaitu radikal, mempunyai arti prinsip mendasar, yang berarti radikal itu berarti akar atau mengakar.

Didalam Al-Qur’an surah Ibrahim:24 dijelaskan bahwa Allah S.W.T telah memberikan contoh perumpamaan yaitu sebuah pohon yang mempunyai akar yang kuat yang bisa dijadikan pondasi agar pohon tersebut tetap mampu memberikan manfaatnya untuk kehidupan. Begitupula manusia yang mempunyai pondasi agama Islam yang kuat didalam dirinya, sehingga kedepannya bisa memberikan manfaat untuk manusia lainnya. ”Jadi Wanita bercadar itu bukanlah sebagai gerakan radikalisme, mereka hanya sebagai orang Radikal yang semata-mata ingin memperkuat keimanannya dengan cara tersebut,” Jelas Sus Budiharto.

Sementara salah satu mahasiswa bercadar yang hadir saat kajian, Femi Chaerunnisa beranggapan bahwa semua orang-orang yang belajar agama Islam adalah orang-orang yang radikal dalam artian yang positif semata-mata untuk mendekatkan diri dan meningkatkan keimanan. “Tapi jika dikatakan bahwa orang yang bercadar identik dengan teroris, saya tidak setuju. Ada dua hukum yang membahasnya yaitu sunnah dan wajib bagi wanita yang menggunakan cadar.

Femi Chaerunnisa meyakini kalau hukum wanita bercadar adalah wajib, karena dengan memakai cadar, seorang wanita itu bisa melindungi dirinya sendiri dan juga sekaligus bisa membantu para ikhwan untuk menjaga pandangannya. “Kalau untuk identik dengan teroris saya sangat tidak setuju. Karena itu tergantung masing-masing orang,” Jelas Femi yang juga merupakan mahasiswi Psikologi UII.

Fenomena saat ini yaitu deskriminasi terhadap wanita yang menggunakan cadar, tenyata adalah efek dari Islamophobia, yaitu sebuah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka buruk dan deskriminasi pada orang-orang kaum Islam. Islamophobia semakin banyak terjadi dimasyarakat khususnya masyarakat Internasional setelah adanya peristiwa penyerangan gedung World Trade Center oleh teroris yang mengatasnamakan Islam. (RRA/RS)