Belajar Merancang Aplikasi Startup Bersama Grab

Sebuah perusahaan startup aplikasi teknologi dituntut menghadirkan layanan inovatif yang dapat memecahkan masalah pengguna. Layanan tersebut perlu terus dikembangkan dari waktu ke waktu sehingga pengguna tetap setia memakai aplikasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan startup untuk memiliki konsep pemikiran desain atau design thinking untuk tetap bertahan.

Seperti disampaikan Jaka Wiradinata dari GRAB Region Head Central Java & DIY pada acara IBISMA Growth Academy dengan tema “Design Thinking for Startup” belum lama ini di UII secara daring. Ia berusaha memaparkan konteks design thinking startup berbasis teknologi seperti Grab. Di Jogja pada awalnya Grab dimulai dari motor dan mobil hingga sekarang berevolusi menjadi super app. “Kompetitor kita dan di dunia juga sama seperti di Amerika dan Tiongkok juga sudah menuju super app. Sebenarnya konsep super app ini berkembang di Indonesia,” lanjutnya.

Grab yang berawal dari nama MYTEKSI di Malaysia pada 2011, kini telah beroperasi di delapan negara Asia Tenggara dengan operasi terbesar berada di Indonesia. Layanan Grab telah menjangkau lebih dari 260 kota dari Sabang sampai Merauke. 

Selama pandemi, layanan Grab paling diminati adalah Grab Food, Grab Mart, dan Grab Health yang memungkinkan pemakai berkonsultasi langsung dengan dokter. Resep obat dari dokter pasca konsultasi juga dapat diantar ke rumah pengguna.

Menurut Jaka Wiradinata, metode design thinking merupakan salah satu kunci berkembang pesatnya Grab. Design thinking memiliki lima tahapan, yaitu empathize, define, ideate, prototype, dan test. 

Empathize adalah memahami kebutuhan pengguna dan kita harus merasakan dulu. Define adalah membangun sudut pandang yang didasarkan pada kebutuhan dan wawasan pengguna. Ideate adalah menghadirkan solusi kreatif. Prototype adalah membangun representasi satu atau beberapa ide untuk ditunjukkan kepada pengguna. Test adalah menguji ide atau prototype kepada pengguna untuk mendapatkan feedback.

Grab dimulai dari empathize yakni pada tahun 2011-2012, aplikasi ini menemukan banyak orang khususnya kaum wanita memiliki pengalaman kurang menyenangkan ketika naik taksi di lingkungan yang tidak aman. Meskipun menjadi salah satu alternatif transportasi umum pilihan, keselamatan telah menjadi masalah yang memprihatinkan bagi moda transportasi ini. Terutama bagi wanita yang perlu naik larut malam atau dini hari. 

Kemudian berlanjut ke tahap define dengan mendefinisikan masalah dan mencari tahu apa solusinya. Bagaimana memastikan kaum wanita memiliki alternatif transportasi yang aman di Malaysia? “Kita menciptakan persona pelanggan sebagai target pasar potensial, lalu kita mencari tahu apa yang diinginkan, dibutuhkan, dan dirasakan oleh pelanggan,” lanjut Jaka. 

Selanjutnya melakukan tahap ideate dengan melakukan minimum viable product (MVP), MVP adalah hal penting yang dapat dibuat untuk memberikan value kepada pelanggan. “Jadi, apa yang awalnya kami lakukan adalah menemukan cara menyediakan platform yang dapat diterima pelanggan untuk memesan taksi dengan sopir yang sah dan terverifikasi dan memiliki visibilitas untuk melacak taksi mereka secara real time. Itu saja. belum ada fitur tambahan lainnya. Hanya produk inti, itu disebut MVP,” jelasnya. 

Pada tahap prototype Grab menjelajahi kelayakan solusi yang diusulkan dan mengawasi peluang. “Grab pun memilih terjun di aplikasi seluler karena Asia Tenggara memiliki tingkat penggunaan internet tertinggi di dunia, dengan rata-rata 3,6 jam dihabiskan untuk internet setiap hari,” lanjutnya. Setelah itu melanjutkan ke tahap test untuk memvalidasi produk yang telah dibuat melalui metrik yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja bisnis dan mengembangkannya. Grab juga menjaring umpan balik langsung dari pelanggan, mitra, dan pedagang untuk keberlangsungan inovasi.

“Keunggulan itu tidak datang tiba-tiba, tetapi ia adalah hasil dari tekad kuat, usaha yang tulus, dan eksekusi yang cerdas. Keunggulan lahir dari pilihan-pilihan hidup yang kita pilih jadi bukan sekadar kesempatan. Pada akhirnya yang menentukan jalan hidup kita itu bukan semata-mata kesempatan, tetapi pilihan yang kita ambil dari kesempatan-kesempatan yang ada,” pungkasnya. (MD/ESP)