Daya Lenting Konstitusi Diuji di Tengah Pandemi

Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII menyelenggarakan kuliah umum konstitusi “Menguji Daya Lenting Konstitusi Di Tengah Turbulensi” pada Rabu (18/8). Pembicara yang hadir yakni Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. (Guru Besar HTN FH UII dan Dewan Penasihat PSHK FH UII) dan Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (Ketua MK RI 2013-2015 dan Panitia Ad Hoc I MPR-Perubahan UUD NRI 1945).

Prof. Ni’matul Huda menjelaskan mengacu pada Pasal 18 UUD 1945, Indonesia tidak mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Indonesia dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. 

Pemerintahan Orde Baru mengembangkan sistem pemerintahan dan keuangan daerah yang sentralistik sehingga memperlebar dikotomi struktur ekonomi yang fundamental antara Jawa dan Luar Jawa. Sedangkan pada pemerintahan daerah era reformasi, digulirkan kebijakan otonomi seluas-luasnya melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Negara Kesatuan tidak dapat diubah menurut ketentuan Pasal 37 ayat (5) dan dalam amandemen UUD 1945 muncul aspirasi dari ‘poros tengah’, bentuk negara kesatuan dapat diubah jika mendapatkan dukungan suara 2/3 dari rakyat Indonesia yang memiliki hak suara. Dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 terdapat 5 hal pokok, yaitu (i) “negara mengakui”, (ii) “negara menghormati”, (iii) yang diakui dan dihormati itu adalah satuan-satuan pemerintahan daerah, (iv) satuan-satuan pemerintahan daerah dimaksud “bersifat khusus” atau “istimewa”, dan (v) satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa tersebut diatur dengan undang-undang. Daerah asimetris ada pada pemerintah Aceh, Papua & Papua barat, DIY, dan DKI Jakarta.

Sedangkan pembicara Dr. Hamdan Zoelva menjelaskan konstitusionalisme berasal dari teori Two Stage menurut J. Relay, terdapat tiga. Ketiganya yaitu high track yang merupakan teks konstitusional dengan niat yang murni, lower track yang bergantung pada permainan politik, dan MK sebagai penghubung antara penyusun konstitusi dan constitutional game di prakteknya. 

Terdapat tiga model konstitusi antara lain konstitusi tertulis rigid yang tidak memiliki daya lenting dan akan selalu mengalami perubahan, konstitusi tertulis fleksibel dengan memiliki daya lenting, dan konstitusi tidak tertulis. Konstitusi memiliki sejarah dengan empat periode yang menggunakanan konsitusi dengan berbeda-beda dari periode I dengan UUD 1945 sebagai konstitusi hingga berubah menjadi konstitusi RIS, kemudian UUDS dan periode terakhir kembali ke UUD 1945 sebagai konstitusi negara. 

UUD 1945 tetap memberikan kekuasaan besar kepada Presiden. Dimanfaatkan atau tidak sangat tergantung pada kepemimpinan Presiden. Besar kecilnya kekuasaan Presiden akan nampak pada kepemimpinannya, struktur politik dan mayoritarianisme di parlemen, serta independensi dan posisi partai-partai politik. (FHC/ESP)