INDEF School of Political Economy Berlangsung di UII

Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (HI UII) menjadi tuan rumah pada penyelenggaraan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) School of Political Economy (ISPE) dengan tema “Outlook Ekonomi Internasional Indonesia”, di Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII, 2-3 Mei 2019.

Penyelenggaraan workshop menghadirkan pengamat enokomi internasional Indonesia, Faisal Basri, S.E., M.A., Prof. Bustanul Arifin dan peneliti senior INDEF, Ir. Muhammad Nawir Messi, M.Sc. Dalam agenda ini juga dihadirkan beberapa pembicara lainnya, yakni dari UII Drs. Suwarsono, M.A. dan Geradi Yudhistira, S.Sos., M.A. Sementara dari UGM, hadir sebagai sebagai pembicara Dr. Evi Noor Afifah.

INDEF merupakan sebuah lembaga riset independen dan otonom yang melakukan riset dan kajian kebijakan publik, terutama dalam bidang ekonomi dan keuangan. Sedangkan INDEF ISPE merupakan program pelatihan ekonomi-politik yang diselenggarakan dengan tujuan memberi pemahaman mengenai konsep dasar ekonomi dan metodologi untuk melakukan analisis terhadap suatu fenomena ekonomi serta memahami praktik ekonomi-politik yang terjadi di Indonesia.

Salah satu materi yang dipaparkan oleh Muhammad Nawir Messi adalah mengenai FDI di Indonesia dalam Konstelasi Ekonomi Politik Global. Disampaikan, FDI berarti Foreign Direct Investment, yang berarti kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. “Tentunya dalam melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan perundang-undangan di negara tuan rumah itu sendiri,” jelasnya.

Faisal Basri yang merupakan peneliti senior INDEF mengatakan bahwa saat ini Ekonomi Indonesia telah berada di jajaran elit dunia. Pada tahun 2017 lalu, Gross Domestic Product based on purchasing power parity GDP (PPP) Indonesia berada di urutan ke-7 dengan angka sebesar 3.243 milyar USD.

Akan tetapi, apabila angka itu di bagi dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia, akan menunjukkan angka rendah. Bahkan bisa dikatakan bahwa Indonesia bisa bertambah tua sebelum menjadi kaya. “Seperti yang dipaparkan Presiden Jokowi, bahwa Ibarat orang sakit, kita ini baik semuanya. Kolesterol baik, jantung baik, paru-paru baik, darah tinggi juga enggak ada. Tapi kok enggak bisa lari cepat,” ujar Faisal Basri.

Sementara Geradi Yudhistira dalam materinya memaparkan cara menuliskan opini di media. Menurutnya, perlu dijelaskan bahwa tujuan dari menulis adalah untuk dibaca. Baik itu dibaca oleh komunitas internasional, komunitas lokal dan nasional, bahkan dibaca oleh komunitas terbatas. “Menulis di media atau di surat kabar adalah hal yang relatif sulit, karena harus bersaing dengan puluhan bahkan ratusan penulis lainnya,” papar Geradi Yudhistira.

Geradi Yudhistira menambahkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat menulis yaitu terkait dengan teknik menulis, aktualisasi isu, ideologi, label diri. Sambungkan isu dengan Indonesia, dan juga carilah sebuah arena yang belum pernah dimasuki oleh orang lain,” ujarnya. (RRA/RS)