,

Membangun Jaringan dan Berkolaborasi Tingkatkan Riset di Indonesia

Riset merupakan sebuah kebutuhan yang harus dilakukan baik oleh institusi pemerintah, perguruan tinggi maupun pihak swasta. Ketika riset telah terlaksana, maka konferensi merupakan salah satu ajang untuk menguji riset tersebut. Konferensi sendiri tidak hanya semata-mata ditujukan sebagai ajang penilaian riset namun juga harus dimaknai sebagai ajang mencari partner untuk berkolaborasi. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII), Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D. 

Ia menyampaikannya pada pembukaan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat bertema Teknologi Pengolahan dan Pengembangan Material Maju. Acara berlangsung di Grand Zuri Malioboro Hotel Yogyakarta pada Kamis (20/10).

Eko mencontohkan bagaimana dirinya mampu bekerjasama dan menjadi rekan riset dengan seorang Profesor dari Jepang yang ia temui ketika menghadiri konferensi di Dubai beberapa tahun silam. Hubungan keduanya pun berlanjut dengan program pengiriman mahasiswa Teknik Lingkungan UII ke Jepang untuk mengikuti berbagai program riset ketika ia menjabat sebagai Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UII.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Organisasi Riset Elektro dan Nanoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN), Prof. Dr. Ratno Nuryadi, M.Eng, yang hadir sebagai pembicara menyatakan bahwa pihaknya membuka berbagai bentuk kerjasama dan program bantuan riset. Salah satu program yang dimiliki BRIN untuk meningkatkan riset di Indonesia adalah manajemen talenta yang bisa diikuti melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), hibah penelitian tugas akhir hingga program post. Para peserta yang mengikuti program ini nantinya akan diberikan bantuan berupa dukungan dana. 

Program lain yang tengah digalakkan oleh BRIN adalah Degree by Research yang menjadi kerjasama BRIN dengan beberapa kampus di dalam dan luar negeri. Peserta dari kegiatan ini terdiri dari berbagai pihak, baik pegawai BRIN maupun pihak swasta atau mahasiswa yang hendak menempuh studi magister dan doktor. Salah satu keunggulan program ini adalah tersedianya pembimbing dari pihak BRIN dan kampus tempat studi. 

Terdapat juga skema fasilitasi yang diberikan BRIN melalui riset dan inovasi untuk Indonesia maju. Namun, banyak proposal fasilitasi yang tidak memenuhi kriteria administrasi sehingga banyak yang ditolak secara langsung. Skema pusat kolaborasi riset ini merupakan hibah untuk pengelola riset di Indonesia. Namun Ratno menyoroti kurangnya persiapan administrasi para lembaga riset sehingga selalu gagal ketika hendak mengajukan hibah riset melalui skema ini.

Timbulnya berbagai program riset yang dirancang oleh BRIN tidak terlepas dari kurangnya jumlah periset di lembaga ini sendiri. Selain itu, Ratno menegaskan bahwa saat ini pihaknya tengah mengejar pertumbuhan angka riset dan pembangunan. Saat ini, Indonesia sangat tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain baik di kawasan Asia maupun dunia. Salah satu parameter ketertinggalan tersebut adalah jumlah dana riset dan pembangunan Indonesia yang masih didominasi dari sumber APBN. Sedangkan, negara-negara lain memiliki dana riset dan pembangunan yang jauh lebih besar dari pihak swasta.

Terkait dengan riset di bidang nanoteknologi, saat ini BRIN memiliki 7 pusat riset yang terdiri dari pusat riset teknologi pertambangan, metalurgi, material maju yang berlokasi di Tanjung Bintang Lampung, kimia maju, teknologi polimer, fisika kuantum, hingga fotonik. Dalam perjalanannya, pusat riset tersebut berjalan dengan adanya kolaborasi dari sektor SDM, budaya riset, anggaran dan infrastruktur. Riset yang dihasilkan pun cukup beragam mulai dari implan tulang, implan energi, aplikasi medis, keramik kreatif di Bali, hingga riset untuk penanggulangan COVID-19.

Pada seminar nasional ini sendiri, pihak panitia menerima 50 hasil riset dengan total yang berhasil lolos sebanyak 22 riset penelitian dan 24 pengabdian. Para peserta berasal dari 25 universitas dari 9 provinsi di Indonesia. Terkait topik yang diterima panitia, sebagian besar periset mengirimkan tema terkait kesehatan. (AP/ESP)