Mencari Solusi Masalah Banjir Jabodetabek

Banjir bandang yang melanda daerah Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi) belakangan ini merupakan imbas dari tingginya curah hujan yang mencapai 377 mm per hari. Angka ini menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah yang tertinggi sejak tahun 1996. Tingginya curah hujan yang tidak diantisipasi inilah yang perlu mendapat perhatian sehingga tidak menimbulkan banjir.

“Ini adalah masalah kita. Masalah bangsa kita. Karena itu, kita berkumpul di sini bukan untuk mencari, mencaci siapa yang salah. Tetapi sebaliknya, kita berkumpul untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada.” Demikian disampaikan oleh Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII, Miftahul Fauziah., S.T., M.T., Ph.D dalam acara Talkshow bertajuk “Solusi Praktis Banjir Jabodetabek” di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung Moh. Natsir, Kampus terpadu UII, pada Rabu (22/1).

Sebagai penyelenggara, Ketua Program Studi Magister Arsitektur UII, Ir. Suparwoko., MURP., Ph.D di dalam sambutan menyampaikan kegiatan ini dilaksanakan atas dasar keresahan atas bencana banjir yang terus menerus terjadi.

“Ini beranjak dari keresahan kita bersama terhadap bencana yang terjadi di ibu kota kita, sehingga kami merasa perlu untuk mendiskusikan solusi terbaik, solusi praktis untuk permasalahan tersebut.” Tutur Suparwoko. Program Studi Magister Arsitektur menurut Suparwoko adalah prodi yang salah satu fokus utamanya adalah riset untuk desain.

Hal ini menurutnya berbeda dengan program studi serupa yang ada di universitas lain. Di samping itu, sejak berdiri tahun 2018, pihaknya terus melakukan pengembangan, termasuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan mahasiswa asing.

Menelaah Penyebab Banjir Jakarta

Faktor geografis dan kesadaran akan lingkungan menjadi salah satu penyebab dominan mengapa Jakarta langganan banjir. Berbagai upaya telah dilakukan bahkan sejak masa pemerintahan kolonial untuk meminimalisir terjadinya banjir di kota tersebut. Seperti proyek Banjir Kanal Barat (1920), Proyek pengendalian banjir (1972), hingga proyek normalisasi sungai.

Selain tingginya curah hujan, masalah lain yang juga menyebabkan terjadinya banjir sebagaimana dijelaskan Suparwoko adalah lenyapnya 5.7 hektar hutan alam di Kawasan puncak Bogor antara tahun 2000-2016, munculnya rumah penduduk serta villa di pinggir sungai, membuat penyempitan pada areal sungai, serta berubahnya ribuan hektar area hijau, daerah tangkapan air, hutan lindung, dan hutan kota menjadi gedung bertingkat.

Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan atas permasalahan tersebut yaitu memanfaatkan pipa resapan yang ditempatkan pada setiap selokan, dan juga membuat bendungan kecil berseri yang ada di setiap pinggir sungai. “Persoalannya adalah kita sering menggagas hal-hal besar, hal-hal canggih, tapi kita lupa hal hal kecil, sebagai contoh pembuatan pipa resapan air di setiap selokan, dan juga bendungan kecil berseri yang ada di setiap pinggiran sungai.” Jelas Yanto., Ph.D, salah seorang pembicara pada acara itu.

Solusi lain yang dapat diterapkan menurut Zaenal Muslih adalah memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi. Sementara, Dr. Rofandi Hartanto menyebutkan siphon atau semacam gorong-gorong yang ada di pinggir sungai. “Ketika sungai meluap air akan tertampung di siphon yang telah di buat di pinggiran sungai tadi.” Jelas Rofandi.

Gagasan untuk DIY

Sebagai akhir pada sesi dialog tersebut, moderator kegiatan meminta para narasumber untuk memberikan gagasan praktis yang dapat diterapkan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dr. Ir. Rofandi Hartanto., MP menyebutkan perlunya rumah vertikal dengan ruang terbuka hijau, Saluran peninggalan kolonial ditingkatkan, serta sektor pertanian tidak boleh dikurang; Ir. Suparwoko., MURP., Ph.D menegaskan pentingnya pemetaan drainase; Yanto., Ph.D, menyorot air tanah di DIY yang terus menurun sehingga harus disaring agar tidak terjadi eksploitasi air tanah berlebih, serta pentingnya menyiapkan kebutuhan air bersih untuk warga; Zaenal Muslih, Gagasan rumah vertikal dimulai di kampus, serta publik transport.

Sementara Widodo Brontowiyono mengharapkan berbagai gagasan yang telah dipaparkan dapat ditindaklanjuti, terutama dapat memberikan masukan pada pemerintah DKI dan yang lainnya. (DD/ESP)