Mendesain Bangunan Tahan Gempa

Program Studi Teknik Sipil Lingkungan

Ada banyak kegagalan struktur non-elelmen di dalam bangunan yang juga berpengaruh terhadap rusaknya bangunan akibat gempa, sehingga dapat menimbulkan banyak masalah bagi orang-orang di sekitar bangunan tersebut. Pada bangunan vertikal, terutama di daerah-daerah yang sering mengalami gempa, dibutuhkan bangunan yang tahan gempa. Merespon persoalan ini, Program Studi Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan webinar bertajuk ‘Non-Structural Elements and Earthquakes: What Architects Need to Know?’ pada Rabu (1/7).

Selaku pemateri Prof. Andrew Charleson membagai elemen non-structural pada bangunan ke dalam dua bagian. Pertama yaitu bagian yang cenderung menyebabkan kerusakan pada struktur, meliputi dinding pengisi dan tangga. Kedua yaitu non-struktural elemen lainnya meliputi: tembok pembatas, genteng, cladding panels, atap yang dinaikkan, peralatan mekanik, serta isi bangunan. Hal ini bukan merupakan struktur utama dalam bangunan, akan tetapi, menurut Andrew hal ini perlu dirancang oleh seorang arsitek.

Infill walls atau dinding pengisi menurut Andrew dapat menimbulkan banyak masalah. Misalnya dinding pengisi dapat merusak elemen struktur utama seperti kolom bangunan, dapat mengubah struktur serta menyebabkan torsi atau pemutaran, dan juga dapat menimbulkan bahaya bagi penghuni dan pejalan kaki yang ada di sekitar bangunan.

Andrew mengisahkan perjalanannya ke Albania, sekitar Desember tahun lalu. Dimana kota tersebut telah dilanda gempa sekitar sebulan sebelumnya. Andrew sangat terkejut dengan sebuah bangunan yang sebagian besar dindingnya runtuh. Menurutnya ini adalah salah satu kesalahan arsitek dalam memilih bahan. Lebih jauh, Andrew juga menyebutkan bahwa ini terjadi akibat dinding pengisi.

Ia menganalogikan sebuah bingkai beton yang belum diisi dengan dinding. Saat terjadi gempa, bingkai beton tersebut akan bergoyang. Akan tetapi tidak terjadi apa-apa. berbeda halnya dengan bingkai beton yang telah diisi dengan dinding. Dinding akan mengurangi goyangan pada bingkai saat gempa terjadi. Akibatnya, dinding pengisi akan hancur karena goyangan.

Masalah yang juga sering terjadi adalah pada bentuk bangunan. Di Indonesia misalnya, banyak bangunan yang lantai dasarnya dibiarkan terbuka tanpa dinding pengisi. Ini biasa digunakan untuk parkiran dan lain-lain. Menurut Andrew, hal ini memungkinkan bangunan rubuh saat terjadi gempa. Karena itu diperlukan dinding pengisi antara setiap tiang.

Dinding pengisi yang baik menurut Andrew adalah dengan membuat celah, antara dinding pengisi dengan bingkai beton pada bangunan. “Kita harus memisahkan dinding pengisi dengan bingkai atau tiangnya. Ini adalah salah satu solusi utama,” jelas Andrew Charleson yang merupakan guru besar di Fakultas Arsitektur dan Desain, Victoria University of Wellington.

Menurut Andrew jika seorang ingin menggunakan bata sebagai dinding, seorang arsitek harus membuat gap pemisah antara dinding dengan bingkai bangunan yang telah dibuat. “Jadi ketika bingkai bangunan berpindah saat terjadi gempa, tiang tidak akan mengenai tembok, sehingga tembok tidak akan mengalami retakan diagonal,” lanjut Andrew.

Selain jarak antara dinding dengan bingkai bangunan, juga diperlukan beton yang menghubungkan antara dinding dengan bingkai. Beton ini berguna untuk menahan dinding agar tidak jatuh pada saat gempa.

Andrew menawarkan beberapa solusi, di antaranya yaitu dengan menggunakan cladding yang ringan, seperti kayu lapis, semen serat, menggunakan panel tebal yang memungkinkan gerakan, atau dengan menggunakan dinding yang sangat kuat.

“Sebelum mendesain bangunan anda, diskusikan usulan penggunaan tembok pengisi dengan insinyur anda. Ini sangat penting karena banyak insinyur yang belum terlalu paham dengan penggunaan tembok pengisi,” saran Andrew,

Bagian yang tidak kalah penting pada bangunan adalah tangga. Pada saat gempa, tangga juga kerap mengalami kerusakan. Tidak hanya rusak, tangga juga dapat mengakibatkan kerusakan pada bagian yang lain. Mengatasi hal tersebut, menurut Andrew cukup dengan meletakkan semacam roda pada anak tangga paling bawah. Sehingga saat bangunan bergoyang akibat gempa, tangga tidak akan rusak karena mengikuti gerakan bangunan yang disebabkan oleh gempa.

“Solusinya sangat sederhana, kita cukup meletakkan semacam roda di anak tangga paling bawah. Ketika lantai bergerak, tangga hanya bergoyang. tangga tidak menyebabkan kerusakan dan tangga tidak rusak saat terjadi gempa,” jelas Andrew Charleson. (D/RS)