,

Meraih Berkah Dzulhijjah di Kala Pandemi

Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah merupakan hari yang paling dicintai Allah untuk berbuat amal Saleh. Namun seolah menjadi sulit karena suasana pandemi Covid-19. Kendati demikian, keadaan sulit di kala pandemi ini, bukanlah penghalang untuk memperolah berkah di bulan Dzulhijjah. Bulan yang dinyatakan dalam salah satu hadits bahwa amal saleh 10 hari pertama di bulan tersebut sangat dicintai oleh Allah SWT, melebihi hari-hari yang lainnya.

“Tidak ada satu amal soleh yang lebih dicintai oleh Allah, melebihi amal soleh yang dilakukan pada hari-hari ini (Yaitu 10 hari pertama bulan dzulhijjah.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Turmudzi).

“10 hari pertama di bulan dzulhijjah itu amalya sangat mulia, sangat penting, maka kita mesti melakukan prioritas amal-amal saleh, aktivitas yang mulia, aktivitas yang bernilai, bermartabat, supaya kemudian kita mampu meraih pahala yang sebesar-besarnya,” terang Ustadz Solikhin Abu Izzudin, pada Grand Opening Adha Fest 1441 H, yang diselenggarakan oleh Takmir Masjid Ulil Albab, Universitas Islam Indonesai (UII), Kamis (23/7).

Pada pengajian virtual bertema “Meraih Berkah Dzulhijjah, Meski Jarak Terpisah” Penulsi buku Zero to Hero ini mengajak untuk tetap berpegang teguh pada jalan kebenaran, yakni jalan Allah, meskipun dalam kondisi sulit. Sebaliknya, jangan sampai kondisi ini, membuat kita terpuruk. Menurut beliau, kesempatan ini tetap harus dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan. “Sebaik-baik kesempatan yaitu adalah yang kita gunakan untuk kebaikan,” tegasnya.

Meskipun berbagai kekurangan akibat pandemi, Ustadz Solikhin Abu Izzudin menegaskan bahwa berkah tetap dapat diraih dengan cara meluruskan niat dalam segala aktivitas, sebagai bagian dari masyiarkan agama Allah, yang kemudian menjadi kekuatan utama kita dalam melakukan sesuatu apa pun.

Ia mengutip suarh Al-Hajj ayat 32 yang artinya:“Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar agama allah, maka itu adalah bukti ketakwaan dalam hatinya.” (QS. Al-Hajj, 22:32)

Kemudian surah Muhammad ayat 7: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu, dan mengokohkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad, 47:7).

Berdasarkan ayat tersebut, menerutu Ustadz Solikhin Abu Izzudin, dengan melakuakn syiar agama Allah, terutama di bulan Dzulhijjah, maka kita akan mendapatkan pertolongan Allah, dan mendapat pengokohan dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Hikmah dari Kisah Siti Hajar

1. Mengubah kemalangan untuk berbuat kebaikan

Dalam ceramahnya, Ustadz Solikhin Abu Izzudin juga mengisahkan perjalanan hidup Ibunda Siti Hajar yang saat itu ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim AS. di suatu tempat bersama Ismail yang masih kecil.

Kala itu, Ibrahim membawa Siti Hajar bersama Ismail ke suatu lembah yang jauh lagi gersang. Tempat yang tidak ada seorang pun di sana, tidak ada tumbuhan, termasuk setetes air. Dengan perasaan gelisah Siti Hajar bertanya “Wahai Ibrahim hedak ke mana engkau?” Ibrahim tidak menjawab, Siti Hajar bertanya lagi “Wahai Ibrahim hendak ke mana engkau?” lagi-lagi Ibrahim tidak menjawab.

Sebagai seorang perempuan, seorang istri, seorang ibu yang mempunyai keimanan yang kuat, kemudian Siti Hajar bertanya lagi “Wahai Ibrahim apakah engkau hendak meninggalkan kami di sini atas perintah Allah?” kali ini Ibrahim menjawab “Iya”. Hajar lalau berkata lagi “Kalau ini perinta Allah, maka Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kami.”

Ada banyak pelajaran menurut Ustadz Solikhin Abu Izzudin yang dapat diambil dari kisah ini. pertama yaitu mengubah diri dari sifat kemalangan menjadi kesempatan untuk melakukan sebuah kebaikan.

2. Mengubah sikap kemanjaan menjadi kemandirian

Ibrahim pun meninggalkan Siti Hajar dengan Ismail di lembah yang kering nan tandus tersebut. Hingga pada saat perbekalan yang dimiliki Hajar mulai menipis, dan Hajar tidak lagi dapat menyusui Ismail. Dengan maksud mencari pertolongan, Hajar berlari-lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Sampai kelelahan, Siti Hajar tidak menemukan seorang pun disana, ia akhirnya memohon kepada Allah, dan mucullah air tepat di bawah telapak kaki Ismail.

“Yang kedua, Hajar mengajarkan kita bahwa keterbatasan jarak dengan Ibrahim, membuatnya tidak manja, justru dia mengubah kemanjaan menjadi kemandirian. Jadi sama dengan kita, mungkin kita dengan kondisi yang sangat-sangat tidak enak, ekonomi menurun, itu kemudian membuat kita mandiri. Apa yang bisa kita keluarkan, bisa kita lakukan, kita bisa merancang kegiatan-kegiatan, di bulan Dzulhijjah ini,” jelas Ustadz Solikhin Abu Izzudin yang juga aktif sebagai seorang motivator.

3. Mengubah sikap psimis menjadi optimis

Dalam kondisi yang terpuruk, kita tidak lagi mendapatkan suatu hal dengan mudah, banyak tantangan berat yang harus dihadapi. Akan tetapi, menumbuhkan rasa cinta terhadap sesuatu yang telah kita miliki jauh lebih baik dari pada bersedih dengan apa yang belum kita miliki.

“Dengan Sikap itulah yang kemudian melahirkan optimisme, melakukan berbagai macam kemungkinan termasuk ibadah di bulan dzulhijjah,” tutur Ustadz Solikhin Abu Izzudin.

4. Mengubah sikap emosional menjadi rasional

Jangan sampai sifat emosional menguasai kita, karena keterpurukan. Sebagaimana Siti Hajar, di tengah keterpurukan, ia tetap bisa berpikir mencari bantuan. Lantas bagaimana dengan kita yang selalu mengeluh dengan sesuatu yang sulit kita dapatkan.

“Kita tidak perlu mengeluh, kita coba untuk melakukan apa yang harus kita lakukan, Sesuatu yang tidak bisa diambil secara keseluruhan, maka janganlah ditinggalkan sama sekali,” pesan Ustadz Solikhin Abu Izzudin.

Memaksimalkan Ibadah di Bulan Dzulhijjah

1. Banyak melalukan Amal Saleh

Diriwayatkan dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melabihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah).”

Para sahabat kemudian bertanya “Wahai Rasulullah, apakah termasuk lebih utama dari berjihad di jalan Allah?” Nabi kemudian menjawab “Iya termasuk lebih utama dibanding jihad di jalan Allah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh- read). (HR. Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi).

“Jadi amal yang paling mulia, paling penting, paling hebat, paling dahsyat, di bulan Dzulhijjah ini bisa melebihi orang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya, dan tidak kembali kecuali hanya nama, yakni khusnul khatimah,” terang Motivator kelahiran Kebumen, Jawa Tengah.

2. Berdzikir kepada Allah

Untuk memaksimalkan amalan selama bulan Dzulhijjah ini, Ustadz Solikhin Abu Izzudin berpesan untuk banyak mengingat Allah baik dalam kondisi berjaya, termasuk dalam kondisi terpuruk.“Tidak ada satu hari pun yang lebih mulia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan lebih dicintai-Nya untuk beramal, dari sepuluh hari ini. Maka perbanyaklah Tahlil, Takbir, dan Tahmid.” (HR. Ahmad).

3. Puasa sunnah

Hal yang tidak kalah penting dalam meraih berkah di bulan Dzulhijjah adalah puasa arafah. Sebagaimana dalam hadits dijelaskan bahwa puasa arafah dapat menghapus dosa satu tahun sebelum dan satu tahun setelahnya.

“Niatkan dari sekarang, kalau nanti 10 Dzulhijjah itu hari jum’at tanggal 31 Juli maka tinggal 30 Juli kita siapkan niat untuk berpuasa hari arafah,” pesan Ustadz Solikhin Abu Izzudin.

4. Berqurban

Puncak ibadah dari hari pertama hingga hari ke sepuluh di bulan Dzulhijjah adalah qurban. Sebagaimana dalam hadits dari Aisyah Radhiyallahu Anhu, Nabi bersabda yang artinya:“Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari raya kurban yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan kurban.” (HR. Tirmidzi).

Tidak hanya itu, Ustadz Solikhin Abu Izzudin juga mengingatkan bagi yang hendak berqurban untuk tidak mencukur rambut dan kuku, demi mendapatkan berkah maksimal bagi yang berqurban.

Ibadah Qurban sebagai Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila

Tidak hanya mengisi nilai-nilai berkah, menghidupkan spiritualitas keislaman, dan meningkatkan keimanan saja. Akan tetapi menurut motivator yang juga penulis puluhan buku best seller tersebut, Ibadah di bulan Dzulhijjah juga sebagai bentuk pengamalan nilai Pancasila.

1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa

Prinsip ini tercermin pada kisah Siti Hajar pada paparan sebelumya. Bahwa baik Siti Hajar maupun Ibrahim sangat mengesakan Allah Swt. Hal tersebut nampak pada perkataan Siti Hajar “Jika ini peritah Allah, maka Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kami”.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kecintaan seorang Nabi Ibrahim AS. Terhadap anaknya, tidak serta merta melalaikannya terhadap perintah Allah. Sebaliknya, ketaatannya pada Allah juga tidak begitu saja menghilangkan rasa kemanusiaan yang ada pada dirinya, karena sejatinya, rasa kemanusiaan yang adil nan beradab itu juga perintah dari tuhannya. Karena itu, sebelum melaksanakan perintah untuk menyembelih anak yang begitu dicintainya, Nabi Ibrahim terlebih dahulu mendiskusikan perihal tersebut kepada anaknya.

Menurut Ustadz Solikhin Abu Izzudin ini adalah bentuk kemanusiaan yang adil dan kemanusiaan yang beradab ditunjukkan oleh Ibrahim terhadap anaknya.

3. Persatuan Indonesia

Dikisahkan oleh Ustadz Solikhin Abu Izzudin, Ketika Ibrahim hendak melaksanakan perintah untuk menyembelih sang anak, berbagai godaan pun datang dari Setan. Akan tetapi, baik Ibrahim, Siti Hajar maupun Ismail, bersatu dalam melawan godaan tersebut. Mereka bersatu melawan setan dengan melempar batu-batu kecil (Lempar Jumrah).

“Maka harus ada kekompakan antara pemimpin dengan bawahan, yang akhinrya menjadi kekuatan. Adanya seorang bapak pemimpin yang ikhlas dan anak buah yang taat itu akan mengokohkan persatuan yang dirindukan bangsa ini,” tandasnya.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sebagaimana dikisahkan di awal, bahwa sebelum melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ibrahim as. Terlebih dahulu mendsikusikan ihwal tersebut kepada sang anak. Kisah ini menggambarkan bagaimana kebijaksanaan dan prinsip musyawarah yang dipegang teguh oleh Ibrahim AS.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila ini juga sangat dekat dengan praktek qurban yang dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah, yakni dengan menyembelih qurban, kemudian dibagikan kepada orang yang membutuhkan. (D/RS)