Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyambut 32 mahasiswa internasional dalam acara “International Students Welcome Days 2025” yang digelar pada Senin-Selasa (25-26/08) di Gedung Kuliah Umum, Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Acara yang turut dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas dan fakultas mengusung tema Yogyakarta sebagai Kota Pelajar sebagai bentuk pengenalan kepada mahasiswa internasional akan budaya dan kehidupan sosial di Yogyakarta.

Dalam sambutannya, Rektor UII, Fathul Wahid menyambut hangat mahasiswa internasional yang sekarang sudah menjadi bagian dari keluarga besar UII. Fathul berharap dengan hadirnya mahasiswa internasional mampu menjadikan UII sebagai tempat bersemainya beragam kebudayaan baik dari Indonesia dan mancanegara.

“Bagi saya ini krusial karena di masa depan ketika batas-batas di antara negara hilang, pemahaman lintas budaya menjadi sangat penting. Saya berharap kita punya kesempatan di UII untuk membuka diri dalam menerima dan memperluas wawasan, sehingga bisa lebih siap untuk menjadi warga global,” harap Fathul Wahid.

Lebih lanjut, di hadapan mahasiswa internasional, Rektor UII Fathul Wahid menjelaskan fungsi utama pendidikan sebagai upaya memberikan pemahaman yang akan mendukung proses pembelajaran mereka di UII. Fathul menekankan fungsi pertama pendidikan adalah kualifikasi yang membekali mahasiswa dengan kecakapan dan kompetensi yang diperlukan agar bisa berkontribusi nyata di tengah masyarakat.

“Fungsi kedua adalah sosialisasi. Pendidikan harus memberikan kita kesempatan untuk bersosialisasi, mengetahui lebih baik tentang norma, nilai, tradisi, konteks sosial dan politik yang berlaku. Dengan memahami konteks ini, kita dapat memperkuat empati, memperbaiki kemampuan komunikasi,dan lain sebagainya,” ungkap Rektor UII ini.

Kemudian, diteruskan lagi oleh Fathul Wahid, fungsi ketiga pendidikan sebagai bentuk subjektifikasi dengan menjadikan manusia sebagai aktor otonom yang mampu mengambil keputusan dengan semua pilihan yang sudah dipilih.

“Dengan semua kompetensi yang kita butuhkan, pendidikan akan membuka pintu untuk sosialisasi, untuk mengetahui lebih baik terkait konteks kehidupan, dan akhirnya pendidikan akan membuat kita sebagai aktor yang independen,” tegas Fathul Wahid

Kegiatan hari pertama Welcome Days 2025 ini dilanjutkan dengan info session sebagai penunjang mahasiswa internasional dalam proses pembelajaran untuk empat tahun ke depan. Sesi pertama diisi dengan materi sistem informasi dan akun surat elektronik mahasiswa yang disampaikan oleh staff IT Support Badan Sistem Informasi (UII), Reyhandri Muhammad Naufal, S.Kom. Sesi kedua terkait layanan akademik oleh Direktur Layanan Akademik (DLA) UII, Hudori, S.T., M.T., Ph.D.

Sesi selanjutnya disampaikan oleh Latifatul Laili, S.Psi., M.Psi., Psi terkait layanan pengembangan diri dan aktivitas mahasiswa. Kemudian, sesi informasi program mentoring dan aktivitas pengembangan agama Islam oleh Ust. Ahmad Sadzali, Lc., M.H. dan sesi terakhir disampaikan oleh Dr.rer.nat Dian Sari Utami, S.Psi., M.A sebagai Direktur Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) terkait kurikulum mahasiswa internasional dan aktivitas DK/KUI.

Tak kalah menarik, rangkaian Welcome Days 2025 pada hari kedua mahasiswa internasional mengikuti workshop terkait kebudayaan Indonesia khususnya Yogyakarta dan dilatih untuk melakukan percakapan sehari-hari dengan bahasa Indonesia oleh mentor dari Centre Learning Culture (CLC) UII.

Setelahnya, mereka diajak untuk berkeliling kampus UII dan menjelajahi kota Yogyakarta. Jelajah kota kali ini mereka berkeliling Malioboro, Benteng Vredeburg, Alun-alun Utara, dan Kraton Yogyakarta. Untuk menjadikannya lebih seru, mereka harus memecahkan beberapa teka-teki dan permainan tradisional yang mengasah ketangkasan dan konsentrasi.

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan mahasiswa internasional bisa beradaptasi dengan  baik sehingga mereka dapat menempuh pendidikan secara maksimal sekaligus menjalani kehidupan sosial dengan lancar. (AHR/RS)

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) melalui Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa dan Magister Kesehatan Masyarakat, bekerja sama dengan Forum Silaturahmi Panti Asuhan Muhammadiyah Aisyiyah (FORPAMA) DIY, RS Mitra Paramedika, Badan Narkotika Nasional (BNN) DIY, dan Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia,  menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat berupa Pemeriksaan NAPZA secara gratis bagi pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan implementasi dari Catur Dharma Perguruan Tinggi sekaligus upaya mendukung Peraturan Menteri Sosial No. 5 Tahun 2024 tentang Standar Pengasuhan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Acara yang digelar pada Minggu (24/08) di Gedung Dr. Soekiman Wirjosandjojo Fakultas Kedokteran, Kampus Terpadu UII bertujuan untuk memastikan bahwa pengurus panti asuhan berada dalam kondisi bebas dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA). Pengurus panti asuhan diharapkan juga memiliki pengetahuan tentang NAPZA dan mampu mengenali gejala, tanda, dan dampak negatif penyalahgunaan NAPZA. Hal ini penting mengingat peran strategis mereka dalam mendidik dan mengasuh anak-anak yang rentan terpengaruh lingkungan tidak sehat.

Dr. dr. Titik Kuntari., MPH dari tim pelaksana kegiatan menjelaskan bahwa selain pemeriksaan urin, juga akan dilakukan penyuluhan dan konseling mengenai bahaya NAPZA serta pentingnya menciptakan lingkungan pengasuhan yang aman dan sehat.

“Kami ingin membantu memastikan bahwa pengurus panti asuhan dapat menjadi teladan dan pelindung yang baik bagi anak-anak asuh mereka. Ini juga bentuk komitmen kami dalam mendukung kebijakan pemerintah dan melaksanakan catur dharma perguruan tinggi,” ujar dr. Titik.

Sasaran kegiatan adalah sekitar 100 pengurus panti asuhan yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Panti Asuhan Muhammadiyah Aisyiyah (FORPAMA) DIY yang juga menjalankan tes pemeriksaan urin, pengisian kuesioner DASS-42 dan ASSIST.

Dukungan penuh juga diberikan oleh berbagai departemen di FK UII, termasuk Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa,  Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan Patologi Klinik, yang terlibat dalam pelaksanaan teknis dan edukasi. Kegiatan juga melibatkan mahasiswa, pegawai, dan juga alumni.

Diharapkan dengan kegiatan ini, sinergi antara dunia akademik dengan lembaga sosial keagamaan semakin kuat, serta dapat berkontribusi nyata dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA di kalangan pengasuh dan anak asuh. (TK/AHR/RS)

Setelah wisuda, perjalanan baru menunggu Saudara. Inilah saatnya Saudara meneguhkan kiprah di tengah masyarakat.

Hari ini kita merayakan capaian besar. Saudara-saudara telah menempuh perjalanan panjang, melewati tugas yang tak terhitung, ujian yang menguras tenaga, hingga drama mencari tanda tangan dosen pembimbing.

Namun di tengah suasana suka cita ini, izinkan saya mengajak kita merenung: Apa sebenarnya tujuan pendidikan yang sudah Saudara jalani?

Pakar pendidikan dari University of Stirling, Skotlandia, Gert Biesta (2009) menyebut ada tiga fungsi utama pendidikan: kualifikasi (qualification), sosialisasi (socialisation), dan subjektivitasi (subjectification). Ketiganya sama-sama penting, saling berkaitan, dan membentuk fondasi manusia yang utuh.

Meski tidak sama persis, ketiganya sejalan dengan konsep pendidikan dalam Islam: ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib (Halstead, 2004). Kualifikasi sejalan dengan ta’lim, sosialisasi sejalan dengan tarbiyah, dan subjektivitasi sejalan dengan ta’dib. Tiga konsep ini saling melengkapi, membentuk pribadi yang berilmu, berakhlak, dan berdaya memilih jalan hidupnya.

Mari, kita eloborasi dengan ringkas dengan ilustrasi sederhana, untuk mengingatkan kita semua.

 

Kualifikasi: bekal perjalanan

Fungsi pendidikan yang pertama adalah kualifikasi. Fungsi ini membekali seseorang dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan untuk menjalani peran tertentu di masyarakat. Inilah pendidikan sebagai proses “mengisi kotak peralatan” yang kelak digunakan dalam dunia kerja dan kehidupan.

Kualifikasi membuat seorang lulusan teknik mampu merancang sistem, seorang lulusan kedokteran mampu menangani pasien, dan seorang lulusan hukum mampu menafsirkan dan menerapkan peraturan. Tanpa fungsi ini, pendidikan kehilangan perannya sebagai pintu menuju kontribusi profesional.

Bayangkan seorang wisudawan informatika yang dulu gagap memprogram, kini dapat membuat aplikasi yang mempermudah transaksi usaha kecil dan menengah (UKM). Atau, lulusan manajemen mungkin dulu hanya mempelajari teori pemasaran di kelas, kini bisa merancang strategi penjualan yang meningkatkan omzet perusahaan. Sementara lulusan kimia yang dulu berjuang memahami reaksi senyawa, kini mampu mengembangkan formula pembersih ramah lingkungan yang aman bagi kesehatan.

Kualifikasi adalah seperti menyiapkan bekal di tas perjalanan: tanpa bekal ini, kita mungkin berangkat, tetapi tidak siap menghadapi medan yang menantang.

 

Sosialisasi: hidup bersama

Fungsi pendidikan yang kedua adalah sosialisasi. Fungsi ini membentuk kita mampu menjadi bagian dari masyarakat, budaya, dan tradisi yang kita masuki. Pendidikan tidak hanya mengajarkan isi buku, tapi juga nilai, norma, dan cara hidup bersama. Sosialisasi menanamkan kesadaran bahwa hidup tidak dijalani sendirian, melainkan dalam jalinan relasi yang menuntut rasa hormat, kerja sama, dan empati.

Bayangkan awal perkuliahan ketika Saudara belum terbiasa bekerja dalam kelompok dan berbicara di depan banyak orang. Seiring waktu, Saudara belajar membagi peran saat mengerjakan proyek, menghormati pendapat yang berbeda, bahkan mengalah demi kebaikan bersama.

Sosialisasi seperti bermain orkestra: keindahan musik muncul bukan dari satu pemain, melainkan dari harmoni semua instrumen yang bekerja sama.

 

Subjektivikasi: berani bersikap

Fungsi pendidikan yang ketiga adalah subjektivitasi. Fungsi ini memerdekakan kita menjadi pribadi yang otonom—mampu mengambil keputusan dan menentukan arah hidup sendiri, dengan tanggung jawab penuh atas pilihan itu.

Subjektivikasi adalah saat pendidikan mengajarkan kita bukan hanya apa yang harus dipikirkan, tetapi bagaimana berpikir, dan berani mengatakan “inilah saya” dengan kesadaran akan konsekuensinya.

Contohnya, seorang lulusan ekonomika mendapat tawaran kerja di bank multinasional, tapi ia memilih pulang ke daerah untuk membangun koperasi desa. Atau, lulusan kedokteran yang lebih memilih bertugas di daerah terpencil daripada di rumah sakit besar di kota. Keputusan ini mungkin tidak populer, tapi lahir dari kesadaran diri dan keberanian. Atau, lulusan hukum yang memilih berjalan di rel kejujuran di antara godaan untuk mengabaikannya.

Subjektivikasi ibarat kompas pribadi—ia tidak selalu menunjukkan jalan yang paling mudah, tapi mengarahkan kita ke jalan yang paling bermakna.

 

Selamat melangkah

Mengapa ketiganya harus berjalan bersama? Kualifikasi tanpa sosialisasi bisa membuat seseorang cerdas dan cakap tapi egois. Sosialisasi tanpa kualifikasi bisa membuat kita ramah tapi sulit berkontribusi nyata. Subjektivikasi tanpa keduanya bisa menjerumuskan pada cita-cita yang tidak membumi. Ketiganya seperti tiga kaki tripod kamera: hilang satu saja, hasilnya goyah.

Hari ini, Saudara sudah membawa tiga bekal itu—pengetahuan, pemahaman hidup bersama, dan keberanian menentukan jalan hidup. Saudara sudah dibekali, dibentuk, dan dimerdekakan. Tugas berikutnya adalah menjaganya tetap seimbang, sambil menggunakannya untuk memberi manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Selamat melangkah ke babak baru. Semoga perjalanan Saudara selalu penuh berkah, makna, dan kontribusi.

 

Referensi

Biesta, G. (2009). Good education in an age of measurement: On the need to reconnect with the question of purpose in education. Educational Assessment, Evaluation and Accountability21(1), 33-46.

Halstead, M. (2004). An Islamic concept of education. Comparative education40(4), 517-529.

Sambutan pada acara wisuda Universitas Islam Indonesia, 23 dan 24 Agustus 2025

Fathul Wahid

Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026

Ikatan Keluarga Ibu-Ibu Universitas Islam Indonesia (IKI UII) kembali menggelar pertemuan rutin yang kali ini diselenggarakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UII di Gedung Kuliah Umum (GKU) Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII, pada Jumat (22/8). Pertemuan kali ini berlangsung meriah dengan menghadirkan bazar, pemeriksaan kesehatan gratis, talkshow, hingga workshop pembuatan minyak atsiri dari rempah dapur.

Acara ini dibuka dengan penampilan hadroh tim UII. Kemudian, Dekan FMIPA UII dalam sambutan singkatnya mengapresiasi panitia dan mengajak peserta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. “Ada pemeriksaan kesehatan, kalau ibu-ibu mau periksa dipersilakan. Kuotanya 100 saja ya,” ujarnya.

Sesi utama menghadirkan Dr. Noor Fitri, S.Si., M.Si., dosen Program Studi Kimia UII, yang memaparkan khasiat minyak atsiri untuk kesehatan dan kecantikan. Menurutnya, minyak atsiri tidak hanya berfungsi sebagai pewangi, tetapi juga memberi efek psikologis dan medis. “Mengapa Rasulullah menyarankan kita memakai wewangian? Karena ada pengaruh pada emosi dan memori, memberi perasaan rileks dan tenang. Secara kimia, minyak atsiri dapat berinteraksi dengan neurotransmitter otak, merangsang serotonin dan endorfin yang berfungsi sebagai hormon bahagia dan penenang,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa minyak atsiri juga bermanfaat sebagai antioksidan, antibakteri, antidepresan, hingga membantu tidur lebih nyenyak. Beberapa rempah dapur seperti pala, jahe, dan kapulaga dapat diolah melalui teknik destilasi sederhana sehingga menghasilkan minyak murni alami. Minyak pala, misalnya, diyakini mampu meredakan nyeri sendi. Dalam sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan apakah minyak atsiri aman bagi penderita asma. Menanggapi hal tersebut, Noor Fitri menyarankan agar memilih aroma yang soft. “Kalau punya asma, mungkin sebaiknya pilih wangi yang soft seperti mawar atau melati, jangan yang terlalu strong,” jelasnya.

Peserta kemudian mengikuti workshop pembuatan minyak aromaterapi dalam kelompok kecil. Mereka mencoba varian bahan yang telah disediakan, seperti kapulaga, cengkeh, dan kayu manis, sekaligus meraciknya menjadi produk sederhana. Kegiatan ini sekaligus menumbuhkan semangat kompetisi karena setiap kelompok diberi kesempatan mempresentasikan hasil kreasinya.

Tidak hanya talkshow dan workshop, peserta juga dapat mengunjungi berbagai stand yang tersedia, mulai dari stand makanan, busana, kesehatan, kecantikan, hingga photobooth. Antusiasme terlihat saat peserta berbondong-bondong mencoba layanan pemeriksaan kesehatan gratis dan berburu produk di bazar yang tersedia.

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar upacara bendera peringatan hari ulang tahun ke-80 Republik Indonesia di Halaman Gedung Fakultas Hukum UII, Minggu (17/08). Upacara dipimpin oleh Rektor UII, Fathul Wahid diikuti dengan penuh khidmat oleh segenap sivitas akademika UII baik dosen, tenaga kependidikan, satpam, hingga perwakilan mahasiswa.

Jalannya upacara dikomandoi oleh komandan upacara dan petuga pengibar bendera dari dosen dan tenaga kependidikan yang berhasil lolos seleksi dan melalui serangkaian latihan yang ketat dan disiplin. Bertindak sebagai pengiring lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta dari Marching Band UII dan Paduan Suara Miracle Voice UII.

Fathul Wahid selaku inspektur upacara menyampaikan amanat  Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bertajuk  Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju yang membawa pesan untuk meneghkan kembali nilai-nilai Pancasila yang menjadi jiwa bangsa.

Dalam amanat yang dibacakan Rektor disebutkan bahwa  “Indonesia Maju” harus diwujudkan dengan berpijak pada sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga setiap langkah pembangunan mendapat berkah-Nya, dilengkapi dengan sila kedua yang menegaskan bahwa kemajuan harus senantiasa menghormati martabat manusia.

Lebih lanjut, “Bersatu Berdaulat” adalah cerminan sila ketiga yang mempersatukan keberagaman untuk menjadi kekuatan besar dalam melangkah bersama dikuatkan dengan sila keempat yang merefleksikan kedaulatan rakyat dalam bingkai kebijaksanaan. Diharapkan dengan penanaman nilai yang selalu diupayakan,  dapat tercipta “Rakyat Sejahtera” yang memastikan seluruh anak bangsa merasakan kesejahteraan dan ketentraman.

Diakhir amanat, Fathul Wahid mengajak untuk selalu menggelorakan nilai-nilai Pancasila sebagai kompas yang menuntun arah dan obor yang menerangi jalan menuju peradaban Indonesia yang semakin bermartabat di mata dunia.

Sebelum upacara selesai, petugas upacara membacakan pernyataan sikap terkait dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dan seluruh sivitas akademika UII mengibarkan bendera merah putih bersanding dengan bendera Palestina sebagai perwujudan empati atas tragedi kemanusiaan yang dialami oleh saudara-saudara yang ada di Palestina dan melaksanakan salah satu amanat konstitusi yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu menghapus segala bentuk penjajahan di seluruh dunia. (AHR/RS)

UII terus menjalankan komitmennya dalam menjalin kolaborasi dengan berbagai tujuan baik, tak terkecuali dalam hal penguatan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan peradilan agama dan menyelaraskan teori hukum pada praktik nyata dengan menggandeng Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Ditjen Badilag).

Kesepakatan kerja sama secara resmi ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Rektor UII, Fathul Wahid dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI, Drs. H. Muchlis, S.H., M.H. pada Jumat (15/08) di Kantor Sekretariat MA RI, Jakarta Pusat.  Hadir juga dalam kegiatan ini Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII, Dr. Drs. Asmuni, M.A, Ketua Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister, Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Islam Program Doktor, Dr. Anisah Budiwati, S.H.I., M.S.I, dan Ketua Program Studi Hukum Keluarga Program Sarjana, Krismono, S.H.I., M.S.I.

Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menegaskan manfaat kerjasama bukan sekadar catatan administratif atau rutinitas program tahunan. “Ia merupakan jembatan strategis yang menghubungkan dua ranah yang seringkali dipandang terpisah: dunia akademik dan dunia praktik peradilan,” kata Fathul Wahid.

Siinergitas antara UII dan MA RI memungkinkan teori hukum Islam yang diajarkan di ruang akademik untuk diuji, diperkaya, dan diaplikasikan langsung dalam dinamika peradilan agama. Sebaliknya, tantangan nyata di pengadilan agama mendapat respons akademik berupa riset, kajian, dan rekomendasi berbasis keilmuan yang mendalam.

Senada, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Drs. H. Muchlis, S.H., M.H. juga mengapresiasi UII yang telah menjadi mitra strategis. “Penandatanganan kerja sama ini bukanlah sekadar formalitas, melainkan wujud nyata dari komitmen bersama kita untuk memajukan hukum dan keadilan di negeri ini,” ujarnya.

Tambahnya, banyak hakim dan aparatur peradilan agama yang memilih UII untuk melanjutkan studi magister dan doktor, yang membuktikan kualitas pendidikan di universitas tersebut.

Selain itu, Dirjen Badilag juga menyampaikan tantangan dalam pemenuhan formasi calon hakim, di mana Dirjen Badilag menitipkan amanah kepada UII untuk membimbing mahasiswa agar siap menghadapi seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dengan persiapan yang komprehensif, diharapkan lulusan UII dapat menjadi agen transformasi dan modernisasi peradilan agama.

Setelahnya, kegiatan dilanjutkan dengan kuliah tamu yang disampaikan oleh Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag., dengan mengangkat topik Pembentukan Pengadilan Niaga di Lingkungan Peradilan Agama Prespektif Sosio-Historis dan Yuridis yang diikuti oleh hakim Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama seluruh Indonesia.

Dalam kuliah tamu, Prof. Yusdani menyimpulkan  pembentukan pengadilan niaga syariah di lingkungan peradilan agama merupakan  keniscayaan baik itu sebagai hak konstitusi maupun untuk mewujudkan keadilan dalam aspek ekonomi, terutama terkait dengan kepailitan.

“Untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme para hakim agama untuk menangani kasus – kasus ekonomi syariah di Indonesia terkait aminan, kepailitan, dan sebagainya.  UII dalam hal ini Fakultas Ilmu Agama Islam UII dapat memberikan kontribusi tersebut, baik melalui Program Magister Hukum Keluarga Islam maupun Program Doktor Hukum Islam,” tambah Prof. Yusdani.

Dengan diselenggarakannya penandatanganan nota kesepahaman dan kuliah tamu ini diharapkan mampu menjembatani berbagai macam kolaborasi antara UII dan MA RI serta membuka wawasan baru mengenai potensi pembentukan pengadilan niaga syariah di lingkungan peradilan agama sejalan dengan kebutuhan inovasi hukum untuk menyikapi kompleksitas sengketa ekonomi syariah yang terus berkembang. (IP/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengukuhkan dua guru besar dari Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB) yaitu Prof. Dr. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si  dalam bidang komunikasi publik dan Fakultas Teknologi Industri (FTI) Prof. Ir. Sholeh Ma’mun, S.T., M.T., Ph.D dalam bidang rekayasa reaksi kimia heterogen. Dua guru besar ini menyampaikan pidato pengukuhan pada Kamis (14/08) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII.

Komunikasi Publik Bidang Kesehatan: Kajian Empiris dan Arah Strategis di Era Digital

Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk “Komunikasi Publik Bidang Kesehatan: Kajian Empiris dan Arah Strategis di Era Digital”, Prof. Subhan menyoroti fenomena ketidakpekaan pemegang otoritas terhadap perasaan dan konteks sosial  terlebih saat pandemi Covid-19 yang menandakan kurang perhatiannya pemegang otoritas terhadap komunikasi publik bidang kesehatan.

“Komunikasi publik bidang kesehatan adalah salah satu pilar vital dalam strategi komunikasi publik pemerintah, yang tidak hanya bertujuan menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk perilaku, meningkatkan kesadaran kolektif, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kesehatan bersama,”

Sayangnya, untuk konteks komunikasi publik di Indonesia, kajian komunikasi kesehatan (Health Communication) masih relatif termarginalkan di tengah bidang-bidang kajian komunikasi publik dalam dimensi politik dan ekonomi. Padahal, di era digital, lanskap komunikasi kesehatan berkembang pesat seperti platform daring memungkinkan interaksi real-time antara otoritas kesehatan dan masyarakat, tetapi juga memicu tantangan seperti misinformasi, infodemi, dan fragmentasi narasi.

“Penguatan pondasi akademik menjadi krusial. Perguruan tinggi perlu memperkuat kurikulum dan pembelajaran komunikasi kesehatan, tidak hanya di program studi komunikasi tetapi juga melalui pendekatan lintas disiplin seperti kesehatan masyarakat, kedokteran, teknologi informasi, psikologi, dan kebijakan publik,” harap Profesor Ilmu Komunikasi UII ini.

 Ditambahkan oleh Prof. Subhan, penting untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mampu memahami kompleksitas isu kesehatan dari berbagai sudut pandang. Lebih jauh, perlu dibentuk Pusat Studi Komunikasi Kesehatan (Center for Health Communication) yang berfungsi sebagai pusat riset, pelatihan, dan advokasi.

Teknologi Tangkap-Guna-Simpan Karbon: Pilar Strategis Menuju Indonesia Netral Karbon

Pada kesempatan yang sama,  dalam pidato pengukuhan profesornya bertajuk “Teknologi Tangkap-Guna-Simpan Karbon: Pilar Strategis Menuju Indonesia Netral Karbon”, Prof. Sholeh Ma’mun menyampaikan keresahannya terhadap triple crisis yang dihadapi oleh dunia saat ini, hingga pada tahun 2023 menjadi salah satu tahun terpanas sepanjang sejarah.

“Meskipun memiliki peran penting sebagai paru-paru dunia, Indonesia juga tercatat sebagai penyumbang emisi co2 terbesar ke-7 di dunia, terutama dari penggunaan energi fosil, aktivitas industri, dan deforestasi. Untuk itu, Indonesia menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat, selaras dengan komitmen global dalam menghadapi krisis iklim,” ungkap Profesor Teknik Kimia UII ini.

Menurut Prof. Sholeh Ma’mun, salah satu senjata andalan menuju NZE adalah teknologi Tangkap-Guna-Simpan Karbon (Carbon Capture, Utilization, and Storage – CCUS), teknologi yang menangkap co2 dari industri atau pembangkit listrik. Memanfaatkannya kembali untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) dan pembuatan produk bernilai seperti bahan bakar, pupuk, pemadam api, minuman bersoda, dan beton ramah lingkungan, atau menyimpannya permanen di bawah tanah.

“Dari perspektif Islam, CCUS bukan hanya sekadar inovasi teknologi, melainkan wujud nyata amanah manusia sebagai khalifah di bumi untuk menjaga keseimbangan alam (mizan) dan mencegah kerusakan lingkungan. Setiap upaya menurunkan emisi karbon sejatinya adalah bentuk ibadah sosial, sebuah ikhtiar kolektif untuk melindungi bumi, demi keberlangsungan hidup generasi sekarang dan generasi yang akan datang,” jelasnya.

Dengan integrasi iman, ilmu, dan inovasi, CCUS dapat menjadi jembatan menuju Indonesia yang tangguh iklim, adil secara sosial, dan lestari secara ekologis yang dapat membuktikan bahwa teknologi dan nilai-nilai spiritual bisa berjalan seiring untuk masa depan bumi. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) melepas sepuluh mahasiswa yang akan melaksanakan pengabdian masyarakat ke Desa Kumbewaha, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara selama satu bulan dari tanggal 15 Agustus hingga 15 September 2025.

Acara pembekalan dan pelepasan dipimpin langsung oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag dan Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII, Prof. Eko Siswoyo, ST., M.Sc.ES., Ph.D pada Rabu (13/08) di Gedung GBPH Prabuningrat, Rektorat UII ditandai dengan penyematan rompi hijau bertuliskan Pengabdian Masyarakat Sinera UII.

Dr. Rohidin dalam sambutannya memberikan apresiasi terbaik kepada sepuluh mahasiswa yang telah menunjukkan tekad untuk belajar mengabdikan diri ke wilayah yang jauh dari tempat mereka menempuh ilmu saat ini.

“Anda (mahasiswa -red) sebagai duta UII, saya berpesan jaga nama baik UII, bagaimana menjaga nama baik itu? jagalah nama baik anda masing-masing, dengan cara itu insyaallah nama UII juga baik,” pesan Dr. Rohidin

Tak kalah penting, kata Dr. Rohidin, mahasiswa harus mampu menguasai geo-politik daerah Buton dan memanfaatkannya dengan bijak. Dr. Rohidin juga berpesan jika ada program pengadian masyarakat yang dilaksanakan bertentangan dengan budaya setempat agar secepatnya diubah dengan tetap mengindahkan regulasi dan syariat Islam. Tak lupa, Dr. Rohidin juga meminta mahasiswa untuk selalu menjaga kesehatan serta selalu berbuat baik kepada seluruh tokoh adat, masyarakat, dan pemuda yang ada disana.

Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan program kerja pengabdian masyarakat Sinera UII dengan mengangkat topik utama yaitu Sekolah UMKM dimana mahasiswa akan mendampingi beberapa UMKM yang bergerak di bidang pengolahan bahan makanan seperti kecap manis dan minyak kelapa serta bidang pengolahan briket. Tidak hanya mendampingi, mereka turut membantu memasarkan produk secara efektif sehingga harapannya mampu menjangkau pasar yang lebih luas.

“Kami juga memiliki beberapa program pendukung seperti workshop kehalalan dan stabilitas produk, pelatihan pencatatan keuangan sederhana, hingga membuat website yang menampilkan potensi desa yang kami namakan Klik Kumbewaha” jelas Tania Sasikirana, salah satu anggota pengabdian masyarakat Sinera UII.

Selain itu, mahasiswa pengabdian masyarakat  akan mengupayakan peningkatan kepercayaan diri masyarakat melalu program Psikoedukasi. Menciptakan alat pencetak briket sederhana bernama brikel mold serta membuat blueprint penataan kawasan yang konkret terarah dengan media bertajuk Kumbewaha Wisata. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah profesor. Kali ini jabatan akademik tertinggi diraih oleh Dosen Jurusan Informatika, Fakultas Teknologi Industri (FTI) yaitu Dr. Sri Kusumadewi, S.Si., M.T pada Bidang Sistem Pendukung Keputusan Klinis. Sehingga, sampai saat ini UII telah memiliki 56 guru besar yang 50 diantaranya masih aktif di segala macam bidang keilmuan.

Prosesi serah terima Surat Keputusan (SK) Kenaikan Jabatan Akademik Profesor secara resmi diserahkan pada Kamis (12/08) di Gedung Kuliah Umum, Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII oleh  Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D kepada kepada Rektor UII, Fathul Wahid dan kemudian diserahkan kepada Sri Kusumadewi.

Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya atas bertambahnya guru besar di UII. Fathul berharap capaian guru besar ini bisa  membuka banyak pintu kebaikan di masa mendatang, tidak hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga untuk UII, dan lebih penting lagi untuk masyarakat.

Berkaitan erat dengan bidang keilmuan Sri Kusumadewi, Fathul Wahid menyampaikan data dipercaya mempunyai banyak manfaat, bahkan saat ini data menjadi minyak bumi baru (data is the new oil) sebab nilai yang dikandungnya yang disamakan dengan peran minyak bumi pada masa revolusi industri.

Tetapi, data tidak serta merta memberikan manfaat. Data perlu didapatkan dari sumber yang tepat (data provenance), disiapkan dengan baik (data preparation), dilindungi (data protection), dan disadari aspek privasinya (data privacy). Pemahaman seperti ini diperlukan supaya tidak terjadi “kebakaran data” yaitu beragam masalah yang muncul terkait dengan data (Talagala, 2022).

“Selain itu, ada banyak salah kaprah soal dalam memosisikan data terkait pengambilan keputusan yang perlu kita pahami. Kita perlu menambah literasi data kita. Sebagai warga kampus, apalagi akademisi, pemahaman seperti ini penting, supaya kita tidak latah dan dapat terlibat dalam proses edukasi publik,”

Karenanya, jangan sampai kita suka berhalusinasi, bahwa dunia akan semakin indah, jika semua pengambilan keputusan ditentukan sepenuhnya oleh data dan algoritma tanpa campur tangan kita. Bisa jadi, dunia justru menjadi mengerikan, karena manusia direnggut kemerdekaannya, dan diperlakukan tak beda dengan onderdil mesin, yang mengikuti algoritma desainernya.

Dalam wawancara, Sri Kusumadewi menyampaikan bahwa menjadi seorang profesor membawa banyak kewajiban. Seorang profesor tidak hanya dituntut untuk menghasilkan karya melalui buku atau publikasi ilmiah bereputasi. Lebih dari itu, peran profesor juga mencakup tanggung jawab menjaga dan mengembangkan kualitas perguruan tinggi. Esensi terpenting dari perguruan tinggi, seperti pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah Islamiyah (khusus di UII), harus terus ditingkatkan. Hal ini tidak boleh diabaikan agar perguruan tinggi tetap relevan dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Sri Kusumadewi menjelaskan bahwa setelah menjadi profesor, tuntutan untuk mengajar justru harus lebih baik daripada sebelumnya. Menurutnya, membuat karya ilmiah relatif lebih mudah karena melibatkan dirinya dan tim kecil. Namun, dalam mengajar, tantangannya lebih besar karena berhadapan dengan mahasiswa yang sangat beragam. Materi perkuliahan juga harus selalu diperbarui dan didukung teknologi serta media pembelajaran yang relevan. Terlebih di era sekarang, akses terhadap materi pembelajaran relatif lebih mudah, sehingga dosen dituntut untuk memberikan nilai tambah yang bermakna.

Selain itu, Bu Cicie, sapaan akrab Sri Kusumadewi, menekankan bahwa dari sisi pengabdian kepada masyarakat, implementasi keilmuan harus selaras dengan kebutuhan masyarakat masa kini. Ia menilai pentingnya menyiapkan berbagai unsur pendukung secara matang untuk mewujudkan esensi penting perguruan tinggi. Menurutnya, seorang profesor tidak boleh hanya terfokus pada bidang akademik semata. Peran profesor juga mencakup kemampuan menerjemahkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Seorang guru besar sejatinya tidak hanya meneliti, tetapi juga mengaplikasikan keilmuannya dalam menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. Dengan demikian, kontribusi profesor dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat luas.

Profesor yang aktif di Pusat Studi Informatika Medis (PSIMed) UII ini berharap bidang keilmuannya dapat membantu pemerintah dalam mengintegrasikan layanan kesehatan primer. Sri Kusumadewi menjelaskan bahwa Sistem Pendukung Keputusan Klinis memiliki potensi besar untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan. Namun, penerapannya di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah faktor budaya kerja dan tingkat penerimaan teknologi informasi. Tantangan serupa umumnya juga dihadapi di sebagian besar negara berkembang.

“Saya ingin punya peran dalam memanfaatkan data kesehatan yang saat ini mulai diupayakan pemerintah untuk terintegrasi,” ujarnya. “Data ini dapat menjadi sarana penting dalam membantu proses pengambilan keputusan, terutama di bidang kesehatan.” Ia menegaskan bahwa pemanfaatan data tersebut akan sangat berguna dalam meningkatkan efektivitas kebijakan kesehatan.

Sri Kusumadewi berinisiatif membentuk Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII). Melalui Posbindu ini, data kesehatan setiap pegawai akan dicatat secara berkala untuk memantau kondisi kesehatan mereka dari waktu ke waktu. Informasi yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk melakukan skrining kesehatan secara terukur dan sistematis. Hasil skrining tersebut dapat digunakan untuk deteksi dini, tindakan pencegahan, serta pemantauan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Dengan demikian, Posbindu diharapkan menjadi sarana efektif dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sivitas akademika UII. (FW/AHR/RS)