Pertama-tama, saya mengucapkan selamat atas capaian akademik tertinggi, yaitu jabatan profesor, yang baru saja diraih oleh Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, dalam bidang Hukum Perdata Islam. Saya yakin, pencapaian ini merupakan hasil dari ketekunan panjang dalam dunia akademik—sebuah proses yang memerlukan kesabaran, konsistensi, dan kerja keras yang luar biasa.
Semoga capaian ini tidak hanya membawa berkah dan kebaikan bagi Prof. Yusdani pribadi, tetapi juga bagi Universitas Islam Indonesia, dan yang lebih penting, bagi masyarakat luas yang menjadi tujuan dari semua ikhtiar keilmuan kita.
Saya termasuk orang yang sangat bergembira saat mendengar kabar keluarnya surat keputusan profesor untuk Pak Yusdani. Salah satu alasannya sederhana, tapi sangat penting: keberlanjutan Program Studi Doktor Hukum Islam yang memang mensyaratkan kehadiran dua profesor. Dengan Prof. Amir Muallim yang telah purnatugas, kehadiran Prof. Yusdani melengkapi kembali komposisi tersebut. Kini, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki dua profesor aktif: Prof. Tamyiz Mukharram dan Prof. Yusdani.
Jika kita melihat secara lebih luas, sampai hari ini UII telah melahirkan 55 profesor, 49 di antaranya masih aktif. Dari 834 dosen UII, 286 telah menyelesaikan pendidikan doktoral, dan 118 telah menyandang jabatan Lektor Kepala. Ini artinya, kita memiliki barisan calon profesor masa depan yang cukup menjanjikan, bahkan 76 di antaranya sudah memenuhi syarat untuk diajukan ke jabatan tertinggi.
Pendekatan multidisiplin
Sekitar 19 tahun yang lalu, pada tahun 2006, saya mengikuti Rapat Kerja UII di Grand Wahid Hotel, Salatiga. Saat itu, Allahuyarham Prof. Zaini Dahlan—mantan Rektor UII dan UIN Sunan Kalijaga—menyampaikan gagasan yang hingga kini masih lekat dalam ingatan saya.
Pak Zaini mengajak para dosen Fakultas Ilmu Agama Islam untuk melengkapi perspektif keilmuannya dengan pendekatan dari disiplin lain, seperti sosiologi dan ilmu politik. Gagasan ini disampaikan dengan sangat singkat, tapi sarat makna. Ia terasa maju pada zamannya, apalagi ketika rezim akademik saat itu sangat menekankan linieritas disiplin.
Yang menarik, saya tidak ingat ada diskusi atau tanggapan terhadap gagasan tersebut di forum itu. Mungkin karena dianggap terlalu jauh dari kebiasaan saat itu, atau mungkin karena kita belum siap membuka ruang lintas disiplin dalam studi Islam.
Kini, hampir dua dekade kemudian, saya merasa inilah momen yang tepat untuk menghadirkan kembali gagasan Pak Zaini. Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan atas pemikiran beliau, tetapi juga sebagai ikhtiar untuk terus menyegarkan arah pengembangan studi Islam.
Izinkan saya menafsirkan ulang gagasan “beragam ilmu lain” itu sebagai ajakan untuk melibatkan teori-teori sosial dalam studi Islam. Gagasan ini bukan hal baru di beberapa kampus Islam lain, tapi saya merasa penting untuk terus digaungkan, termasuk di lingkungan UII.
Beragam alasan
Sebelum melanjutkan. Diskusi ini bisa jadi tidak atau kurang relevan di konteks perguruan tinggi lain, yang sudah lama menghadirkan teori sosial dalam studi Islam.
Baik. Kenapa teori sosial? Saya ingin mengajukan lima alasan pokok:
Pertama, teori sosial membantu kita memahami praktik keagamaan umat Islam dalam konteks sosial dan budaya tempat mereka hidup. Teks keagamaan tidak hidup di ruang hampa. Ia ditafsirkan, dihayati, dan diamalkan dalam kerangka nilai, sejarah, dan norma masyarakat. Tanpa pemahaman sosial, studi keagamaan bisa kehilangan kedalaman.
Kedua, teori sosial memberi alat untuk menjelaskan dinamika perubahan dalam masyarakat muslim. Globalisasi, urbanisasi, hingga digitalisasi telah mengubah banyak hal dalam cara umat Islam memaknai dan menjalankan agamanya. Studi seperti yang dilakukan Bowen (2012), misalnya, menunjukkan bahwa praktik keislaman sangat kontekstual dan beragam. Sayangnya, keragaman ini sering kali tidak disadari, sehingga Islam sering direduksi menjadi satu bentuk saja—yang pada gilirannya menimbulkan kesalahpahaman, bahkan stigma.
Ketiga, teori sosial penting untuk memahami identitas dan konflik sosial yang melibatkan komunitas muslim. Dari konflik internal hingga diskriminasi di berbagai negara, semuanya tidak bisa dilepaskan dari persoalan kekuasaan, simbol, dan konstruksi sosial. Pengalaman saya mengikuti program Islam and Interfaith Dialogue di Jerman pekan lalu menunjukkan betapa kompleksnya isu integrasi sosial imigran muslim, bahkan bagi mereka yang sudah generasi kedua dan ketiga. Tanpa kacamata sosiologis, kita akan kesulitan memetakan masalah maupun merumuskan solusi (Cesari, 2013).
Keempat, penggunaan teori sosial membantu kita menghindari reduksionisme—khususnya yang terlalu menekankan teks dan melupakan konteks. Studi Islam yang sehat semestinya tidak hanya berbicara tentang “apa yang tertulis”, tetapi juga “bagaimana ia dipahami dan dijalankan dalam kehidupan nyata.” Ambil contoh dalam ekonomi Islam: gagasan distribusi yang adil tidak hanya bisa dijelaskan lewat dalil, tetapi juga lewat analisis ekonomi makro (Stiglitz, 2015) dan psikologi perilaku (Agil, 2007).
Kelima, teori sosial membuat studi Islam lebih relevan terhadap isu-isu kontemporer: hak asasi manusia, keadilan sosial, demokrasi, gender, dan lain-lain. Dunia terus berubah, dan agama ditantang untuk tetap hadir sebagai solusi. R20, forum dialog antaragama dunia yang digelar di Indonesia pada 2022 lalu, menjadi pengingat penting bahwa agama, termasuk Islam, dituntut menjawab persoalan global hari ini.
Islam Indonesia di kancah global
Bagi saya pribadi, gagasan ini juga penting dari sudut pandang representasi keilmuan. Saat saya menelusuri portal buku digital seperti Perlego.com dengan kata kunci Islam Indonesia, saya menemukan sekitar 142 buku. Namun dari jumlah itu, sangat sedikit yang ditulis oleh akademisi Indonesia. Ini hanya sebuah anekdot, tapi cukup untuk menunjukkan tantangan kita: bagaimana menjadikan kajian Islam Indonesia lebih bergaung di kancah global.
Saya yakin, keterbukaan terhadap teori sosial akan membantu menjembatani celah itu. Ia menjadikan studi Islam lebih kontekstual, lebih komunikatif, dan lebih siap untuk berdialog dengan dunia luar.
Tentu saja, pendekatan ini bukan satu-satunya jalan. Masih banyak pendekatan lain yang bisa ditempuh, termasuk usaha kontekstualisasi ulang terhadap khazanah turats untuk membaca realitas kontemporer. Tapi saya percaya, membuka ruang interaksi dengan ilmu sosial bukanlah bentuk kompromi, melainkan upaya memperkaya. Karena pada dasarnya, agama dan ilmu sosial sama-sama bicara tentang manusia dan masyarakat.
Semoga gagasan ini bisa menjadi bahan renungan dan diskusi yang bermanfaat.
Referensi
Bowen, J. R. (2012). A new anthropology of Islam. Cambridge University Press.
Cesari, J. (2013). Why the west fears Islam: An exploration of Muslims in liberal democracies. Palgrave Macmillan.
Stiglitz, J. E. (2015). The great divide: Unequal societies and what we can do about them. WW Norton & Company.
Syed Agil, S. O. (2007): Psychological behavior and economics: the need for new theories and redefinition of basic concepts in Islamic economics. Universiti Tun Abdul Razak E-Journal , 3(1), 76-90.
Sambutan Rektor Serah Terima Surat Keputusan Jabatan Akademik Profesor Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, Universitas Islam Indonesia, 15 Mei 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
UII Tambah Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Perdata Islam
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah profesor. Kali ini jabatan akademik tertinggi diraih oleh Dosen Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) yaitu Dr. Drs. Yusdani, M.Ag pada Bidang Ilmu Hukum Perdata Islam. Sehingga, sampai saat ini UII telah memiliki 55 guru besar yang 49 diantaranya masih aktif di segala macam bidang keilmuan.
Prosesi serah terima Surat Keputusan (SK) Kenaikan Jabatan Akademik Profesor secara resmi diserahkan pada Kamis (15/05) di Gedung Kuliah Umum, Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII oleh Koordinator Kopertais Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta, Prof. Noorhaidi Hasan, S.Ag., M.A., M.Phil., Ph.D kepada kepada Rektor UII, Fathul Wahid dan kemudian diserahkan kepada Dr. Drs. Yusdani, M.Ag selaku guru besar baru UII.
Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya atas bertambahnya guru besar di UII. Fathul berharap capaian guru besar ini bisa membuka banyak pintu kebaikan di masa mendatang, tidak hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga untuk UII, dan lebih penting lagi untuk masyarakat.
Selain itu, Fathul Wahid berpesan khususnya kepada ilmuwan studi Islam dengan bermacam cabang keilmuan perlu untuk melengkapi perspektifnya dengan teori-teori sosial yang dilandasi dengan beberapa gagasan penting seperti memahami konteks sosial dan budaya secara mendalam.
“Ilmu sosial membantu ilmuwan studi Islam untuk memahami praktik keagamaan, tradisi, dan pandangan umat muslim dalam konteks sosial dan budaya tertentu. Kedua, ilmu sosial mampu menjelaskan dinamika perubahan dalam masyarakat muslim. Ketiga, mampu memperkuat analisis tentang identitas dan konflik sosial. Kemudian, mampu memperkuat analisis tentang identitas dan konflik sosial,”
Kemudian, ditambahkan lagi oleh Fathul Wahid, studi Islam yang mampu melengkapi perspektifnya dengan teori-teori sosial bisa menghindari reduksionisme dan orientasi teks semata sehingga menjadi lebih multidimensional, mengurangi risiko reduksionisme, dan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kenyataan umat muslim. Selain itu, mampu meningkatkan relevansi dan hubungannya dengan isu-isu kontemporer.
Di sisi lain, Yusdani dalam sesi wawancara mengatakan UII banyak memberikan dukungan dalam pengembangan akademik dan riset khususnya terkait pengembangan karier dosen. Ditekankan lagi oleh Profesor Bidang Ilmu Hukum Perdata Islam ini bahwa tantangan dalam mewujudkan cita-cita UII untuk menjadi Research University harus diwujudkan yang Ia contohkan dalam bidang keilmuannya.
“Isu-isu politik Islam, baik di tingkat nasional maupun global, saat ini memerlukan riset yang bersifat strategis, sebagai contoh SDGs itu sangat luar biasa, tetapi cara berpikir keilmuan politik Islam saya kira tidak bisa hanya dengan normatif. Disini barangkali titik temunya seperti yang digagas bahwa studi keislaman sekarang itu memang harus menyentuh persoalan yang betul-betul dihadapi manusia masa kini. Setiap isu dalam SDGs tentunya harus dicari jawabannya dari perspektif politik Islam,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Yusdani juga menekankan pentingnya budaya riset dan optimalisasi peran pusat-pusat studi di lingkungan UII. Menurutnya, riset yang dilakukan tidak boleh hanya berorientasi pada proyek semata, tetapi harus berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan.
“Saya kira, riset harus dihidupkan bersama dengan pusat-pusat studi. Selain itu, para profesor juga jangan melupakan pentingnya menulis. Tantangan kita saat ini adalah kecenderungan terjebak dalam riset proyek, bukan riset keilmuan,” ujarnya.
Ia juga mendorong agar profesor aktif menjalin kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi, lembaga riset, dan memperkuat publikasi ilmiah. (AHR/RS)
Menghadirkan Teori Sosial dalam Studi Islam
Pertama-tama, saya mengucapkan selamat atas capaian akademik tertinggi, yaitu jabatan profesor, yang baru saja diraih oleh Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, dalam bidang Hukum Perdata Islam. Saya yakin, pencapaian ini merupakan hasil dari ketekunan panjang dalam dunia akademik—sebuah proses yang memerlukan kesabaran, konsistensi, dan kerja keras yang luar biasa.
Semoga capaian ini tidak hanya membawa berkah dan kebaikan bagi Prof. Yusdani pribadi, tetapi juga bagi Universitas Islam Indonesia, dan yang lebih penting, bagi masyarakat luas yang menjadi tujuan dari semua ikhtiar keilmuan kita.
Saya termasuk orang yang sangat bergembira saat mendengar kabar keluarnya surat keputusan profesor untuk Pak Yusdani. Salah satu alasannya sederhana, tapi sangat penting: keberlanjutan Program Studi Doktor Hukum Islam yang memang mensyaratkan kehadiran dua profesor. Dengan Prof. Amir Muallim yang telah purnatugas, kehadiran Prof. Yusdani melengkapi kembali komposisi tersebut. Kini, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki dua profesor aktif: Prof. Tamyiz Mukharram dan Prof. Yusdani.
Jika kita melihat secara lebih luas, sampai hari ini UII telah melahirkan 55 profesor, 49 di antaranya masih aktif. Dari 834 dosen UII, 286 telah menyelesaikan pendidikan doktoral, dan 118 telah menyandang jabatan Lektor Kepala. Ini artinya, kita memiliki barisan calon profesor masa depan yang cukup menjanjikan, bahkan 76 di antaranya sudah memenuhi syarat untuk diajukan ke jabatan tertinggi.
Pendekatan multidisiplin
Sekitar 19 tahun yang lalu, pada tahun 2006, saya mengikuti Rapat Kerja UII di Grand Wahid Hotel, Salatiga. Saat itu, Allahuyarham Prof. Zaini Dahlan—mantan Rektor UII dan UIN Sunan Kalijaga—menyampaikan gagasan yang hingga kini masih lekat dalam ingatan saya.
Pak Zaini mengajak para dosen Fakultas Ilmu Agama Islam untuk melengkapi perspektif keilmuannya dengan pendekatan dari disiplin lain, seperti sosiologi dan ilmu politik. Gagasan ini disampaikan dengan sangat singkat, tapi sarat makna. Ia terasa maju pada zamannya, apalagi ketika rezim akademik saat itu sangat menekankan linieritas disiplin.
Yang menarik, saya tidak ingat ada diskusi atau tanggapan terhadap gagasan tersebut di forum itu. Mungkin karena dianggap terlalu jauh dari kebiasaan saat itu, atau mungkin karena kita belum siap membuka ruang lintas disiplin dalam studi Islam.
Kini, hampir dua dekade kemudian, saya merasa inilah momen yang tepat untuk menghadirkan kembali gagasan Pak Zaini. Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan atas pemikiran beliau, tetapi juga sebagai ikhtiar untuk terus menyegarkan arah pengembangan studi Islam.
Izinkan saya menafsirkan ulang gagasan “beragam ilmu lain” itu sebagai ajakan untuk melibatkan teori-teori sosial dalam studi Islam. Gagasan ini bukan hal baru di beberapa kampus Islam lain, tapi saya merasa penting untuk terus digaungkan, termasuk di lingkungan UII.
Beragam alasan
Sebelum melanjutkan. Diskusi ini bisa jadi tidak atau kurang relevan di konteks perguruan tinggi lain, yang sudah lama menghadirkan teori sosial dalam studi Islam.
Baik. Kenapa teori sosial? Saya ingin mengajukan lima alasan pokok:
Pertama, teori sosial membantu kita memahami praktik keagamaan umat Islam dalam konteks sosial dan budaya tempat mereka hidup. Teks keagamaan tidak hidup di ruang hampa. Ia ditafsirkan, dihayati, dan diamalkan dalam kerangka nilai, sejarah, dan norma masyarakat. Tanpa pemahaman sosial, studi keagamaan bisa kehilangan kedalaman.
Kedua, teori sosial memberi alat untuk menjelaskan dinamika perubahan dalam masyarakat muslim. Globalisasi, urbanisasi, hingga digitalisasi telah mengubah banyak hal dalam cara umat Islam memaknai dan menjalankan agamanya. Studi seperti yang dilakukan Bowen (2012), misalnya, menunjukkan bahwa praktik keislaman sangat kontekstual dan beragam. Sayangnya, keragaman ini sering kali tidak disadari, sehingga Islam sering direduksi menjadi satu bentuk saja—yang pada gilirannya menimbulkan kesalahpahaman, bahkan stigma.
Ketiga, teori sosial penting untuk memahami identitas dan konflik sosial yang melibatkan komunitas muslim. Dari konflik internal hingga diskriminasi di berbagai negara, semuanya tidak bisa dilepaskan dari persoalan kekuasaan, simbol, dan konstruksi sosial. Pengalaman saya mengikuti program Islam and Interfaith Dialogue di Jerman pekan lalu menunjukkan betapa kompleksnya isu integrasi sosial imigran muslim, bahkan bagi mereka yang sudah generasi kedua dan ketiga. Tanpa kacamata sosiologis, kita akan kesulitan memetakan masalah maupun merumuskan solusi (Cesari, 2013).
Keempat, penggunaan teori sosial membantu kita menghindari reduksionisme—khususnya yang terlalu menekankan teks dan melupakan konteks. Studi Islam yang sehat semestinya tidak hanya berbicara tentang “apa yang tertulis”, tetapi juga “bagaimana ia dipahami dan dijalankan dalam kehidupan nyata.” Ambil contoh dalam ekonomi Islam: gagasan distribusi yang adil tidak hanya bisa dijelaskan lewat dalil, tetapi juga lewat analisis ekonomi makro (Stiglitz, 2015) dan psikologi perilaku (Agil, 2007).
Kelima, teori sosial membuat studi Islam lebih relevan terhadap isu-isu kontemporer: hak asasi manusia, keadilan sosial, demokrasi, gender, dan lain-lain. Dunia terus berubah, dan agama ditantang untuk tetap hadir sebagai solusi. R20, forum dialog antaragama dunia yang digelar di Indonesia pada 2022 lalu, menjadi pengingat penting bahwa agama, termasuk Islam, dituntut menjawab persoalan global hari ini.
Islam Indonesia di kancah global
Bagi saya pribadi, gagasan ini juga penting dari sudut pandang representasi keilmuan. Saat saya menelusuri portal buku digital seperti Perlego.com dengan kata kunci Islam Indonesia, saya menemukan sekitar 142 buku. Namun dari jumlah itu, sangat sedikit yang ditulis oleh akademisi Indonesia. Ini hanya sebuah anekdot, tapi cukup untuk menunjukkan tantangan kita: bagaimana menjadikan kajian Islam Indonesia lebih bergaung di kancah global.
Saya yakin, keterbukaan terhadap teori sosial akan membantu menjembatani celah itu. Ia menjadikan studi Islam lebih kontekstual, lebih komunikatif, dan lebih siap untuk berdialog dengan dunia luar.
Tentu saja, pendekatan ini bukan satu-satunya jalan. Masih banyak pendekatan lain yang bisa ditempuh, termasuk usaha kontekstualisasi ulang terhadap khazanah turats untuk membaca realitas kontemporer. Tapi saya percaya, membuka ruang interaksi dengan ilmu sosial bukanlah bentuk kompromi, melainkan upaya memperkaya. Karena pada dasarnya, agama dan ilmu sosial sama-sama bicara tentang manusia dan masyarakat.
Semoga gagasan ini bisa menjadi bahan renungan dan diskusi yang bermanfaat.
Referensi
Bowen, J. R. (2012). A new anthropology of Islam. Cambridge University Press.
Cesari, J. (2013). Why the west fears Islam: An exploration of Muslims in liberal democracies. Palgrave Macmillan.
Stiglitz, J. E. (2015). The great divide: Unequal societies and what we can do about them. WW Norton & Company.
Syed Agil, S. O. (2007): Psychological behavior and economics: the need for new theories and redefinition of basic concepts in Islamic economics. Universiti Tun Abdul Razak E-Journal , 3(1), 76-90.
Sambutan Rektor Serah Terima Surat Keputusan Jabatan Akademik Profesor Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, Universitas Islam Indonesia, 15 Mei 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
ITC UII Selenggarakan Community Sharing Bertema Cyber Security Essential
IT Centrum Universitas Islam Indonesia (ITC UII) menggelar Community Sharing bertajuk Cyber Security Essential pada Sabtu (10/5) , bertempat di ruang Learning Space 2, Gedung KH. Mas Mansyur Fakultas Teknologi Industri (FTI) Kampus UII. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan mahasiswa dari berbagai jurusan di FTI yang antusias mendalami isu keamanan siber di era digital.
Acara ini menghadirkan narasumber Erika Ramadhani, S.T., M.Eng., dosen Teknik Informatika UII yang memiliki keahlian di bidang keamanan siber. Dalam paparannya, Erika membahas sejumlah praktik penting dalam menjaga keamanan sistem, jaringan, dan data dari ancaman digital.
“Ada tiga poin utama yang kami bahas hari ini, yaitu network defense, ethical hacking, dan digital forensics,” ujar Erika.
Ia menjelaskan bahwa network defense merupakan strategi penting dalam mengamankan aplikasi atau situs web dari potensi serangan siber. “Ada daftar periksa (checklist) yang perlu disiapkan agar sistem aman. Salah satu metode yang digunakan adalah filtering atau penyaringan,” jelasnya.
Poin kedua, ethical hacking, menurutnya adalah proses legal untuk menguji kerentanan sistem sebelum dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab. Sementara itu, poin ketiga, digital forensics berfokus pada identifikasi, pengumpulan, analisis, dan pelaporan bukti digital dari perangkat seperti komputer atau ponsel, yang berguna untuk mengungkap aktivitas digital tertentu.
Staf ITC UII, Dimas Panji Eka Jala Putra, M.Kom., menyampaikan bahwa tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam bidang teknologi informasi secara praktis.
“Kami ingin memberikan pelatihan tambahan di luar pembelajaran di kelas. Harapannya, keterampilan yang didapat bisa menjadi nilai tambah saat terjun ke dunia kerja. Apalagi, peserta juga akan mendapatkan sertifikat sebagai bukti keikutsertaan bagi yang mengikuti pelatihan jangka panjang yang berbayar,” ujarnya.
Salah satu peserta, Aulira Rahmi Anum, mengungkapkan kesan positifnya mengikuti acara ini. “Acara ini benar-benar konseptual dan praktikal. Ada sesi sharing experience juga, jadi nggak membosankan. Banyak wawasan baru yang saya dapat, termasuk kesempatan berdiskusi tentang kasus nyata di dunia siber,” tuturnya.
Ia berharap kegiatan serupa terus dilaksanakan oleh ITC UII. “Semoga ke depannya makin sering diadakan acara positif seperti ini, mungkin bisa ditambah juga dengan tantangan-tantangan menarik yang terbuka untuk umum,” harapnya. (GRR/AHR/RS)
Membangun Inspirasi Bisnis Dalam Sehari di CLC UII
Culture & Learning Center Universitas Islam Indonesia (CLC UII) sukses menggelar CLC Workshop “Business in a Day” pada Sabtu (10/05) dengan mengangkat tema “Bring Your Ideas to Life in Just One Day” di Ruang Auditorium Lt. 5 Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Para peserta yang hadir dalam acara tersebut mendapatkan berbagai pengetahuan berharga dari dua narasumber, Anindya Kenyo Larasati (Founder dan CEO Roote Trails) dan Ricky Iskandar (Communication Specialists).
Kegiatan CLC Workshop “Business in a Day” ini diadakan dalam tiga sesi yaitu, “From Problem to Plan” (membangun ide), “Make it Sell” perencanaan bisnis, dan business pitch.
Anindya Kenyo Larasati mengawali kegiatan workshop dengan menjelaskan bagaimana cara mengembangkan suatu permasalahan menjadi ide program bisnis. Anindya memberikan contoh nyata cara membangun ide dari latar belakang bisnis layanan tourism Roote Trails yang didirikannya.
Menurut Anindya, ia menemukan beberapa permasalahan tourism di Indonesia seperti kurangnya panduan wisata yang responsif dan menyenangkan serta tools yang masih mengabaikan dampak lokal. Roote Trails hadir sebagai solusi untuk permasalahan-permasalahan tersebut memberikan pengalaman yang eksploratif, rewarding, dan peduli dengan dampak lokal dengan program menjaga lingkungan dan promosi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat.
Anindya juga menegaskan bahwa setelah membuka bisnis kita harus memperhatikan value proposition dan competition advantage agar bisnis terus bertahan. “Jika, kamu tidak punya keunikan maka kamu tidak punya daya tarik dan tidak bisa bertahan dalam persaingan pasar. Dalam bisnis kita harus memiliki resiliensi yang kuat dan memiliki entrepreneurial mindset,” ungkapnya.
Sesi kemudian dilanjutkan dengan idea elaboration dalam kelompok. Para peserta yang hadir dibagi dalam 6 grup, masing-masing mendiskusikan ide berpotensi untuk dikembangkan dan menghasilkan market value yang besar. Kelompok-kelompok tersebut lalu mempresentasikan ide, kelebihan dan tantangannya di depan kedua narasumber. setelah sesi pitching usai, grup dengan ide terbaik mendapatkan hadiah spesial dari CLC UII.
Acara ini diharapkan dapat menjadi pelecut bagi mahasiswa reguler maupun internasional Universitas Islam Indonesia untuk dapat terus berkarya dan mengeksplorasi ide kreatif yang dibutuhkan oleh pasar. Mahasiswa yang berpotensi dapat ikut serta dalam ajang-ajang bergengsi lain seperti Program kreativitas Mahasiswa (PKM), P2MW, PPK ORMAWA, hingga P2A di skala internasional. (MNDH & AAU/AHR/RS)
Talkshow Achievement Unlocked Ajak Mahasiswa Jadikan Prestasi sebagai Gaya Hidup
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong budaya prestasi di kalangan mahasiswa melalui acara Talkshow Achievement Unlocked: Celebrating Student Champion dan Pengumuman PILMAPRES UII 2025. Acara ini digelar di Auditorium Gedung Moh. Natsir, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII, Sabtu (10/5) dengan menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif dari lingkungan kampus yang telah membuktikan dedikasi dalam pengembangan diri dan kontribusi akademik.
Direktur Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII, Arif Fajar Wibisono, S.E., M.Sc., membuka acara dengan menekankan bahwa gelar mahasiswa berprestasi tidak boleh dilihat sebagai akhir dari perjalanan, melainkan sebagai titik tolak untuk membangun konsistensi dalam aktivitas dan kontribusi yang berkelanjutan. Ia menegaskan bahwa prestasi harus dijaga dan dikembangkan seiring berjalannya waktu. “Menjadi mapres bukanlah capaian terakhir, melainkan sebuah pintu yang harus dijaga, bagaimana untuk mempertahankan aktivitas yang tentu menjadi bekal untuk masa depan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Arif menyampaikan bahwa proses menjadi mahasiswa berprestasi mencakup aspek mental dan ketahanan diri. Menurutnya, penghargaan bukanlah satu-satunya tujuan, melainkan pembentukan karakter yang adaptif dan solutif yang akan bermanfaat di masa depan. “Pilmapres bukan sekedar mengumpulkan karya, bukan sekedar juara, melainkan sebuah proses tangguh, adaptif dan solutif yang dapat kalian bawa hingga nanti lulus kuliah,” tuturnya.
Menguatkan hal tersebut, Faisal Arif Nurgaesang, S.T., M.Sc., selaku Kepala Divisi Pembinaan Prestasi DPK UII, mengajak mahasiswa untuk memahami posisi dan potensi diri sebagai titik awal dalam perjalanan berprestasi. Ia menyampaikan pentingnya proses refleksi diri yang diikuti dengan langkah konkret dalam pengembangan minat dan jejaring.
“Kita harus mengerti posisi kita di mana, maka kita pun tahu harus ke mana. Yang harus dilakukan mahasiswa adalah identifikasi diri, menentukan minat, berkomunitas, berkompetisi dan berprestasi,” jelasnya.
Faisal juga menjelaskan bahwa prestasi mahasiswa tidak semata-mata diukur dari kompetisi atau lomba. Ia memaparkan berbagai program alternatif yang disediakan oleh kampus maupun pemerintah, seperti Abdidaya Ormawa, Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), magang berdampak, hingga program-program dari Kemdikbudristek yang membuka peluang pengembangan diri lintas disiplin.
“Kami menyediakan pendanaan untuk berbagai kegiatan yang dapat diikuti mahasiswa, dan reward pun kami berikan kepada mereka untuk menghargai effort yang dikerahkan,” tegasnya.
Sesi talkshow menjadi semakin menarik dengan hadirnya Nayla Ilma Kauna, Mahasiswa Berprestasi UII 2024 yang telah melanjutkan perjuangannya hingga tingkat wilayah. Nayla membagikan pengalaman pribadinya serta strategi yang membantunya menavigasi dunia prestasi kampus. Ia mengingatkan pentingnya kesiapan mental, perencanaan yang matang, serta lingkungan yang mendukung.
“Mark your calendar, know your stage, choose your battlefield and fit yourself in a good environment and consistency,”katanya penuh semangat.
Tak hanya itu, Nayla juga menekankan bahwa prestasi bukan sekadar target yang dicapai lalu ditinggalkan. Menurutnya, menjadi mahasiswa berprestasi adalah soal membentuk pola pikir dan kebiasaan hidup yang terus berkembang.
“Let’s turn achievement into our lifestyle. Mapres bukanlah tujuan akhir, namun menjadi gaya hidup yang harus dibiasakan karena pada dasarnya hidup itu harus lebih baik dari hari ke harinya. Success isn’t a destination, it’s a mindset and daily habit,” ujar Nayla, yang disambut antusias oleh para peserta.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pengumuman pemenang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (PILMAPRES) UII 2025. Untuk tingkat diploma, Juara 3 diraih oleh Eka Lulu Khairunnisa dari Program Studi Akuntansi Perpajakan Program Sarjana Terapan. Juara 2 oleh Isna Ajeng Saputri dari Program Studi Bisnis Digital Program Sarjana Terapan, dan Juara 1 oleh Fauziana Hidayati dari Program Studi Analis Kimia Program Diploma.
Di tingkat sarjana, Juara 3 disabet oleh Fatimah dari Program Studi Hukum Keluarga Program International, Juara 2 diraih oleh Andre Fairuz Laode Ngkowe dari Program Studi Hukum Program Sarjana, dan Juara 1 diraih oleh Daifan Febri Juan Setia dari Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran.
Talkshow ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga menjadi ruang refleksi bagi seluruh mahasiswa untuk membentuk pola pikir berprestasi yang berkelanjutan. Semangat untuk terus berkembang dan berkontribusi ditegaskan oleh para pembicara sebagai fondasi utama dalam membangun masa depan yang lebih baik melalui prestasi. (IMK/AHR/RS)
CLC UII Gelar Global Career Workshop: Kupas Tuntas Tren Pasar Kerja dan Persiapan Karier Internasional
Culture and Learning Center (CLC) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menghadirkan program pengembangan karier bertaraf internasional melalui acara CLC Global Career Workshop, yang berlangsung pada Jumat, (9/5) di Ruang Sidang Datar Gedung Prof. Dr. Sardjito lantai 2, dengan menghadirkan dua pembicara berpengalaman di bidang pengembangan karier global.
Workshop ini bertujuan untuk membekali mahasiswa UII dengan wawasan dan keterampilan penting dalam menghadapi dinamika pasar kerja global. Dalam era kompetisi yang kian ketat, CLC UII berupaya menjadi fasilitator bagi mahasiswa untuk mengenali potensi diri, memahami tren global, serta mempersiapkan dokumen dan personal branding yang relevan untuk dunia profesional.
Dua narasumber utama yang dihadirkan dalam kegiatan ini adalah Rahmat Hafidz Sandria, Strategy and Operations Manager di Brain Juice Collective, Singapore, serta Cynthia Veronica, Senior Business Development Manager di Kinobi. Keduanya membawakan materi yang saling melengkapi mengenai kesiapan menghadapi dunia kerja internasional.
Dalam sesi pertamanya, Rahmat Hafidz Sandria mengangkat topik “Shaping Tomorrow: Skills and Global Market Trends”. Ia menekankan pentingnya memahami diri sendiri sebelum mencoba memahami orang lain. “Pahamilah dirimu sendiri terlebih dahulu sebelum kamu mencoba memahami orang lain, sehingga hal itu akan menuntunmu ke situasi sulit apa pun,” tuturnya dalam bahasa Inggris.
Menurutnya, sikap atau attitude menjadi penentu utama kesuksesan di dunia kerja. “Attitude is behavior, attitude is our habit. If you are so good, so clever, but you are not trainable, not coachable, it will be hard,” ujarnya mengingatkan, bahwa kecerdasan tanpa kerendahan hati untuk terus belajar bisa menjadi hambatan dalam pengembangan karier.
Sementara itu, Cynthia Veronica memaparkan materi bertajuk “Career Toolkit: Mastering CVs, Interviews, and LinkedIn Branding.” Ia menekankan pentingnya personalisasi dalam setiap aspek persiapan karier. “Kata kuncinya bukanlah membuat CV yang bagus, tetapi membuat CV yang relevan. Artinya, satu CV hanya bisa digunakan untuk satu pekerjaan,” jelas Cynthia dalam bahasa Inggris, menunjukkan bahwa efektivitas sebuah CV terletak pada kesesuaiannya dengan posisi yang dilamar.
Lebih lanjut, ia memberikan tips konkret seputar persiapan wawancara kerja dan pemanfaatan LinkedIn. “Prepare these three things: CV, Interview, and also LinkedIn. To any country, I believe these things are very important,” ujarnya. Ia juga menganjurkan peserta untuk melatih wawancara bersama teman dan melakukan riset mendalam mengenai perusahaan yang dilamar.
Antusiasme peserta tampak tinggi sepanjang acara. Salah satunya diungkapkan oleh Alfin Ibnu Hady, mahasiswa Hubungan Internasional UII. “Saya merasa sangat beruntung memiliki kesempatan ini, untuk menghadiri acara yang indah ini dan bertemu langsung dengan pembicara luar biasa yang menyampaikan pengetahuan dan wawasan baru,” ungkapnya dengan semangat.
Kegiatan ini tidak hanya memberikan pemahaman teoritis, tetapi juga membangun kesadaran praktis mahasiswa untuk bersaing secara global. Dengan pendekatan langsung dari para profesional yang sudah berkiprah di dunia internasional, workshop ini menjadi wadah penting bagi mahasiswa UII untuk memetakan langkah karier mereka ke depan.
Melalui penyelenggaraan Global Career Workshop ini, CLC UII kembali membuktikan komitmennya dalam mendukung transformasi mahasiswa menjadi lulusan yang siap bersaing secara global. Kegiatan serupa pun diharapkan terus berlangsung agar semakin banyak mahasiswa yang memperoleh manfaat dan kesiapan menghadapi tantangan dunia profesional lintas negara. (MFPS/AHR/RS)
Mahasiswa Internasional Berbagi Strategi Sukses Magang dan Freelance di CLC Learning Weeks 2025
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menghadirkan program inspiratif bertajuk CLC Learning Weeks 2025 dengan tema “Freelancing & Internship Success”. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini (07-08/05), diselenggarakan oleh Culture and Learning Center (CLC) UII dan menghadirkan dua pemateri mahasiswa internasional penerima beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB).
Pada hari pertama, acara digelar di Ruang Audio Visual Gedung GBPH Prabuningrat Rektorat UII dan menghadirkan Muhammed Fatty, mahasiswa Program Studi Akuntansi Program Magister asal Gambia. Ia membawakan materi berjudul “Internship Search Strategies” yang membedah berbagai pendekatan strategis dalam mencari program magang, terutama untuk mahasiswa internasional dan lokal yang ingin mempersiapkan diri sejak dini.
Fatty menekankan pentingnya pengalaman magang sebagai nilai tambah dalam persaingan kerja. “Magang itu penting. Saat kamu melamar pekerjaan, mereka akan melihat CV kamu,” ungkapnya dalam bahasa Inggris, menekankan bahwa rekam jejak pengalaman praktis menjadi pertimbangan utama dalam seleksi kerja.
Ia juga menyarankan mahasiswa untuk memiliki tujuan yang jelas sejak awal, dengan berkata, “Tetapkan tujuan Anda dan putuskan keterampilan dan pengalaman apa yang Anda inginkan,” tegasnya
Tak hanya itu, Fatty juga memberi peringatan agar mahasiswa tidak menunda-nunda pencarian magang hingga tenggat waktu semakin dekat. “Don’t wait until the deadline is near. Because it doesn’t work.” Ia juga menambahkan bahwa sebagian besar program magang internasional mensyaratkan wawancara sebagai bagian dari proses seleksi, sehingga persiapan mental dan komunikasi menjadi hal krusial.
Sesi hari kedua dilanjutkan oleh pemateri Usama Ahmad Khan, mahasiswa Program Studi Informatika Program Magister asal Pakistan. Usama membawakan topik “Remote Work & Freelance Opportunities”, membuka wawasan peserta mengenai dunia kerja jarak jauh dan peluang karier sebagai freelancer.
Dalam pemaparannya, Usama menyampaikan berbagai tips manajemen waktu untuk menunjang produktivitas bekerja jarak jauh. Ia menyarankan mahasiswa untuk membuat perencanaan mingguan, menggunakan blok waktu (time blocks), menghindari distraksi, dan mencatat progres pekerjaan secara konsisten. “Tips time management: Plan weekly, use time blocks, eliminate distraction, and track progress,” ujarnya.
Lebih lanjut, Usama juga memberikan motivasi kepada peserta untuk memulai langkah sekecil apapun dalam dunia freelance. “You don’t need to be great to start, but you have to start to be great.” Menurutnya, freelancing bukan sekadar pekerjaan sambilan, melainkan jalur karier yang sah dan memiliki potensi nyata. “Freelancing is real. It’s a legitimate career path with tangible opportunities.”
Kedua hari acara ini berlangsung interaktif dan penuh antusiasme dari peserta yang berasal dari berbagai latar belakang program studi. Diskusi dan tanya jawab menjadi salah satu sesi yang paling dinantikan, karena para peserta tidak hanya mendapatkan ilmu teoritis, tetapi juga pengalaman praktis dari pembicara yang telah lebih dulu menapaki jalan tersebut.
Program CLC Learning Weeks ini menjadi bagian dari inisiatif Culture and Learning Center UII dalam mendukung pengembangan soft skill dan kesiapan karier mahasiswa, khususnya dalam menjawab tantangan global saat ini. Melalui sesi ini, mahasiswa didorong untuk lebih proaktif dalam mengejar peluang, baik dalam bentuk magang lokal maupun internasional, maupun dalam meniti karier mandiri di bidang freelance.
Dengan terselenggaranya acara ini, CLC UII berharap mahasiswa semakin siap menghadapi dinamika dunia kerja dan memanfaatkan teknologi untuk membuka peluang karier global tanpa batas. (MFPS/AHR/RS)
Peran FH UII dalam Membentuk Advokat Profesional dan Berintegritas
Dalam rangka Milad Universitas Islam Indonesia (UII) ke-82, Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Fakultas Hukum UII mengadakan Expo 2025 yang berlangsung selama tiga hari (06–08/05) di Lobby Fakultas Hukum UII. Expo ini terbuka untuk umum dan menghadirkan berbagai kegiatan, mulai dari talkshow hukum, pameran kegiatan PKBH, bazar buku, hingga donor darah pada hari terakhir.
Salah satu acara utama di hari pertama, Selasa (6/5) adalah talkshow hukum. Direktur PKBH FH UII, Rizky Ramadhan Baried, S.H., M.H. menyampaikan bahwa expo ini bertujuan untuk memperkenalkan unit laboratorium hukum kepada mahasiswa. “Mahasiswa memiliki peranan penting sebagai regenerasi penegak hukum yang tidak hanya profesional, tetapi juga berintegritas. Apalagi beberapa waktu terakhir ini, kita menghadapi tantangan degradasi moral di dunia hukum Indonesia,” ungkap Baried.
Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., turut menambahkan bahwa selain fokus pada bantuan hukum dan penyuluhan, PKBH saat ini tengah mengembangkan sistem layanan hukum berbasis digital. Sistem informasi konsultasi hukum telah berhasil diselesaikan, dan ke depan harapannya bisa berlanjut hingga ke penanganan perkara dan publikasi penanganannya. “Cita-citanya, sistem ini bisa sampai ke tahap penanganan perkara hingga publikasi perkara yang sudah ditangani PKBH. Tapi kita baru sampai sini, mudah-mudahan tahap berikutnya bisa dikembangkan,” ujarnya.
Pada talkshow kali ini, hadir Dr. H. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., advokat senior sekaligus Ketua Himpunan Advokat Indonesia. Ia menyoroti pentingnya standar etika dalam profesi advokat. Menurutnya, profesi ini bukan semata-mata bisnis, melainkan bagian dari menjaga harkat dan martabat manusia. Ia juga mengingatkan soal pentingnya advokat terus mengasah keterampilan praktis dan pengetahuan hukum yang relevan, terlebih di era perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan yang bisa memengaruhi dunia peradilan di masa mendatang.
“Apakah nanti juga akan ada robot yang jadi jaksa atau hakim? Ada kelebihannya, yaitu mereka tidak bisa disogok.” ujarnya disambut tawa.
Ia menambahkan, bahwa keberhasilan seorang advokat tidak diukur dari kekayaan, melainkan dari kemampuannya menjaga kepentingan umum, asas kemanusiaan, dan kepatuhan terhadap hukum.
Pada kesempatan yang sama, PKBH FH UII menghadirkan Dr. Ariyanto, S.H., C.N., M.H., advokat sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC Peradi) Kota Yogyakarta dan Dosen FH UII. Ia menyoroti pentingnya ekosistem pendidikan advokat yang melibatkan empat komponen utama, yaitu fakultas hukum, organisasi profesi, masyarakat, dan lembaga peradilan. Di FH UII, teori dan praktik dipadukan melalui mata kuliah kemahiran hukum, magang mandiri, magang reguler, hingga program unggulan dari PKBH yaitu Karya Latihan Hukum (KARTIKUM).
Selain itu, Dr. Ariyanto juga menjelaskan bahwa FH UII juga memiliki Program Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang menjadi salah satu program terlama dibanding dengan PKPA lain, yakni hingga 1,5 bulan.
“Selain kurikulum nasional, PKPA di UII kita tambah dengan kurikulum lokal. Tujuannya agar lulusan benar-benar siap praktik di lapangan,” jelasnya. Hingga kini, PKPA UII telah meluluskan 5.325 alumni yang tersebar di seluruh Indonesia, yang berprofesi sebagai advokat, jaksa, hakim, hingga akademisi. (MANF/AHR/RS)
YBW UII dan UII Berikan Beasiswa untuk Siswa SMA UII
Universitas Islam Indonesia (UII) dan Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII terus memberikan komitmennya dalam mendukung dan menjalankan pendidikan unggul untuk anak bangsa. Salah satunya diwujudkan dengan pemberian sebanyak 30 beasiswa terhadap siswa SMA UII yang digelar dalam acara pertemuan orang tua siswa calon penerima beasiswa YBW UII dan UII pada Rabu (07/05) di Ruang AVA, SMA UII Yogyakarta yang dihadiri oleh kepala SMA UII, perwakilan UII dan YBW UII, serta orang tua siswa. Adapun 25 siswa mendapat beasiswa YBW UII dan 5 siswa mendapat beasiswa dari UII.
Kepala SMA UII, Drs. Maman Surakhman, M.Pd.I dalam sambutannya sangat mengapresiasi langkah YBW UII dan UII dalam memberikan program beasiswa kepada siswa SMA UII. Sehingga sebanyak 30 siswa tersebut bisa berkuliah di program studi yang telah dipilih tanpa harus mengeluarkan biaya selama menempuh pendidikan tinggi di UII. Maman juga menjelaskan terpilihnya 30 siswa yang berhak menerima beasiswa ini melalui proses yang ketat oleh tim seleksi internal dengan memperhatikan segala aspek baik akademik hingga perilaku.
“Tim menyeleksi dengan berbagai pertimbangan nilai raport, prestasi akademik maupun non akademik, sikap ataupun perilaku selama 3 tahun, keaktifan organisasi, dan lain sebagainya yang diakhiri dengan pleno dewan. Akhirnya terpilihlah 30 siswa ini, insyallah 30 siswa ini adalah siswa terbaik untuk menerima beasiswa,” ungkap Maman.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag menyampaikan UII merupakan perguruan tinggi yang terus merawat kepercayaan dan amanah masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi. Maka dari itu, Dr. Rohidin memberikan semangat kepada siswa SMA UII untuk bangga bisa berkuliah di UII.
Dr. Rohidin juga menjelaskan indikator-indikator yang sudah dipenuhi oleh UII dalam menjalankan pendidikan tinggi meliputi animo masyarakat yang sangat tinggi, rasio mahasiswa dan dosen yang ideal, serta kurikulum pembelajaran yang mengadaptasi kebutuhan pasar dan dunia industri.
“Kemudian, lebih dari 60 hinggga 75% sudah terakreditasi unggul dan UII memenuhi itu. Kelima, ketercukupan sumber daya, tentu saja bisa dilihat dari UII yang mampu memberikan beasiswa untuk anak bangsa yang memiliki talenta tetapi kurang beruntung dalam keadaan ekonomi. Dalam satu tahun, UII selalu memberikan beasiswa hingga 20 miliar rupiah dengan berbagai skema seperti beasiswa akademik, beasiswa pondok pesantren UII, beasiswa tahfidz, beasiswa afirmatif.
Kemudian, Ketua Umum YBW UII, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si, memaparkan bahwa tahun ini YBW UII memutuskan untuk memberikan beasiswa kepada SMA UII. Suparman berharap tahun-tahun kedepan akan terus bisa memberikan lebih banyak beasiswa kepada siswa SMA UII. Suparman juga memberikan semangat kepada siswa SMA UII untuk terus memperkuat niat, visi, dan kerja keras untuk menggapai kesuksesan.
“Bapak Ibu mari awasi anak kita agar jadi sukses. Kesempatan, peluang, rezeki yang besar yang anak-anak Bapak Ibu dapatkan untuk berkuliah di UII tanpa biaya. Ayo dukung anak-anak kita sama-sama agar sukses menjalankan mandat YBW, orang tua karena kebahagiaan tertinggi seorang ayah dan ibu ketika melihat anaknya sukses,” harap Ketua Umum YBW UII ini. (AHR/RS)
TQFI UII Raih Juara Umum di Ajang MUFI XI UIN Malang
Tim Tilawatil Qur’an wa Funun Islamiyah (TQFI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta kembali mengukir prestasi gemilang dengan meraih gelar Juara Umum dalam ajang Musabaqah Funuun Islamiyah (MUFI) XI. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Jam’iyyah Dakwah wa Al-Funuun UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan berlangsung pada Ahad (04/05) Ajang tahunan ini diikuti oleh berbagai perguruan tinggi dari seluruh Indonesia sebagai sarana pengembangan seni dan syiar Islam di kalangan mahasiswa.
Mahasiswa UII dari berbagai program studi berhasil menyumbangkan lima kategori kejuaraan yang mengantarkan UII sebagai Juara Umum. Di antaranya: (1) Juara Terbaik 1 Musabaqah Tilawatil Qur’an Putra, Ade Muhammad dari Program Studi Ekonomi Pembangunan Program Sarjana Angkatan 2024; (2) Juara Terbaik 1 Musabaqah Tilawatil Qur’an Putri, Syamimi Assahira dari Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Angkatan 2024; (3) Juara Terbaik 2 Musabaqah Tilawatil Qur’an Putri, Hasna Shofwatul Azizah dari Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Angkatan 2024; (4) Juara Terbaik 2 Musabaqah Syarhil Qur’an, Munawwar Salim Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Angkatan 2022, Kelvin Alviana dan Rajbani Gibran Program Studi Ilmu Komunikasi Program Sarjana Angkatan 2024; serta (5) Juara Favorit Pop Solo Islami, Nasywaa Labiiib Az Zahra Program Studi Akuntansi Program Sarjana Angkatan 2022. Capaian ini merupakan hasil dari pembinaan rutin dan ikhtiar berkelanjutan yang dilakukan TQFI bersama para pembinanya.
Munawwar Salim, salah satu anggota tim MSQ UII, mengungkapkan rasa syukur dan harunya atas keberhasilan timnya. Namun menurutnya, hal tersebut sepadan dengan usaha yang telah dilakukan selama beberapa bulan belakangan.
“Saya merasa senang dan bangga tentunya, namun pencapaian ini adalah titik balik dari ikhtiar dalam persiapannya. Masih perlu banyak belajar dan latihan supaya kemampuan saya semakin berkualitas,”ujarnya.
Ia juga menyoroti keterbatasan waktu latihan yang dihadapi oleh timnya, serta berbagai distraksi yang muncul selama masa persiapan. Meski demikian, ia merasa sangat terbantu dengan dukungan penuh dari Direktorat Kemahasiswaan UII.
“Alhamdulillah, bersyukur sekali karena dalam setiap kompetisi selalu ada backup yang cukup dan layak dari kemahasiswaan UII. Support yang penuh baik dari segi transportasi, akomodasi, dan apresiasi. Mudah-mudahan kemahasiswaan UII tetap konsisten dan lebih baik lagi dalam mensupport segala bentuk kegiatan yang menunjang kesuksesan dalam prestasi mahasiswa,” tambahnya.
Ketua TQFI UII, Asep Rizki Suhada Muharom, menjelaskan bahwa kunci keberhasilan timnya terletak pada kedisiplinan dalam menjalankan latihan rutin bersama para pelatih yang kompeten di bidang masing-masing. Latihan ini dilakukan setiap minggu dan ditingkatkan secara intensif menjelang babak final MUFI XI.
“Kami menekankan pentingnya latihan berkelanjutan, bukan hanya ketika ada lomba, tapi sebagai bagian dari proses pembentukan karakter dan kualitas kemampuan yang matang,” ungkap Asep.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap Kemahasiswaan UII yang memberikan dukungan penuh, mulai dari akomodasi, transportasi, hingga pembinaan karakter melalui nasihat yang disampaikan secara berkelanjutan.
“Nasihat yang senantiasa kami pegang untuk selalu berproses setiap hari melalui pembinaan di masing-masing bidang, serta sebagai bentuk pemanasan pra MTQMN 2025,” ujarnya.Ia berharap pencapaian ini dapat menjadi pemantik semangat seluruh anggota TQFI dan mahasiswa UII lainnya.
“Harapan kami sederhana tapi besar: semoga ikhtiar ini dapat dimaksimalkan untuk mewujudkan Juara Umum di MTQMN 2025. Semuanya dimulai dari komitmen kita terhadap proses,” pungkasnya
Dengan keberhasilan ini, TQFI UII tidak hanya mengharumkan nama kampus dalam skala nasional, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata UII dalam mendukung pengembangan potensi mahasiswa di bidang seni dan keislaman. Prestasi ini diharapkan menjadi pijakan kuat untuk menghadapi tantangan lebih besar di masa mendatang. (IMK/AHR/RS)