,

Pemilu Jadi Kunci Kualitas Demokrasi

Menjelang tahun politik di 2024, publik diramaikan dengan berita deklarasi bakal calon presiden (bacapres) dari sejumlah partai politik. Sehubungan dengan ini, Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Seminar Nasional “Dinamika dan Tantangan Pemilu 2024” di Auditorium Lantai 4, Gedung FH UII serta melalui kanal Zoom Meeting, pada Rabu (05/07).

Kegiatan yang dimoderatori oleh Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII ini turut mengundang sejumlah figur penting, seperti Prof. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. selaku Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Idham Kholik, M.Si. selaku Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI), serta Hamdan Kurniawan, S.I.P., M.A. selaku Ketua KPU Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., Dekan FH UII, menyampaikan bahwa topik dinamika dan tantangan pemilu 2024 merupakan tema yang didiskusikan oleh banyak pihak, mulai dari pakar, praktisi, hingga masyarakat umum. “Pemilu 2024 tentu kita harapkan akan lebih baik dari penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Dan untuk adanya penyelenggaraan pemilu 2024 yang baik ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Jadi tidak sekedar berharap,” tuturnya saat memberi sambutan.

Menurutnya, terdapat tiga hal yang mesti diperbaiki pada sistem pemilu, yakni pada tahapan persiapan, pelaksanaan, serta pasca pelaksanaan. Pada persiapan, proses kaderisasi yang hanya didasarkan pada elektabilitas menjadi perihal yang disorot. Adapun kurang optimalnya kualitas partisipasi publik menjadi tantangan pada tahap pelaksanaan, seperti kesulitan masyarakat difabel dalam proses penyaluran hak suara sebab kurangnya fasilitas. 

Selain itu, masalah sengketa pemilu yang terbit setelah pelaksanaan mesti ditegakkan secara konsisten dan tegas. “Tidak didasarkan kepada sistem tebang pilih dari proses penegakan hukum itu sendiri,” paparnya.

Pada sesi pidato kunci, Prof. Jimly menyampaikan pembahasan mengenai Penataan Sistem dan Kelembagaan Pemilihan Umum di Indonesia. Menurutnya, posisi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga secara kuantitas masih mengalami ketimpangan dari segi kualitas. 

“Pemilu itu sangat penting karena dia jadi mekanisme penyaluran kedaulatan rakyat. Dan, tidak ada demokrasi tanpa pemilu. Tidak ada demokrasi tanpa partai politik. Maka pilar demokrasi itu partai dan pemilu ini … jadi kalau pemilunya bermutu, insyaallah separuh jalan menuju kualitas demokrasi itu bisa digerakkan,” ucapnya.

Prof. Jimly memberi kritik atas kondisi pemilu dan kepartaian kini yang masih berlangsung dalam proses perbaikan. “Jangan kayak sekarang. Dia kan diharapkan menjadi instrumen demokrasi kebangsaan, tapi secara internal tidak ada demokrasi di dalam tubuh partai. Ya enggak bisa … pemilu dan partai itu hanya satu elemen saja dari demokrasi kebangsaan,” pungkasnya. (JRM/ESP)