,

Peran Arsitektur Dalam Pola Design Bangunan Ramah Lingkungan

Arsitektur mempunyai peranan penting dalam pola design bangunan agar tetap ramah dengan lingkungan. Pemahaman ini melatarbelakangi Magister Arsitektur UII menyelenggarakan Expert Talk dengan menghadirkan seorang pakar di bidang Arsitektur Dr. Ery Djunaedy GE., BEAP., CPMP.

Kegitan yang berlangsung pada Kamis (7/12), di Gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII ini, mengangkat tema “High Performance Building Design for Sustainable Environment, Implementation of Information Modelling Technology Simulation into Design Process”. Secara garis besar, paparan kuliah yang disampaikan membahas tentang High Performance Building Design yang dilanjutkan dengan Demo Simulasi dengan Energy Plus dan BIM dalam proses iterasi dengan Achievment High Performance Building Design.

Tema ini diberikan dengan target Dosen, Mahasiswa Studio Perancangan Arsitektur (Stupa) 3, 5 dan 7, Mahasiswa KTI, Mahasiswa PPAR dan Magister Arsitektur UII. Selain paparan diatas, Dosen Universitas Telkom ini juga meyampaikan beberapa materi seperti Implementasi Langsung Design Arsitektur di Bangunan, Pengaruh Arsitektur dalam Perubahan Iklim, Building inEfficiency/ Ketidakefisianan bangunan serta Definisi dan Konsep.

Disampaikan Ery Djunaedy, sebagai arsitek harus mempertimbangkan design bangunan dengan kebutuhan direksi. “Harus membicarakan konsep dengan stake holder, baru kita dapat merancang design yang diperlukan. Design tidak hanya teka teki silang namun harus sesuai dengan kebutuhan manusia,” ujarnya.

Lebih lanjut dipaparkan Ery Djunaedy dalam materinya pengaruh arsitektur dalam perubahan iklim dengan memperhitungkan kebijakan maupun konsumsi energi. Menurutnya Indonesia mempunyai peraturan tersendiri membahas tentang bangunan hijau. Namun kelemahan peraturan tersebut yakni tidak mencakup seluruh aspek. ”Regulasi ini hanya mewajibkan 30% dari konsumsi listrik atau energi namun 70%, sisanya belum diatur,” jelasnya.

Sementara mengenai Building inEfficiency disampaikan Ery Djunaedy bahwa Indonesia hanya mempunyai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) sebagai banchmark perbandingan satu bangunan dengan yang lainnya. Dalam bidang efisiensi ekonomi energi, bangunan berada jauh dibawah Industri Pesawat Terbang, AutoMobil bahkan Lokomotif.

”Karena kita tidak ada perkiraan ekonominya. Bayangkan, mobil dirancang satu kali namun diproduksi masal hingga jutaan, sama halnya dengan pesawat terbang namun tidak untuk bangunan. Klien tidak menginginkan design bangunan yang sama dengan yang lain, itu yang menjadi masalah kita,” unkapnya

Ery Djunaedy menambahkan, ada satu yang komponen yang lupa, yakni behaviour. Bukan lampu atau komponen lain yang membuat tidak efisien namun justru manusia. Sifat manusia lah yang justru menjadikan efisiensi sebuah bangunan menjadi jelek. ”Padahal justru efisiensi merupakan modal paling murah untuk membuat sebuah bangunan karena menjadi peraturan preskriptif,” tandasnya/ (BKP/RS)