,

Meniti Karir di Era Ketidakpastian

Industri 4.0 menyajikan tantangan yang serba baru bagi generasi pencari kerja. Merintis karir bisa menjadi pengalaman yang sedemikian kompleks di banding tahun-tahun sebelum dunia mengenal internet. Kalau dulu karir seseorang bersifat linier –selalu naik keatas –kini, karir seseorang dapat berubah haluan yang disebut karir zig-zag. Selain itu, fenomena kutu loncat juga semakin dianggap lumrah. Inilah yang dibahas dalam seminar yang diselenggarakan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sabtu (20/4) di Gedung Soekiman Wirdjosandjojo.

Seminar yang berjudul “Jalur Karir di Era 4.0: Zig-zag dan Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity (VUCA) itu diisi oleh empat narasumber kondang, yakni Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Manajemen Kepelabuhanan (STIAMAK), Nugroho Dwi Priyohadi, S.Psi., M.Sc., Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT. Pelindo 1 Medan, M. Hamied Wijaya, S.Psi., SE., MM., Direktur SDM UII, Ike Agustina, S.Psi., M.Psi., dan Direktur Utama PT. Indonesia Kendaraan Terminal Tbk., Chiefy Adi K., S.Psi., M.Sc.

Dalam presentasinya Hamied menyampaikan bahwa revolusi industri 4.0 telah mengubah cara pikir dunia terkait merajut karir. Ia menganalogikannya dengan kapal titanic dan perahu yang digunakan pada olahraga rafting atau arung jeram. “Kalau dulu seperti kapal titanic, lambat, berat, walaupun dapat mengangkut banyak penumpang. Tapi sekarang sudah menjadi perahu arung jeram, orang-orang makin lincah, bergerak dalam tim, walaupun seringkali terjadi “sikut-sikutan”. Jelasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa sukses dalam karir itu seperti fenomena gunung es. “Barangkali orang-orang melihatnya sedikit di permukaan, tapi jauh lebih besar jika dilihat ke dalam laut.”, katanya.

Presentasi ditutup dengan pemaparan Ike Agustina yang menyimpulkan benang merah karir zig-zag dan VUCA. Menurutnya, fenomena itu terjadi karena perpindahan yang cukup lincah dari satu perusahaan ke perusahaan lain dalam membangun karirnya yang disebut sebagai “kutu loncat”. Sedangkan VUCA adalah “payung” yang membawahi fenomena ini. “Sekarang banyak pemilik toko yang bahkan tidak memilik toko, meraka jualan lewat aplikasi online itu. Bahkan ada yang menyewa working space di tengah kota.” Ungkap Ike.

Ia menghimbau peserta untuk menumbuhkan growth mindset di mana seseorang memiliki ragam kemampuan, berani mengambil risiko akan perubahan, dan dapat menerima masukan dan saran dalam lingkungan yang konstruktif. (IG/ESP)