Mengenang 15 tahun gempa bumi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, 27 Mei 2006 yang lalu, Simpul Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketangguhan Bencana Universitas Islam Indonesia (SPMKB UII) mengadakan diskusi bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul.

Read more

Enam mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) berhasil menyabet dua juara sekaligus bidang video edukasi dalam perlombaan Medical Djogja Scientific Competition (Medjonson) yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan tema Spread Mental Health Awarness to Achieve Healthy Mind Around the Society.

Read more

In this short welcoming speech, I would like to share two thoughts that may stimulate further meaningful discussion among us. I encourage myself to do so, even if it seems like pouring a handful of salt into oceans.

Firstly, the theme of the conference is both important and interesting, “the role of religious education in the consolidation of national spiritual integrity”.

To me, in addition to ta’lim (the imparting and receiving of knowledge) and tarbiyah (the development of individual potential or the process of nurturing), a successful religious education will also consist of the process of character development as a solid foundation for moral and social behaviour within the community and society at large.

Syed Muhammad Naquib al-Attas calls it ta’dib, the process of instilling and inculcation of adab. An educated man, hence, is a man of adab or insan adabi.

The theme of the conference is even more important in the post-truth era, in which our perception in seeing the world is heavily affected by abundant information that is exposed to us.

The problem is that the validity of information is not easy to be confirmed. Adab or good character, to a great extent will equip us with a filter that encourages us to become responsible independent thinkers to protect ourselves from the meaningless public narrative.

In the last few years, we have witnessed that in many corners of the world, the production and the spread of hoax or false information have created a lot of incurable damages, including social segregation and polarisation. To a great extent, the damages have absorbed a lot of positive energy of a community or a nation, which is very important to make progressive efforts to build a better civilization.

Hence, I do hope that religious education can also play its important role in mitigating and curing these damages.

The second thought I would like to share is the fact that, in general, Muslim communities are lagging behind their counterparts in advancing sciences. I am fully aware that this claim itself may trigger another discussion.

Suppose we agree that religious education is a manifestation of tafaqquh fiddin initiatives. To complete the efforts (ikhtiyar), in that case, I will pose a question, perhaps a thought-provoking one: is it possible, in the nowadays context, the scientific inquiries may be seen as one possible form of jihads?

I hardly imagine the development of better civilization among Muslim communities without the advancement of sciences. I do not mention that our communities should be secluded from the global development, but instead, we need to design our own futures that will encourage us to actively engage and contribute to solve the human problems and to advance the humanity, together with other global actors.

If we do not design our own futures, other will do it for us.

Neglecting the aspiration to become a middle community (ummatan washatan), in the meaning of the best community that has been raised up for mankind (khaira ummah) is not an option. Otherwise, the Muslim communities may not able to be witnesses over humanity (syuhada’a ala al-naas) as mandated by the Holy Qur’an. Mastering and coping with the advancement of science, may be one of the qualities that should be collectively designed and developed.

It gives me a great pleasure to congratulate the Egyptian University of Islamic Culture Nur-Mubarak for all its achievements since its inception 20 years ago. Also, to the people of the Republic of Kazakhstan for the 30th anniversary of the independence. I wish that the conference will be successful one. May Allah’s blessings, protection, and helps always be with us.

As the building of a better civilization is a collective effort, we believe that fruitful collaboration among actors, including among universities, is very important.

Our African friends often say: if you want to go fast, go alone; but if you want to go far, go together. We want to go far, since the civilization building is a life-time effort, hence we should go together, go hand-in-hand. Insha Allah.

Allahu al-musta’aan. Only to Allah we seek for help.

Delivered as a welcome speech at the opening ceremony of the International Scientific and Practical Conference “Importance Of Religious Education In The Consolidation Of National Spiritual Integrity” held by Egyptian University of Islamic Culture Nur Mubarak (Nur Mubarak University), Kazakhstan, 27 May 2021.

Dalam rangka Milad ke-6 Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK-M) AUSHAF Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan talkshow dengan tema “Memulai Langkah dengan Hati Yang Suci”. Acara ini mengundang narasumber dr. Davrina, M. Gizi, Founder of Lab Pintar.

Read more

Dalam rangka menjaga tali silaturahmi, Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Halal Bihalal pada Kamis (20/5). Kegiatan yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom & Youtube ini diikuti oleh segenap keluarga besar UII yakni para dosen, tenaga kependidikan, perwakilan lembaga mahasiswa, satpam, serta purna tugas.

Read more

Forum Kajian dan Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FKPH FH UII) UII bersama Constitutional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (CLS FH UGM) menggelar diskusi bertemakan “Problematika Pembentukan Undang-Undang Ditinjau Dari Segi Yuridis UU No. 15 Tahun 2019 dan Pasal 59 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2020” pada Jum’at (21/5). Narasumber yang dihadirkan yakni Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LLM. dan Dr. Idul Rishan, S.H., LLM.

Read more

Eskalasi konflik Israel-Palestina yang memuncak sejak 10 Mei lalu telah menggerakkan solidaritas kemanusiaan yang bersifat meluas. Universitas Islam Indonesia (UII) merespon hal itu dengan menyelenggarakan Seminar Nasional “Membaca Masa Depan Palestina: Tinjauan Sejarah, Politik, dan Hak Asasi Manusia” pada Sabtu, 22 Mei 2021.

Read more

Konflik antara Palestina dan Israel terus berlanjut dan belum menemukan titik damai. Hal ini semakin diperparah dengan adanya serangan Israel ke jalur Gaza baru-baru ini. Menyikapi hal tersebut, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan webinar virtual bertemakan “Agresi Israel terhadap Palestina Perspektif Hukum Humaniter Internasional dan Politik Internasional” melalui zoom meeting pada Kamis (20/5).

Read more

Hampir 30 tahun lalu, di awal 1990an, ketika kuliah sarjana, saya membaca buku Orientalisme karya Edward W Said yang diterbitkan oleh Pustaka Bandung. Pada saat itu, bagaimana media membentuk persepsi publik, seperti dibahas di salah satu bagian buku, masih sulit dibayangkan. Tidak seperti sekarang ini, ketika persepsi publik dimainkan oleh para pendengung (buzzer) atau kelompok dengan kepentingan tertentu. Saat itu, Internet baru masuk Indonesia dengan jangkauan dan kualitas yang sangat minimal.

Bahkan kalau kita amati, kekuatan media dalam membentuk persepsi pun diorkestrasi dan diwujudkan dalam beragam bentuk oleh media internasional dan termasuk film. Informasi yang disajikan seringkali tidak faktual. Nama tokoh dalam film Hollywood yang dibingkasi dengan terorisme, hampir selalu nama Arab, yang dengan mudah diasosiasikan dengan agama tertentu. Tidak sulit menemukan contohnya, seperti London has Fallen, True Lies, Eye in the Sky, dan masih banyak lagi.

Propoganda seperti ini jangan dianggap remeh. Pesan itulah yang akan menyemai dan mewariskan kebencian terhadap kelompok tertentu. Pesan tersebut bukan pemanis film, tetapi ada misi di belakangnya. Sialnya, pesan tersebut memapar tidak hanya ke sekelompok kecil orang, tetapi dilantangkan ke seluruh penjuru dunia.

Saat ini, Internet (termasuk anak kandungnya: media sosial) telah mengamplifikasi penyebaran informasi dengan sangat cepat. Persepsi publik pun dengan cepat dipengaruhi oleh informasi yang memaparnya. Seringkali, tidak mudah memilah informasi yang valid dan tidak.

Informasi salah yang sering diakses tidak jarang lebih mudah dipercaya, dibandingkan informasi valid yang jarang diakses. Inilah esensi perang narasi. Kekayaan informasi telah melahirkan kemiskinan atensi. Frekuensi paparan dan presentasi informasi menjadi sangat mempengaruhi persepsi yang terbentuk.

Informasi tentang penjajahan atau pembunuhan —meminjam istilah Noam Chomsky, aktivis global dan profesor linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan bukan juga perang— yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina yang beredar hari-hari ini banyak yang bias. Penjajahan dan pembunuhan terhadap ribuan rakyat Palestina sejak berpuluh tahun terakhir adalah realitas di lapangan.

Namun dalam realitas yang terekam media, tidak jarang, informasi yang tayang tidak sesuai dengan kondisi faktual karena dibingkai dengan kepentingan Zionisme. Salah satunya adalah bingkai “mempertahankan diri”. Argumen ini selalu mengemuka dan dijual di forum internasional.

Dalam konteks Indonesia, ini mirip dengan para pejuang ketika penjajahan Belanda yang dicap dengan pemberontak, sedang Jan Pieterszoon Coen Gubernur Jenderal Belanda pada saat itu (1617) yang membunuh belasan ribu orang di Kepulauan Banda dianggap sebagai pahlawan dan bahkan dibuatkan monumen dalam bentuk patung di kota kelahirannya, Hoorn. Kisah serupa kita temukan untuk Raymond Westerling, komandan pasukan Belanda, yang membantai puluhan ribu orang di Sulawesi Selatan.

Belanda saat itu pun berdalih mempertahankan diri atau menjaga ketertiban. Jadi, jangan heran, misalnya, jika dalam buku sejarah mereka tidak ada informasi penjajahan di Indonesia.

Seminar tentang membaca masa depan Palestina kali ini diharapkan memberikan informasi faktual yang valid tentang apa yang terjadi di Palestina. Selain itu, perspektif temporal yang diusung adalah tentang masa depan. Kami berharap, pilihan tema ini bisa menumbuhkan optimisme masa depan cerah bangsa Palestina yang masih terjajah.

Seminar ini adalah salah satu ikhtiar menjaga akal sehat kolektif, melantangkan pesan kemanusiaan, dan memberi dukungan kepada bangsa Palestina untuk terlepas dari ketidakadilan dan untuk merdeka. Penjajahan, pembunuhan, dan ketidakailan yang terjadi jelas bertentangan dengan akal sehat dan nilai universal ini.

Sambutan pada pembukaan Seminar Membaca Masa Depan Palestina, kerja sama Universitas Islam Indonesia, Republika, dan Umma, pada 22 Mei 2021

 

 

Kubah merupakan ciri khas bangunan Masjid yang tidak berasal murni dari budaya Islam. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kubah yang baru dimulai ketika penaklukkan Istanbul dan Hagia Sophia di Turki. Peristiwa itu dianggap sebagai momentum perkawinan arsitektur barat dan timur yang memberikan pengaruh dalam perkembangan bangunan Islam khususnya kubah masjid. Dalam perkembangannya, Hagia Sophia telah memberi pengaruh terhadap penggunaan kubah di masjid sejak masa pemerintahan Dinasti Utsmaniyah hingga saat ini.

Read more